Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rafi Akbar

Rumah Sakit Universitas Airlangga: Di Balik Kesibukan Dokter yang Tak Hanya Menyembuhkan, Tapi Juga Mendidik

Hospitality | 2025-11-02 11:08:08

Surabaya di tengah deretan bangunan kampus di kawasan Mulyorejo, Surabaya, berdiri Rumah Sakit Universitas Airlangga (RS UNAIR). Dari luar, rumah sakit ini tampak seperti fasilitas kesehatan modern pada umumnya. Namun, begitu melangkah masuk ke area lobi, suasana terasa berbeda. Ada kehangatan dalam penyambutan, dinamika pelayanan yang cepat, serta atmosfer edukasi yang begitu kental, seolah setiap sudutnya menjadi ruang belajar yang hidup.

Pada Selasa (30/9/2025), antrean pasien sudah memenuhi area tunggu sejak pukul 11.00 WIB. Dari ibu yang menggandeng tangan anaknya yang demam, mahasiswa yang ingin kontrol kesehatan karena jadwal kuliah padat, hingga kakek-nenek yang tampak tenang menanti giliran ditemani keluarga. Meski antrean panjang, tidak tampak wajah yang gelisah. Suara panggilan nomor antrean dari mesin otomatis terdengar lembut, mengalun beriringan dengan langkah para perawat dan mahasiswa kedokteran yang lalu lalang.

Di ruang tunggu itu, informasi kesehatan ditampilkan di layar televisi. Sesekali, petugas menyapa pasien untuk memastikan kenyamanan. Semua berlangsung tertib, mencerminkan kesungguhan rumah sakit dalam memberi pelayanan terbaik, bahkan sejak langkah pertama pasien masuk.

Pertemuan Pertama: “Silakan Duduk, Bu, Saya Periksa Dulu Ya...”

Di salah satu ruang pemeriksaan, seorang dokter tampak tengah melakukan pemeriksaan pada seorang pasien lanjut usia. Senyumnya tulus, tutur katanya lembut, dan gerakannya hati-hati. Dua mahasiswa kedokteran berdiri di sudut ruangan, memperhatikan setiap detail interaksi antara dokter dan pasien.

“Yang seperti ini sering terjadi pada pasien seusia beliau. Ingat untuk selalu menanyakan riwayat obat, ya,” ujar sang dokter sambil menepuk lembut tangan pasien, memastikan ia merasa ditemani, bukan sekadar “ditangani”.

Pasien itu tersenyum pelan. “Terima kasih, Dok. Kalau dokter yang seperti ini, rasanya badan saya sudah enakan sebelum diperiksa,” tuturnya lirih, namun penuh tulus.

Adegan sederhana ini menggambarkan salah satu ciri khas rumah sakit pendidikan: dokter bukan hanya menyembuhkan, tetapi juga menjadi teladan dan pendidik bagi generasi berikutnya. Ada tanggung jawab ganda yang dipikul, dan tidak semua orang memiliki kesabaran serta ketulusan untuk menjalaninya.

Kesibukan yang Tidak Terlihat oleh Pasien

Bagi banyak pasien, dokter mungkin hanya terlihat saat pemeriksaan berlangsung. Namun, di balik pintu ruang pelayanan, ada dunia lain yang tidak selalu terlihat. Dokter berpindah dari satu ruang ke ruang lain, membaca rekam medis, memeriksa hasil laboratorium, berdiskusi dengan perawat dan apoteker, hingga melakukan koordinasi untuk pasien dengan kondisi gawat darurat.

Dalam satu jam, seorang dokter bisa beralih peran berkali-kali: menjadi pendengar keluhan, penentu diagnosis, konsultan bagi keluarga pasien, pembuat keputusan klinis, hingga sosok panutan bagi mahasiswa kedokteran yang sedang belajar memahami dunia medis nyata.

Ritme kerja yang cepat ini menuntut ketenangan luar biasa. Namun, hampir tidak terlihat keluhan dari para tenaga medis. Mereka memahami bahwa rumah sakit pendidikan bukan hanya tempat “mengobati”, tetapi tempat lahirnya dokter-dokter masa depan. Sebuah amanah yang lebih besar daripada sekadar profesi.

Sebuah Adegan yang Tak Terlupakan: Pelajaran dari Dokter Senior

Siang itu, di sela-sela pergantian pasien, masuklah seorang dokter senior ke ruang pemeriksaan. Rambutnya sudah mulai beruban, wajahnya tenang dan penuh wibawa. Ia salah satu dokter yang dihormati karena pengalamannya, bukan hanya dalam ilmu medis, tetapi juga dalam nilai kemanusiaan.

Ia datang bukan untuk mengambil alih pemeriksaan, melainkan untuk melihat perkembangan mahasiswa yang sedang praktik. Setelah pasien keluar, ia memanggil para mahasiswa mendekat dan berkata pelan namun tegas:

“Ilmu kedokteran akan terus berkembang. Obat bisa berganti, teknologi medis berubah, tetapi satu hal tetap sama ” Ia berhenti sejenak menatap mereka satu per satu. “ Hati dan kepedulian kalian kepada pasien.”

Para mahasiswa terdiam. Suasana hening beberapa detik.

“Jangan pernah terburu-buru hanya karena antrean panjang. Dengarkan dulu. Kadang pasien datang bukan hanya membawa sakit di tubuhnya, tetapi juga beban pikiran. Kalau kalian bisa meringankan itu, kalian sudah menjalankan separuh pengobatan,” lanjutnya.

Perkataan itu terasa sederhana, tetapi mengena. Seorang mahasiswa tampak berkaca-kaca, mungkin karena baru memahami beratnya profesi yang sedang ia perjuangkan. Momen seperti ini tidak tertulis di buku kedokteran mana pun, hanya bisa dipelajari melalui sentuhan nyata di lapangan.

Pelayanan yang Tetap Humanis di Tengah Ramainya Aktivitas di Rumah Sakit

Walaupun suasana sering kali ramai, sentuhan manusiawi tetap terasa di setiap sudut RS UNAIR. Dari perawat yang sigap memapah pasien lansia, mahasiswa yang membantu menenangkan anak kecil yang takut diperiksa, hingga dokter yang menepuk bahu keluarga pasien untuk memberi kekuatan.

Seorang ibu yang baru selesai konsultasi tampak tersenyum puas. “Dokternya jelasin pelan-pelan, jadi saya paham apa yang harus dilakukan di rumah. Saya juga senang ada mahasiswa yang membantu memeriksa. Rasanya lebih diperhatikan,” ujarnya sebelum pergi.

Bagi pasien, kehadiran banyak tenaga medis justru menjadi kenyamanan tersendiri. Mereka merasa tidak sendirian dalam menghadapi penyakitnya.

Lebih dari Sekadar Rumah Sakit

Observasi singkat ini menyadarkan bahwa RS UNAIR bukan hanya tempat untuk memeriksakan kesehatan. Rumah sakit ini adalah ruang belajar yang hidup, di mana ilmu pengetahuan, empati, dan nilai kemanusiaan saling bertemu. Para mahasiswa tidak hanya belajar tentang obat dan diagnosa, tetapi juga tentang bagaimana memanusiakan pasien.

Rumah sakit ini mengajarkan bahwa profesi dokter bukan hanya tentang menyembuhkan fisik, melainkan juga merawat hati, baik hati pasien, keluarga, maupun hati para calon dokter yang akan meneruskan estafet kemanusiaan.

Di RS UNAIR, ilmu kedokteran bukan sekadar kompetensi, tetapi panggilan untuk hadir bagi sesama manusia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image