Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Shaila Firdaus

Reorientasi Pola Hidup Sehat: Refleksi atas Meningkatnya Kasus Hipertensi

Medika | 2025-10-27 08:28:43

Bayangkan sebuah penyakit yang awalnya tidak menimbulkan rasa sakit, tidak menunjukkan tanda gejala, namun diam-diam menggerogoti tubuh seseorang sekaligus berujung kematian. Itulah hipertensi, penyakit yang kerap dijuluki sebagai “The Silent Killer”. Tidak sedikit orang menyadari dirinya terkena hipertensi setelah terjadi komplikasi hebat, seperti gagal ginjal (Chronic Kidney Disease), stroke hingga serangan jantung.

Infografis data hipertensi di dunia dan Jakarta

Hipertensi atau tekanan darah tinggi didefinisikan sebagai meningkatnya tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dengan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg dalam dua kali pengukuran dengan jarak waktu pengukuran 5 menit pada keadaan istirahat yang cukup atau dalam kondisi tenang. Tekanan sistolik merupakan tekanan arteri ketika jantung berkontraksi dan memompa darah ke seluruh tubuh yang terletak pada angka atas saat pembacaan tekanan darah. Sedangkan tekanan diastolik merupakan tekanan arteri ketika jantung sedang dalam kondisi relaksasi dan terletak pada angka bawah saat pembacaan tekanan darah. Keduanya sangat krusial dalam menilai risiko penyakit kardiovaskular.

World Health Organization (WHO) melaporkan data, lebih dari 1,28 miliar orang dewasa pada tahun 2021 terkena hipertensi atau tekanan darah tinggi dengan tingkat mayoritas kasus tersebut banyak ditemui di negara dengan kelas pendapatan ekonomi menengah ke bawah. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2019 memprediksi adanya kelonjakan yang intens pada kasus hipertensi, yakni terdapat 1,5 miliar kasus yang mengakibatkan 9,4 juta penderita penyakit hipertensi beserta komplikasinya merenggut nyawa. Fakta tersebut menunjukkan bahwa hipertensi bukan hanya sekadar permasalahan medis, melainkan berkaitan dengan ketidakmerataan sosial-ekonomi. Negara dengan pendapatan rendah sering kali memiliki keterbatasan akses layanan kesehatan dan rendahnya edukasi kesehatan. Fenomena tersebut justru menciptakan lingkaran masalah, yang dimana sekelompok masyarakat justru paling rentan dan paling banyak menanggung beban hipertensi beserta komplikasinya.

Hipertensi sebagai Cerminan Pola Hidup

Lonjakan secara intens pada kasus penyakit hipertensi bukanlah suatu peristiwa kebetulan, melainkan lahir dari transformasi pola gaya hidup masyarakat yang tidak sehat seperti tingginya tingkat konsumsi makanan fast food dan tinggi garam, kebiasaan merokok dan minimnya aktivitas fisik. Hal tersebut didukung oleh sebuah penelitian pada tahun 2022 di Puskesmas Bualemo yang menemukan sejumlah 90% pralansia dengan total 54 responden memiliki pola gaya hidup yang buruk, dan 48,1% dengan total 26 orang dari 54 responden menderita hipertensi tingkat II.

Sementara itu, sebuah penelitian di wilayah kerja Puskesmas Tamalanrea Jaya Makassar juga mencatat sejumlah 82% lansia penderita penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi berada di kategori stage II dengan faktor yang mendominasi berupa rendahnya aktivitas fisik, stres dan juga merokok.

Peneliti Lakoro dkk. (2023) menegaskan, “gaya hidup yang buruk responden merupakan pemicu utama terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi pada responden”. Pernyataan tersebut didapatkan melalui kuesioner yang dilengkapi wawancara pada pralansia di wilayah Puskesmas Bualemo dengan dibuktikan sejumlah 90% responden memiliki gaya hidup yang buruk.

Pemetaan Kasus Hipertensi di Kalangan Masyarakat

Surveilans kesehatan di DKI Jakarta pada tahun 2024 mencatat sejumlah 699.190 penderita hipertensi. Hasil penelitian mencatat penyakit hipertensi di dominasi oleh perempuan sejumlah 66,9%, dengan prevalensi tertinggi pada kelompok usia 60-69 tahun (30,22%). Dari segi wilayah, Jakarta Timur melaporkan kasus hipertensi tertinggi dengan persentase 31%, diikuti Jakarta Barat (25%). Data tersebut menunjukkan adanya konsentrasi kasus di wilayah tersebut. Tren kejadian tersebut juga tidak stabil, pada bulan Oktober, jumlah kasus mengalami lonjakan yang intens menjadi 75.914, jauh lebih tinggi dari 51.305 kasus pada bulan Maret.

Refleksi Kritis atas Pola Hidup dan Pencegahan Hipertensi

Hipertensi merupakan konsekuensi akhir dari kebiasaan yang berulang seperti kurangnya aktivitas fisik, stres, merokok, serta pola makan tinggi garam. Fakta tersebut menunjukkan bahwa pencegahan sangat krusial dibandingkan menunggu terkena komplikasi. Refleksi yang kritis membawa kita untuk menyadari akan pentingnya mencegah hipertensi bukanlah sesuatu yang susah, namun membutuhkan kesabaran dan konsistensi. Berdasarkan temuan penelitian di wilayah Bualemo, Makassar dan surveilans di DKI Jakarta, upaya untuk mencegah hipertensi dapat diarahkan pada langkah-langkah berikut:

 

  • Mengatur Pola Makan Hidup Sehat

Konsumsi makanan tinggi garam yang berlebihan terbukti dapat meningkatkan tekanan darah tinggi karena memicu retensi cairan dalam tubuh. World Health Organization (WHO) merekomendasikan asupan garam dengan tidak lebih dari 5 gram per orang per hari.

 

  • Meningkatkan Aktivitas Fisik Secara Teratur

Ditemukan data dari Makassar yang menunjukkan responden dengan aktivitas fisik yang rendah dikategorikan sebagai hipertensi stage II. Hipertensi dapat dicegah dengan olahraga ringan seperti jalan cepat, bersepeda, atau senam dengan durasi 30 menit yang mampu menurunkan tekanan darah sekaligus meningkatkan kualitas jantung kita.

 

  • Menghentikan Kebiasaan Merokok dan Alkohol

Kebiasaan merokok dapat mempercepat proses pengerasan dan penyempitan pada arteri, yang sehingga dapat meningkatkan risiko hipertensi berat. Pihak desa perlu memberikan penyuluhan tentang berhenti merokok dan mengurangi alkohol. Dengan upaya tersebut, bukan hanya menyelamatkan individu saja, akan tetapi juga mengurangi beban ekonomi sistem kesehatan.

Dengan adanya refleksi tersebut, menunjukkan bahwa pencegahan kasus hipertensi merupakan perpaduan antara kesadaran setiap individu dan juga dukungan lingkungan sekitar. Tanpa adanya refleksi dan reorientasi pola hidup dari hulu hingga hilir, hipertensi akan menjadi pembunuh senyap yang mengancam dan merugikan generasi mendatang.

Hipertensi merupakan cerminan diri dari pilihan hidup masyarakat yang modern dan menunjukkan bagaimana sesuatu yang instan sering kali dibayar mahal dengan kesehatan jangka panjang. Dengan menata ulang atau reorientasi pola hidup yang lebih baik di titik level individu maupun kebijakan pemerintah, masyarakat dapat mengubah hipertensi menjadi momentum perubahan menuju ke kehidupan yang lebih sehat.

Tentang Penulis

Shaila Firdaus Asysyafika (NIM : 432251024) merupakan mahasiswa Program Studi D4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Universitas Airlangga

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image