Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Anisa Nurjanah

Hari Pneumonia Sedunia: Satu Napas Terlalu Berharga untuk Direnggut Pneumonia

Info Terkini | 2025-11-12 19:41:07
Sumber: istockphoto.com

Setiap tanggal 12 November, dunia memperingati World Pneumonia Day atau Hari Pneumonia Sedunia yang merupakan sebuah momentum refleksi global akan penyakit yang kerap terabaikan tetapi mematikan, yaitu pneumonia. Namun, bagi jutaan keluarga, pneumonia bukan sekadar peringatan tahunan. Ia adalah ancaman harian yang nyata dan sebuah krisis tersembunyi yang merenggut napas orang-orang terkasih terutama mereka yang paling rentan, yaitu anak-anak balita dan para lanjut usia.

Di tengah berbagai isu kesehatan lain yang lebih sering menghiasi headline, pneumonia justru menjadi “pembunuh sunyi” yang mencuri napas jutaan orang setiap tahunnya. Ironisnya, sebagian besar kematian akibat pneumonia sebenarnya dapat dicegah. Maka, peringatan ini seharusnya menjadi panggilan bagi seluruh pihak untuk lebih serius menaruh perhatian pada penyakit ini.

Pneumonia merupakan infeksi akut yang menyerang paru-paru dan menyebabkan kantung udara di dalamnya meradang dan terisi cairan atau nanah. Kondisi ini menghambat pertukaran oksigen yang merupakan kebutuhan paling dasar manusia. Namun, di banyak tempat, terutama di negara berkembang seperti Indonesia, pneumonia belum mendapat perhatian yang seimbang dengan dampaknya.

Data Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa pneumonia masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia, setelah malnutrisi dan diare. Angka ini menunjukkan bahwa satu napas yang seharusnya menjadi simbol kehidupan justru terlalu mudah direnggut oleh penyakit yang dapat dicegah.

Mari kita bedah faktor risikonya. Penyebab utama seorang anak rentan terhadap pneumonia bukanlah semata-mata karena ia terpapar bakteri, virus, atau jamur. Akar masalahnya jauh lebih dalam. Pertama, gizi buruk. Anak yang kekurangan gizi hingga tidak mendapatkan ASI eksklusif akan memiliki sistem imun yang lemah. Mereka tidak memiliki "tentara" yang cukup untuk melawan infeksi. Hal ini bukan hanya masalah medis, melainkan masalah ketahanan pangan dan edukasi gizi.

Kedua, polusi udara. WHO mencatat bahwa polusi udara, baik dari dalam maupun luar ruangan menjadi faktor risiko signifikan bagi pneumonia. Jutaan rumah tangga di Indonesia masih bergantung pada bahan bakar biomassa (kayu bakar atau arang) di dapur dengan ventilasi buruk. Selain itu, orang tua yang merokok juga meningkatkan risiko terkena pneumonia pada anak-anak yang merupakan perokok pasif. Ketiga, akses terhadap air bersih dan sanitasi. Kebersihan tangan yang buruk adalah jalur tol penyebaran kuman. Ketika akses terhadap sabun dan air bersih adalah barang mewah, maka risiko infeksi melonjak.

Di banyak daerah terpencil, pneumonia sering kali tidak terdiagnosis dengan benar. Anak-anak yang mengalami gejala awal seperti batuk dan demam hanya diberi obat warung atau pengobatan tradisional tanpa pemahaman yang memadai. Ketika akhirnya dibawa ke fasilitas kesehatan, kondisi mereka sudah memburuk. Selain itu, vaksinasi masih belum merata di daerah terpencil. Hal ini bukan semata-mata karena kurangnya pengetahuan masyarakat, tetapi juga karena sistem kesehatan belum hadir secara utuh di kehidupan mereka.

Jika kita hanya fokus pada pengobatan, kita hanya memadamkan api kecil sambil membiarkan kebakaran hutan terus meluas. Pendekatan kesehatan masyarakat menuntut kita untuk beralih dari kuratif menjadi preventif dan promotif. Prioritas pertama dan terpenting adalah vaksinasi. Indonesia telah memperkenalkan vaksin Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV) ke dalam program imunisasi nasional. Namun, tantangan tidak berhenti pada ketersediaan. Kita harus memastikan cakupan vaksinasi ini merata, menjangkau setiap orang di pelosok terpencil, di pulau terluar, dan di gang-gang sempit perkotaan yang terabaikan.

Kedua adalah proteksi. Proteksi bertujuan menciptakan lingkungan yang membuat agen penyakit sulit berkembang. Hal ini mencakup promosi perilaku hidup bersih seperti cuci tangan pakai sabun, pengurangan polusi udara dalam ruangan dengan penggunaan kompor yang bersih, serta perbaikan sanitasi dan ventilasi rumah. Ketiga, penguatan deteksi dini di layanan primer.

Ujung tombak kita adalah Puskesmas, Posyandu, dan para Kader Kesehatan. Kader harus dilatih untuk mengenali dua tanda bahaya pneumonia yang sederhana, yaitu napas cepat dan tarikan dinding dada ke dalam (TDDK). Seorang ibu yang diedukasi untuk mengenali tanda ini akan lebih cepat membawa anaknya ke fasilitas kesehatan dan kecepatan adalah pembeda antara hidup dan mati.

Pada akhirnya, perjuangan melawan pneumonia adalah perjuangan mempertahankan hak paling mendasar manusia, yaitu hak untuk bernapas dengan bebas dan sehat. Pneumonia mungkin terdengar seperti penyakit biasa, tetapi dampaknya luar biasa jika dibiarkan tanpa tindakan nyata.

Hari Pneumonia Sedunia bukan hanya hari peringatan, melainkan sebagai pengingat terhadap tanggung jawab kita untuk tidak membiarkan satu pun napas terenggut sia-sia. Sebab, di setiap hembusan napas yang kita hirup hari ini, tersimpan harapan agar tidak ada lagi manusia yang kehilangan hidupnya hanya karena dunia lalai menjaga udara.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image