Demo Membara: Pajak Naik Mengiris Daya Beli, Janji Partisipasi Publik Dilupakan
Edukasi | 2025-10-26 14:30:39Kenaikan PBB-P2 hingga 250% di Pati memicu gelombang demo membara. Ribuan warga, mahasiswa, hingga buruh turun ke jalan menolak kebijakan yang dianggap mencekik daya beli. Spanduk dan orasi protes menggema, menuding pemerintah abai pada janji partisipasi publik. Sementara itu, alasan defisit anggaran dan pemotongan dana transfer dari pusat tak mampu meredakan amarah rakyat yang kian terhimpit beban hidup.
Kebijakan yang Membakar Amarah
Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen di Kabupaten Pati sontak menjadi pemicu gelombang protes. Kebijakan ini dinilai sepihak, tanpa dialog yang melibatkan masyarakat. Alih-alih menjadi instrumen pembangunan, pajak justru dianggap sebagai beban tambahan di tengah kondisi ekonomi rakyat yang sudah rapuh.
Jalanan Jadi Panggung Perlawanan
Ribuan warga, mahasiswa, hingga serikat buruh turun ke jalan. Spanduk dan poster bernada protes dibentangkan, orasi lantang menggema di depan kantor pemerintahan. Seruan mereka jelas: hentikan kenaikan pajak yang mencekik. Massa bahkan menyerukan agar pejabat daerah bertanggung jawab atas kebijakan yang dianggap merugikan rakyat kecil.
Rakyat Kian Terhimpit
Bagi pedagang kecil, petani, hingga pekerja harian, kenaikan pajak bukan sekadar angka. Dampaknya langsung terasa: harga kebutuhan pokok makin sulit dijangkau, daya beli semakin merosot, dan ancaman kehilangan penghasilan mengintai. Situasi ini diperparah dengan inflasi yang sudah naik lebih dulu, sehingga rakyat kecil menjadi kelompok yang paling tertekan.
Respon Pemerintah yang Dipertanyakan
Pemerintah daerah beralasan kenaikan PBB-P2 merupakan jalan keluar atas defisit anggaran dan berkurangnya dana transfer dari pusat. Namun, klarifikasi itu tak cukup meredakan kemarahan publik. Di tingkat pusat, janji untuk meninjau ulang kebijakan transfer dana belum memberikan kepastian. Bagi rakyat, alasan fiskal tidak sebanding dengan beban hidup yang semakin berat.
Janji Partisipasi Publik yang Hilang
Ironisnya, pemerintah sebelumnya sempat menjanjikan keterlibatan publik dalam penyusunan kebijakan fiskal. Namun kenyataannya, forum dialog dan ruang partisipasi tak pernah benar-benar diwujudkan. Janji itu kini dianggap tak lebih dari slogan kosong yang memicu semakin besarnya ketidakpercayaan rakyat kepada pemerintah.
Harapan yang Masih Tersisa
Masyarakat mendesak agar pemerintah membuka ruang dialog, meninjau ulang tarif pajak, serta menjamin transparansi dalam setiap kebijakan fiskal. Tanpa langkah nyata, protes diperkirakan akan terus membesar dan api perlawanan semakin sulit dipadamkan. Bagi rakyat, pajak bukan sekadar kewajiban, melainkan simbol keadilan sosial yang harus ditegakkan bersama.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
