Gizi Seimbang Sebagai Kunci Utama dalam Mencegah Anemia
Edukasi | 2025-11-05 08:43:31
Anemia menjadi salah satu masalah kesehatan global yang patut untuk diperhatikan, terutama pada wilayah seperti Afrika Sub-Sahara dan Asia Selatan yang memiliki kasus anemia terbesar. Seperempat populasi global diperkirakan menderita anemia, dengan kasus meningkat pesat pada wanita, ibu hamil, remaja perempuan, maupun pada balita. Berdasarkan data dari World Health Organization, prevalensi anemia di dunia masih sangat tinggi. Pada tahun 2023 terdapat 30,7% pada perempuan usia 15-49 tahun, 35,5% pada ibu hamil, 30,5% pada wanita tidak hamil dan pada anak-anak 39,8% (WHO, 2023).
Anemia masih termasuk sebagai salah satu permasalahan kesehatan masyarakat yang cukup signifikan di Indonesia. Anemia adalah kondisi di mana tubuh tidak memiliki jumlah sel darah merah atau kadar hemoglobin yang cukup, sehingga distribusi oksigen ke seluruh jaringan tubuh tidak optimal. Kondisi ini bisa menyebabkan kelelahan, pusing, dan penurunan produktivitas. Kadar hemoglobin normal pada wanita usia lebih dari 15 tahun adalah >12 g/dl. Persentase kejadian anemia pada wanita lebih besar dibandingkan pada pria, sehingga wanita termasuk salah satu populasi dengan risiko tinggi terhadap kejadian anemia. Cara efektif mencegah terjadinya anemia adalah dengan menerapkan pola makan gizi seimbang yang kaya akan zat besi dan nutrisi pendukung lainnya (Smith, 2020).
Gizi seimbang merupakan konsep makan yang mengandung berbagai nutrisi dalam proporsi yang tepat, seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Zat besi memiliki peran yang penting dalam mencegah anemia. Zat besi dapat diperoleh dari berbagai jenis makanan, baik yang berasal dari hewani maupun nabati. Sumber hewani seperti hati, daging merah, dan ikan mengandung zat besi jenis heme yang penyerapannya lebih efisien oleh tubuh. Sedangkan makanan nabati seperti bayam, kacang- kacangan, dan biji-bijian mengandung zat besi non-heme yang penyerapannya dipengaruhi faktor lain dalam makanan. Penting mengombinasikan makanan sumber zat besi dengan vitamin C yang meningkatkan penyerapan zat besi non-heme, misalnya jeruk atau tomat bersamaan sayuran hijau.
Salah satu penyebab anemia adalah defisiensi vitamin B12 dan asam folat. Kedua zat gizi tersebut berperan penting dalam pembentukan sel darah merah dan replikasi DNA pada tubuh kekurangan vitamin B12 biasanya terjadi pada individu yang jarang mengonsumsi produk hewani seperti daging susu, ikan, dan telur, sedangkan defisiensi asam folat sering disebabkan oleh kurangnya konsumsi sayuran hijau dan buah-buahan. Kekurangan kedua vitamin tersebut dapat menghambat produksi sel darah merah normal dan menyebabkan terbentuknya sel darah merah normal dan abnormal.
Cara pencegahan anemia dapat dilakukan dengan memperbaiki pola makan yang seimbang dan bergizi. Untuk mencegah anemia yang diakibatkan oleh kekurangan vitamin B12, masyarakat disarankan mengonsumsi sumber protein hewani seperti hati ayam, ikan, telur, dan susu. Sementara itu, mencegah defisiensi asam folat yaitu dengan banyak mengonsumsi sayuran hijau seperti bayam serta mengonsumsi buah-buahan seperti jeruk dan alpukat. Peningkatan asupan vitamin B12 dan folat dapat menurunkan risiko anemia pada remaja putri secara signifikan (Ayuningtyas, et al., 2022).
Anemia yang tidak diobati secara tepat bisa menyebabkan berbagai komplikasi berat. Pada ibu hamil, anemia dapat menambah risiko kelahiran prematur, berat lahir rendah, serta kematian ibu. Sementara pada anak dan remaja, kondisi ini bisa menghambat perkembangan kognitif serta menurunkan kemampuan belajar. Remaja putri dengan kadar vitamin B12 rendah cenderung mengalami gejala seperti cepat lelah, pusing, dan penurunan konsentrasi (Sarbini, et al., 2021). Selain itu sebuah penelitian The Lancet Global Health (2020) menyampaikan bahwa balita dengan anemia terberat dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan kognitif dan motorik, yang berpengaruh pada prestasi belajar.
Kondisi ini menunjukkan bahwa anemia tidak hanya mempengaruhi kesehatan, tetapi juga masa depan generasi muda. Tidak kalah penting, anemia dapat memperburuk kerentanan terhadap infeksi. Sistem kekebalan tubuh yang melemah akibat kekurangan zat besi membuat penderita lebih rentan terhadap penyakit menular seperti tuberkulosis, pneumonia, dan malaria (WHO, 2023). Anemia sendiri masih menjadi masalah kesehatan yang membutuhkan perhatian serius di Indonesia. Pola makan yang tidak seimbang serta kurangnya edukasi gizi menjadi faktor utama penyebab tingginya kasus anemia. Dengan kesadaran dan kerjasama antara masyarakat, keluarga dan tenaga kesehatan dapat menjadi kunci keberhasilan pencegahan anemia, dan generasi mendatang dapat tumbuh lebih sehat serta produktif.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
