Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Naila Salsabila Naqiyatul Mumtaza

Jedag-Jedug Hasil Seleksi Perguruan Tinggi, Apakah Menjadi Budaya Baru Gen Z?

Humaniora | 2025-11-02 19:42:45

Beberapa bulan lagi, For Your Page (FYP) TikTok akan dipenuhi dengan video-video JJ para siswa kelas 12 yang baru saja diterima di universitas impian. Fenomena ini seolah sudah menjadi tradisi tahunan yang dinanti, terutama oleh siswa SMA yang sedang berjuang menuju kampus idaman. JJ alias Jedag Jedug, video dengan sound viral, diiringi potongan gambar bergerak, dan transisi yang asik menjadi bentuk ekspresi kebanggaan tersendiri bagi mereka yang akhirnya berhasil menaklukkan proses seleksi perguruan tinggi negeri. Baik itu SNBP, SNBT, atau jalur mandiri, semuanya memiliki kisah perjuangan panjang di balik satu foto mengenakan jaket almamater.

Bagi Gen Z, dokumentasi bukan sekadar foto atau video biasa. Ini adalah cara untuk mengabadikan momen penting dalam hidup dengan gaya khas Gen Z yang serba estetik. Setelah berbulan-bulan bergelut dengan nilai rapor, tryout, hingga tekanan sosial, akhirnya mereka bisa dengan bangga berkata, “Akhirnya aku diterima juga!” Tak heran kalau setiap tahun, linimasa media sosial, terutama TikTok dan Instagram, selalu diramaikan oleh konten JJ hasil seleksi perguruan tinggi dari berbagai universitas di seluruh Indonesia.

Kalau kita menelaah lebih dalam, budaya “JJ hasil seleksi perguruan tinggi” ini bukan cuma soal gaya atau ikut-ikutan tren. Di balik itu, ada makna tersirat yang ingin disampaikan. Video itu menjadi simbol keberhasilan sekaligus penanda awal dari jenjang baru pendidikan. Salah satu momen bagi kelas 12 yang pertama kalinya ini bukan hanya tentang tulisan dan logo universitas yang tertera di halaman hasil seleksi, tetapi tentang hasil perjuangan, doa, dan kerja keras yang akhirnya membuahkan hasil.

Fenomena ini juga menggambarkan cara baru generasi muda mengekspresikan diri. Jika dulu orang-orang hanya mengabadikan momen kelulusan lewat foto bersama di depan sekolah, kini dokumentasi itu berkembang ke ranah digital yang lebih kreatif. Transisi jedag-jedug dan caption penuh rasa syukur dan bangga menjadi bagian dari cara Gen Z merayakan pencapaiannya. Tak hanya itu, tren ini juga menumbuhkan rasa kebanggaan terhadap identitas baru, yaitu “Aku resmi menjadi mahasiswa.”

Sumber: dokumen pribadi

Menariknya, budaya ini memiliki dampak sosial yang cukup besar. Video JJ hasil seleksi perguruan tinggi sering kali menjadi inspirasi bagi adik-adik kelas yang masih berjuang. Melihat kakak tingkat mereka tampil dengan penuh percaya diri memakai jaket almamater membuat mereka termotivasi untuk berjuang lebih keras. Banyak siswa SMA yang bahkan menjadikan video JJ ini sebagai pengingat visual atas cita-citanya yang harus diperjuangkan di tahun berikutnya. Hanya dengan satu video berdurasi lima belas detik, semangat belajar seseorang bisa meningkat berkali lipat. Itulah kekuatan media sosial saat ini ketika digunakan secara positif.

Selain menjadi inspirasi, budaya JJ ini juga mempererat kebersamaan di antara calon mahasiswa baru. Banyak yang saling berinteraksi lewat kolom komentar, saling memberikan selamat, bahkan menjalin pertemanan dengan sesama maba dari kampus yang sama. Media sosial menjadi ruang untuk berbagi kebanggaan dan rasa syukur , bukan sekadar ajang pamer.

Budaya baru ini memang positif selama dilakukan dengan niat yang baik. Tetapi jangan sampai tren ini berubah menjadi ajang pembanding tekanan sosial baru. Tidak semua orang memiliki jalan yang sama menuju universitas impian. Ada yang diterima di gelombang pertama, ada yang baru menemukan kampus tujuannya setelah mencoba berkali-kali. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk melihat budaya JJ ini dengan sudut pandang yang sehat.

Generasi muda, khusunya Gen Z, memiliki tanggung jawab besar untuk membangun budaya digital yang sehat, termasuk dalam hal ekspresi diri. Media sosial seharusnya jadi ruang berbagi inspirasi, bukan tempat membandingkan siapa yang lebih “hebat” atau lebih “beruntung”.

Pada akhirnya, JJ hasil seleksi perguruan tinggi bukan hanya tren sesaat, melainkan cerminan dari semangat generasi yang penuh kreativitas dan percaya diri. Generasi yang tahu bagaimana cara menghargai hasil kerja kerasnya. Jadi, apakah fenomena ini bisa dikatakan sebagai budaya baru Gen Z yang berhasil meraih impiannya menuju kampus impian?

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image