Hari Santri : Momen Perjuangan dan Kebangkitan Umat
Agama | 2025-11-10 17:37:33Hari Santri : Momen Perjuangan dan Kebangkitan Umat
Oleh Nina Marlina, A.Md.
Aktivis Muslimah
Peran dan perjuangan santri untuk kemerdekaan negeri ini memang tak terbantahkan. Mereka adalah calon ulama penerus estafet perjuangan dalam menyebarkan agama Islam. Sejak tahun 2015 para santri memiliki hari istimewa setelah Presiden Joko Widodo kala itu menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional sebagai penghargaan atas jasa mereka kepada negeri ini.
Dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional (HSN) 2025, Presiden Prabowo Subianto membahas Resolusi Jihad 1945. Presiden mengajak para santri di seluruh Indonesia untuk meneladani semangat perjuangan para ulama dan pejuang kemerdekaan. Selain itu, Presiden juga menekankan bahwa semangat jihad yang dikobarkan masa lalu tidak boleh berhenti, tetapi harus terus hidup dan diterjemahkan dalam konteks masa kini. Ia menyampaikan bahwa nilai perjuangan para santri yang dulu diwujudkan melalui keberanian di medan perang, kini harus dilanjutkan dalam bentuk pengabdian, pendidikan, dan pembangunan bangsa.
Presiden Prabowo menilai santri memiliki peran strategis sebagai penjaga moral dan pelopor kemajuan yang menguasai ilmu agama sekaligus ilmu dunia. Melalui pendidikan, kewirausahaan, dan pemanfaatan teknologi, santri diharapkan menjadi kekuatan moral yang mampu bersaing secara positif di tingkat global. Pada kesempatan yang sama, Prabowo juga mengumumkan langkah konkret pemerintah untuk memperkuat ekosistem pendidikan berbasis pesantren. Ia menyampaikan, dirinya telah merestui pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren di bawah Kementerian Agama. Hal ini merupakan wujud komitmen negara terhadap peningkatan kesejahteraan dan pengembangan pesantren di seluruh Indonesia (Kompas.com, 25/10/2025).
Jangan Sekadar Seremonial
Dukungan penuh Presiden dalam momen Hari Santri memang patut diapresiasi. Namun sayangnya peringatan Hari Santri lebih dari sekedar seremonial saja. Peringatan ini tidak menggambarkan peran santri sebagai sosok yang fakih fiddiin (memahami agama) dan agen perubahan. Pujian Presiden terkait peran santri dalam jihad melawan penjajah di masa lalu tidak sejalan dengan berbagai kebijakan dan program terkait santri dan pesantren di masa kini.
Ironisnya santri justru dimanfaatkan untuk menjadi agen moderasi beragama dan agen pemberdayaan ekonomi. Bahkan baru-baru ini Amerika Serikat pun mencanangkan program kerjasama dengan pesantren di bidang pendidikan. Selain itu, muncul wacana pembentukan Ditjen Pesantren yang ironisnya ada harapan untuk penguatan moderasi beragama di Indonesia. Sangat mengerikan, jika santri hari ini tidak diarahkan memiliki visi dan misi jihad untuk melawan penjajahan gaya baru dengan menjaga umat dan syariat. Peran strategis santri dan pesantren justru dibajak untuk kepentingan mengokohkan sistem kapitalisme sekuler.
Memang benar, sepanjang sejarah para santri telah berkontribusi besar dalam perjuangan melawan kezaliman dan penjajah asing di negeri ini. Mereka memimpin dalam semangat perlawanan di berbagai pertempuran. Para ulama dan Kyai santri tidak hanya memberikan fatwa jihad, tetapi juga mengorganisasi perlawanan dan bahkan memimpin langsung di medan pertempuran. Salah satu tokoh ulama besar, KH. Hasyim Asy'ari mengeluarkan Resolusi Jihad pada tanggal 22 Oktober 1945, yang menetapkan bahwa melawan penjajah adalah kewajiban (fardhu 'ain) dan menjadikannya titik balik sejarah perjuangan.
Meski saat ini tidak terjadi penjajahan secara fisik. Namun, sejatinya kita masih dijajah oleh penjajahan secara halus. Barat menjajah kita secara politik, ekonomi, pendidikan dan sosial budaya. Alhasil, umat tetap mengalami kemiskinan dan keterpurukan. Bahkan penjajahan jenis ini lebih berbahaya dari penjajahan fisik. Para ulama dan santri harus menyadari hal ini. Mereka harus melawan kezaliman ini agar masyarakat khususnya umat Islam bisa bangkit.
Namun di sisi lain Barat banyak mengetahui potensi SDM Indonesia yang mayoritas muslim termasuk banyaknya para santri dan ulama. Mereka menyadari bahwa ini adalah sebuah ancaman.Maka mereka tidak berhenti memusatkan perhatiannya kepada Negeri ini dan segera bertindak untuk meningkatkan potensi ini agar masyarakat tidak mengalami kebangkitan.
Peran Strategis Santri dalam Islam
Sebagai calon ulama, peran strategis santri adalah untuk menjaga umat dan mewujudkan peradaban Islam yang cemerlang. Perjuangan mereka murni untuk menegakkan agama Allah dan mencerdaskan umat dengan Islam. Bukan berorientasi pada keuntungan materi. Profil mereka adalah fakih fiddin (paham terhadap agama) dan menjadi agen perubahan menegakkan syariat Islam. Bukan menjadi individu muslim moderat yang menerima pemikiran-pemikiran Barat.
Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa yang pergi untuk menuntut ilmu, maka dia telah termasuk golongan sabilillah (orang yang menegakkan agama Allah) hingga ia kembali.” (HR Tirmidzi).
Untuk mewujudkan hal itu, maka negara harus menjadi penanggung jawab utama dalam mewujudkan keberadaan pesantren dengan visi mulia mencetak para santri yang siap berdiri di garda terdepan melawan penjajahan dan kezaliman. Adapun beberapa langkah yang harus dilakukan yaitu pertama, kurikulum tetap selaras dengan Islam, tidak terkontaminasi dengan ide-ide asing, liberal dan sejenisnya seperti moderasi beragama. Kedua, menyediakan anggaran pendidikan pesantren yang mencukupi untuk pembangunan sarana prasarana, gaji guru, dan asrama para santri. Pembiayaan pendidikan, termasuk pesantren ini wajib diselenggarakan oleh negara. Seluruh rakyat harus dapat menikmati pendidikan secara mudah dan terjangkau.
Hal ini sebagaimana dilakukan oleh Khalifah Al-Mustanshir Billah dengan membangun Madrasah Al-Mustanshiriyah di Baghdad. Bangunan tersebut memiliki fasilitas yang sangat lengkap diantaranya penginapan, rumah sakit umum, kamar mandi umum, dan dapur. Beliau juga memberikan gaji bulanan kepada siswanya. Beliau adalah salah satu khalifah yang amanah dan memiliki perhatian yang sangat besar kepada para penuntut ilmu.
Khatimah
Santri dan ulama memiliki peran strategi dalam mewujudkan perubahan dan kebangkitan. Untuk itu, negara harus benar-benar menjadi pengurus dan penanggung jawab rakyatnya termasuk dalam menjaga pendidikan pesantren agar tetap sejalan dengan Islam. Hal ini hanya bisa diwujudkan dalam negara yang mengemban ideologi Islam, bukan pengekor ideologi kapitalisme seperti saat ini. Wallahu a'lam bishawab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
