Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Diana Febriyanti

Entomologi Forensik: Serangga sebagai Saksi Bisu Kasus Kriminal

Eduaksi | 2025-11-06 12:50:04

Dalam penyelidikan kasus kematian yang misterius, kehadiran serangga pada tubuh jenazah kerap menjadi petunjuk penting meski sering kali luput dari perhatian. Padahal, dalam dunia forensik modern, serangga bukan sekadar makhluk kecil yang menjijikkan, melainkan “saksi bisu” yang tidak bisa berbohong. Ilmu yang mempelajari hubungan antara serangga dan proses penyelidikan kriminal dikenal sebagai entomologi forensik.

Entomologi forensik memegang peranan vital dalam memperkirakan waktu kematian, atau postmortem interval (PMI), terutama ketika jenazah ditemukan dalam kondisi membusuk . Dalam banyak kasus, serangga menjadi satu-satunya petunjuk yang dapat diandalkan saat bukti lain telah rusak atau hilang.

Serangga yang paling awal datang ke tubuh manusia yang membusuk umumnya berasal dari ordo Diptera, khususnya lalat dari famili Calliphoridae, seperti Lucilia sericata (green bottle fly) dan Calliphora vomitoria. Spesies ini tertarik pada bau tubuh yang mulai mengalami dekomposisi, terutama jika terdapat luka terbuka. Mereka bertelur dalam hitungan menit hingga beberapa jam setelah kematian. Dari siklus hidup telur hingga larva, ahli entomologi forensik dapat memperkirakan waktu kematian secara cukup akurat.

Setelah lalat bangkai, muncul lalat dari famili Sarcophagidae, seperti Sarcophaga spp., yang datang beberapa jam pasca kematian. Kemudian menyusul lalat dari famili Muscidae, seperti Musca domestica (lalat rumah), yang lebih tertarik pada gas hasil pembusukan seperti cadaver dan putresin. Meski kehadirannya tidak terlalu spesifik terhadap mayat, jenis lalat ini tetap memberi informasi penting dalam tahap dekomposisi lanjutan.

Saat jaringan tubuh mulai mengering, giliran kumbang dari ordo Coleoptera yang datang. Famili Silphidae, seperti Nicrophorus spp., akan menghilangkan larva lalat dari mayat secara aktif hal ini dilakukan untuk mengurangi persaingan makanan bagi keturunan mereka dan memakan jaringan lunak jenazah, membantu dalam mengidentifikasi tahap pembusukan. Sementara itu, kumbang Dermestidae (Dermestes spp.) muncul saat jenazah memasuki fase kering. Ada pula kumbang dari famili Staphylinidae yang membantu memahami interaksi antarspesies di lokasi kejadian.

Selain lalat dan kumbang, kehadiran serangga lain seperti semut dan tawon juga berperan dalam memperkirakan waktu kematian. Semut dapat mengganggu aktivitas serangga utama dengan memangsa telur atau larva, sedangkan tawon menjadi predator alami larva lalat. Pada tahap akhir dekomposisi, bahkan ngengat dari ordo Lepidoptera bisa ditemukan pada tubuh jenazah yang mulai mengering.

Di berbagai negara, entomologi forensik telah memainkan peran penting dalam penyelesaian kasus pidana. Di Amerika Serikat, misalnya, metode ini pernah digunakan untuk menggugurkan alibi tersangka dalam kasus pembunuhan, berdasarkan waktu kedatangan larva lalat di tubuh korban. Namun, di Indonesia, pemanfaatan ilmu ini masih jauh dari optimal.

Padahal, sebagai negara tropis dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan entomologi forensik. Namun sayangnya, bidang ini belum mendapat perhatian serius. Minimnya tenaga ahli, terbatasnya laboratorium khusus, serta rendahnya pemahaman aparat penegak hukum menjadi tantangan utama. Selain itu, belum banyak data taksonomi dan ekologi serangga forensik lokal yang tersedia sebagai acuan ilmiah dalam penyelidikan.

Sudah saatnya entomologi forensik tidak lagi dipandang sebelah mata. Ilmu ini layak menjadi bagian integral dalam sistem forensik Indonesia. Pendidikan dan pelatihan khusus perlu diperluas, tidak hanya bagi calon ahli forensik, tetapi juga bagi penyidik, aparat hukum, serta institusi penegak keadilan lainnya.

Kolaborasi antara akademisi, praktisi laboratorium, dan lembaga hukum harus diperkuat agar entomologi forensik dapat berkembang sebagai alat bantu ilmiah yang sahih dan terpercaya. Masyarakat juga perlu memahami bahwa penyelidikan forensik tidak selalu bergantung pada teknologi canggih. Alam pun menyediakan petunjuk, bahkan lewat serangga kecil yang sering diabaikan oleh kita.

Di balik tubuh mungilnya, serangga menyimpan kemampuan besar: menyingkap kebenaran dari kematian yang penuh tanda tanya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image