Fisioterapi di Persimpangan Tradisi dan Medis: Mengubah Perspektif Masyarakat Pedesaan
Lainnnya | 2025-10-31 00:20:26Bagi Sebagian warga pedesaan, fisioterapi masih terasa asing. Banyak yang beranggapan bahwa fisioterapi hanya sebagai bentuk pengobatan bagi warga kota atau pasien dengan cidera parah. Di sisi lain, pengobatan tradisional pijat atau dukun tradisional tetap menjadi pilihan prioritas warga pedesaan. Fenomena ini bukan sekedar masalah kebiasaan, melainkan akibat kurangnya pengetahuan dan akses terhadap layanan kesehatan yang lebih modern dan ilmiah.
Beberapa waktu yang lalu, saya berkesempatan mengunjungi Fisio Life Surabaya. Begitu masuk ke ruang Fisio Life Surabaya, saya lansung disambut dengan alunan melodi yang terasa menenangkan dan tak lupa senyuman dan sapaan ramah dari petugas resepsionis yang kemudian menghantarkan saya ke ruang konsultasi.
Di ruang konsultasi, saya benar-benar memahami arti baru dari kata “mendengarkan”. Fisioterapis yang menemani saya pada pagi hari itu tidak hanya menanyakan keluhan fisik saya, tetapi juga berusaha memahami kebiasaan sehari-hari, aktivitas, dan bahkan bagaimana rasa sakit itu muncul. Gaya komunikasinya sabar, hangat, dan membuat saya merasa benar-benar diperhatikan. Dia tidak hanya memberikan diagnosis semata, tetapi juga terlibat dalam percakapan, menjelaskan bagaimana otot dan sendi seharusnya bekerja dengan benar, serta tahap-tahap yang akan di lakukan.
Sebelum memulai pengobatan, fisioterapis juga menjelaskan setiap alat yang digunakan; apa fungsinya, bagaimana respon tubuh terhadapnya, serta apa efek yang tubuh rasakan setelahnya. Semua di jelaskan dengan Bahasa yang sederhana, sehingga mudah untuk dipahami. Semua dilakukan tanpa jarak, penuh rasa empati terhadap pasien yang berusaha sembuh. Saya merasakan kenyamanan bukan hanya karena ruangan yang wangi aroma terapik dan hangat, melainkan karena sikap profesional fisioterapis yang begitu manusiawi.
Namun, di balik pengalaman itu pikiran saya melayang ke realita di kampung saya. Di sana, jika seseorang keseleo, mengalami nyeri, sakit pinggang atau bahkan patah tulang, biasanya lansung pergi ke tukang urut atau ke dukun yang sudah di percaya secara turun temurun. Tidak ada yang salah, sebab pengobatan tradisional berakar dari budaya dan kepercayaan yang sudah lama hidup di Tengah warga desa. Bagi banyak warga desa, fisioterapi masih dianggap sebagai pengobatan “warga kota”. Minimnya sosialisasi, tenaga profesional yang terbatas, serta factor ekonomi menjaadi kendala utama. Selain itu, kedekatan emosional dengan pengobatan tradisional membuat masyarakat lebih nyaman mencari pertolongan disana. Padahal, fisioterapi sebenarnya bisa menjadi pelengkap, bukan pengganti. Keduanya bisa saling menguatkan bila ada komunikasi yang baik. Fisioterapis dapat hadir di Tengah komunitas, memberikan edukasi ringan, misalnya tentang perbedaan pijatan relaksasi dan terapi medis agar Masyarakat perlahan memahami niali kesehatannya dari sisi ilmiah tanpa kehilangan kearifan local atau kepercayaan yang telah tertanam pada diri mereka.
Dari pengalaman berkunjung ke Fisio Life Surabaya. Saya menyadari inti dari fisioterapi bukan hanya soal Teknik dan alat, melainkan tentang hubungan antara terapis dan pasien. Saat seseorang didengarkan, dihargai, dan dipahami, sehingga proses penyembuhan yang sebenarnya sudah bisa dimulai. Mungkin, yang dibutuhkan oleh warga desa bukan sekadar fasilitas Kesehatan baru, tapi pendekatan yang lebih manusiawi dalam berbicara tentang Kesehatan.
Sebagai mahasiswa fisioterapi, saya percaya masa depan profesi ini tidak hanya ditentukan oleh teknologi atau metode pengobatan, tetapi kemampuan untuk memahami manusia sebagai manusia. Dari ruang modern di Surabaya hingga bilik sederhana di pelosok desa, fisioterapi seharusnya hadir bukan sebagai symbol kemajuan, melainkan sebagai bentuk empati yang bisa dirasakan oleh siapapun.
Pada akhirnya, fisioterapi bukan hanya tentang menggerakkan otot, tapi tentang menyentuh sis kemanusiaan yang paling dalam. Di desa-desa tempat tradisi masih hidup, fisioterapi seharusnya datang bukan untuk menghapus keyakinan lama, melainkan memperkaya cara warga desa memaknai penyembuhan. Sebab, antara pijatan seorang dukun dan sentuhan seorang fisioterapis, mungkin yang paling menyembuhkan bukanlah perbedaan metodenya, melainkan ketulusan yang sama untuk membuat seseorang merasa lebih baik dari sebelumnya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
