Etika Dakwah dan Moralitas: Membangun Keilmuan, Ketulusan, dan Akhlak di Era Digital
Agama | 2025-10-30 16:05:42Dakwah adalah proses menyeru manusia kepada kebaikan dan kebenaran Islam. Namun, keberhasilan dakwah tidak hanya bergantung pada isi pesan, melainkan juga pada etika dan moralitas da’i yang menyampaikannya. Etika dakwah mencerminkan nilai-nilai keilmuan, ketulusan, dan tanggung jawab sosial yang menjadi fondasi keberhasilan komunikasi Islam.
Etika Dakwah dalam Konteks Keilmuan
Seorang da’i dituntut untuk berilmu sebelum berdakwah. Dakwah tanpa pemahaman yang benar dapat menyesatkan, bukan membimbing. Etika ilmiah mengharuskan kejujuran dalam menyampaikan dalil, kesantunan terhadap audiens, dan kemampuan menyesuaikan pesan dengan kondisi sosial masyarakat. Da’i juga wajib menjadi teladan (uswah hasanah)—bukan hanya pandai berbicara, tetapi juga menampilkan akhlak mulia dalam perbuatan.
Prinsip Moral dan Etis dalam Dakwah
Menurut Teori Komunikasi Dakwah, efektivitas pesan lahir dari empat sikap utama da’i:
- Kejujuran (ṣiddīq) – ucapan dan tindakan harus sejalan.
- Keikhlasan (ikhlāṣ) – dakwah diniatkan semata karena Allah.
- Empati – memahami kondisi sosial dan psikologis mad‘u.
- Penghormatan terhadap audiens – menyampaikan pesan dengan sopan dan lembut (qaulan layyinan).
Sementara itu, Teori Medan Dakwah menekankan pentingnya memahami konteks sosial masyarakat agar dakwah bersifat inklusif, menghargai perbedaan, dan menghadirkan Islam sebagai rahmatan lil-‘alamin.
Implikasi Moral dalam Praktik Dakwah
Etika dakwah menuntut da’i untuk menjaga keteladanan, keikhlasan, dan penghormatan terhadap pluralisme. Dakwah yang beretika tidak menebar kebencian, tetapi merangkul perbedaan. Dalam ranah politik dan sosial, dakwah juga berfungsi sebagai kontrol moral, mencegah penyalahgunaan kekuasaan, dan menjaga kemurnian ajaran tauhid.
Etika Dakwah di Era Globalisasi dan Digital
Globalisasi dan media sosial telah mengubah wajah dakwah. Kini, da’i hadir di ruang digital—lewat video, podcast, hingga unggahan singkat. Namun, ruang baru ini juga membawa tantangan moral: munculnya ujaran kebencian, komersialisasi agama, dan konten provokatif. Etika dakwah digital menuntut da’i untuk:
- Menjaga keaslian pesan dan kejujuran dalam konten,
- Menghindari sensasi dan provokasi,
- Menghormati audiens lintas latar belakang,
- Menggunakan media sosial sebagai sarana kebaikan, bukan perpecahan.
Da’i masa kini bukan hanya penyampai pesan, tetapi juga penjaga moral ruang publik digital.
Etika Dakwah dalam Perspektif Al-Qur’an
Al-Qur’an memberi pedoman moral yang kuat bagi juru dakwah:
- Hikmah – kebijaksanaan dalam pendekatan.
- Mau‘izhah Hasanah – nasihat yang lembut dan penuh kasih sayang.
- Mujadalah Billati Hiya Ahsan – dialog dengan cara terbaik (Q.S. An-Nahl [16]:125).
Ketiga prinsip ini menjadi pondasi dakwah Qur’ani yang menyejukkan, rasional, dan penuh cinta.
Kesimpulan
Etika dakwah adalah perpaduan antara ilmu, iman, dan akhlak. Dakwah yang beretika menuntut kejujuran, empati, serta kemampuan memahami konteks zaman. Di era digital, nilai-nilai moralitas Qur’ani harus tetap menjadi pegangan, agar dakwah Islam tidak hanya didengar, tetapi juga dirasakan dalam hati dan diwujudkan dalam perilaku.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
