Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Bryan Moslem Saifullah

Malam Ketika Bulan Malu-Malu Merah

Info Terkini | 2025-10-22 10:14:50
Fenomena Blood Moon tampak dari teleskop.

Pada malam 7 September 2025 hingga dini hari 8 September 2025, langit Indonesia dihiasi oleh fenomena langka Gerhana Bulan Total, yang dikenal pula dengan sebutan Blood Moon. Fenomena ini terjadi ketika Bumi berada tepat di antara Matahari dan Bulan, sehingga cahaya Matahari yang seharusnya mengenai Bulan terhalang oleh Bumi dan hanya sebagian kecil cahaya yang dibiaskan melalui atmosfer. Cahaya ini menghasilkan rona merah gelap yang menawan di permukaan Bulan, warna khas yang memberi nama Blood Moon. Menurut data resmi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gerhana ini dapat diamati hampir di seluruh wilayah Indonesia, bergantung pada kondisi cuaca setempat.

Pemberitahuan dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) terkait dengan Gerhana Bulan Pada Bulan September 2025.

Fase gerhana dimulai pada 22.26 WIB ketika Bulan mulai memasuki bayangan penumbra Bumi, disusul dengan fase sebagian pada 23.26 WIB. Fenomena mencapai puncaknya pada 01.11 WIB (atau 02.11 WITA dan 03.11 WIT), saat seluruh permukaan Bulan berada dalam bayangan inti Bumi (umbra) dan tampak berwarna merah kejinggaan. Fase totalitas ini berlangsung selama 1 jam 22 menit, sebelum akhirnya gerhana berakhir sepenuhnya pada 03.56 WIB. Durasi keseluruhan dari awal hingga akhir mencapai sekitar 5 jam 26 menit, menjadikannya salah satu gerhana bulan total dengan waktu pengamatan cukup panjang sepanjang dekade ini.

Secara astronomis, gerhana bulan total tersebut terlihat di hampir seluruh Indonesia (dari Sumatera hingga Papua). BMKG Sumatera Selatan melaporkan bahwa fenomena ini teramati jelas di Palembang dan sekitarnya, dengan posisi Bulan pada ketinggian antara 31° hingga 39° di langit barat daya saat puncak totalitas. Warga setempat berbondong-bondong menyaksikan momen langka ini dari halaman rumah dan area terbuka. Di Kalimantan Selatan, Stasiun Klimatologi Banjarbaru bahkan mengadakan kegiatan pengamatan bersama di Lapangan dr. Murdjani, yang dihadiri oleh masyarakat dan pelajar sebagai bentuk edukasi astronomi publik. Sementara itu, di Makassar, Sulawesi Selatan, puncak gerhana sekitar pukul 02.11 WITA dapat terlihat dengan jelas di beberapa titik kota ketika langit cerah.

Namun, tidak semua wilayah memiliki keberuntungan yang sama. Di Bali, pengamatan gerhana dilaporkan terhalang awan tebal dan hujan di sebagian besar wilayah. Badan Meteorologi setempat menyebutkan bahwa meskipun fenomena dapat diamati secara astronomis, kondisi atmosfer yang lembap menyebabkan Bulan tertutup awan sehingga fase total sulit terlihat. Di wilayah timur seperti Papua dan Maluku, gerhana tetap dapat diamati dengan baik pada fase akhir menjelang fajar, meski durasi pengamatan lebih singkat karena waktu setempat yang lebih cepat menuju pagi.

BMKG menegaskan bahwa gerhana bulan merupakan fenomena alam yang tidak menimbulkan dampak negatif terhadap Bumi, seperti gempa bumi atau perubahan cuaca ekstrem. Fenomena ini murni peristiwa astronomi yang rutin terjadi dan dapat diprediksi dengan sangat akurat. Masyarakat dihimbau untuk menyaksikannya sebagai momen edukatif dan reflektif, bukan dengan rasa takut atau dikaitkan dengan pertanda mistis. Meski demikian, di beberapa daerah, tradisi dan nilai spiritual tetap hidup berdampingan dengan sains. Dalam budaya Jawa misalnya, gerhana masih sering dikaitkan dengan mitos “raksasa menelan Bulan”, sementara dalam Islam, umat muslim melaksanakan shalat khusuf sebagai bentuk pengingat akan kebesaran Tuhan.

Fenomena Gerhana Bulan Total 2025 menjadi contoh nyata bagaimana ilmu pengetahuan, tradisi, dan keimanan dapat berpadu dalam harmoni. Ia tidak hanya memperlihatkan keindahan langit malam, tetapi juga memperkaya wawasan dan kesadaran masyarakat terhadap keteraturan semesta. Melalui dokumentasi ilmiah, foto publik, serta kegiatan edukasi di berbagai daerah, peristiwa ini diharapkan mampu meningkatkan literasi astronomi masyarakat Indonesia, sekaligus menegaskan bahwa keindahan alam semesta senantiasa mengandung nilai ilmu dan makna spiritual yang mendalam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image