Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Siti Sarah

Langkah Kontrol Sosial Politik: Melalui Demonstrasi Aksi Mewujudkan Pergerakan

Politik | 2025-10-21 08:23:22
Sering menjadi sebuah hal yang disalah maknakan dengan berbagai sudut pandang buruk tentang demonstrasi, yang dimana hal ini menjadi sebuah perdebatan dan dilema keras diberbagai kalangan masyarakan, dalam keadaan yang menyesakkan saat ini karena terlalu banyaknya gejolak yang disebabkan atau bersumber dari politik perlu adanya kesadaran dan juga pergerakan nyata untuk menciptakan perubahan. Sejatinya masyarakat memiliki wewenang kuat akan kontrol politik yang menjadi sebuah aspek yang mengatur seluruh kebijakan yang kita laksanakan.

Maka dari itu salah satu langkah yang menjadi wujud nyata dari kontrol sosial yakni demonstrasi. Perlu dipahami bahwa demonstrasi merupakan mekanisme penting dalam sebuah demokrasi guna tewujudnya pergerakan yang dapat memberikan impek kontrol sosial. Dengan itu pula demonstrasi atau unjuk rasa yang menggambarkan sebuah pergerakan nyata atas aspirasi dalam bentuk publik yang didorong oleh hak sebagai warga negara yang menduduki sistem demokrasi.

Telah diuraikan pada Undang-Undang Dasar 1945 yang terletak pada Pasal 28 bahwasannya kebebasan/kemerdekaan berserikat dan berkumpul dalam rangka mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagaimana ditetapkan undang-undang. Maka berangkat dari itu rakyat yang merupakan elemen penting dalam pemerintahan, demokrasi harusnya diperhatikan apabila mengeluarkan kebijakan sesuai kebutuhan yang dapat memakmurkan rakyatnya.

Menurut Abraham Lincolin, demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat. Maka dapat diartikan bahwasannya warga negara seluruhnya memiliki hak yang sama dalam pengambilan keputusan untuk mengatur kehidupan. Sistem demokrasi yang baik memperkenankan warga negaranya ikut serta baik secara langsung maupun melalui perwakilan dalam perumusan hukum yang akan mengikat warganya.Menurut Mushafi M. dan Marzuki I. (2018), hukum dan masyarakat adalah dua topik yang berbeda. Namun, kedua hal ini saling terkait dan memengaruhi satu sama lain. Menurut Antonie A. G. Peters, terdapat tiga cara pandang mengenai hubungan antara hukum dan masyarakat.

Pandangan pertama adalah kontrol sosial yang mengedepankan bagaimana polisi memahami dan menerapkan hukum. Selanjutnya, pandangan kedua dikenal sebagai Social Engineering, yang melihat hukum dari sudut pandang teknokrat dengan penekanan pada peran pejabat dalam pelaksanaan hukum, terutama dalam penggunaan kekuasaan untuk mencapai tujuan sosial. Terakhir, pandangan ketiga adalah emansipasi masyarakat, yang lebih fokus pada pemahaman hukum sebagai alat untuk memenuhi aspirasi masyarakat, dengan dasar konsep hukum responsif yang diusulkan oleh Nonet dan Selznick.

Untuk menghubungkan hukum dengan aspirasi masyarakat, penerapan demokratisasi yang efektif sangatlah penting.Maka dengan sistem demokrasi dan juga bagaimana hukum dapat mengikat masyaratakat, rakyatpun mendapat wewenang untuk mengendalikan aturan jika terdapat hukum yang tidak relevanbahkan terlalu memberatkan rakyat. Dengan kontrol sosial dalam segi politik seperti itu langkah nyata untuk menyalurkan aspirasi masyarakat dengan dengan demontrasi aksi yang mampu mewujudkan pergerakan yang signifikan.

Bentuk utama dari upaya demokratisasi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang adalah melalui sejumlah kelompok sosial yang muncul dari masyarakat itu sendiri. Kelompok-kelompok ini berperan dalam memastikan bahwa proses demokratisasi berjalan dengan efektif dan baik demi tercapainya tujuan dari regulasi yang sedang atau akan berlaku bagi masyarakat. Usaha yang dilakukan oleh kelompok sosial ini dikenal sebagai gerakan sosial. Pelaksanaan demokratisasi di Indonesia sebagai negara yang mengadopsi demokrasi dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat melalui aksi demonstrasi.

Salah satu aktor utaa dari kelompok sosial yang terbentuk dari masyarakat yakni mahasiswa yang sekaligus mempunyai kedudukan peran dalam perubahan. Wajibnya keterlibatan mahasiswa dalam masyarakat mendorong terbentuknya gerakan mahasiswa sebagai sarana bagi mereka untuk mewakili suara rakyat dan menyampaikan harapan-harapan tersebut. Sebagai gerakan sosial yang memiliki peran signifikan dalam membentuk pandangan politik, mahasiswa yang memiliki karakter sebagai agen perubahan telah mengumpulkan banyak pengetahuan dan dilengkapi dengan sikap kritis mengenai kondisi pemerintah serta dampaknya terhadap masyarakat.

Mereka dapat menghubungkan pandangan politik yang berasal dari masyarakat, yaitu rakyat Indonesia.Gerakan mahasiswa memiliki peranan penting tidak hanya untuk mengungkapkan pandangan demi menciptakan pemerintahan Indonesia yang bersih, tetapi juga demi kepentingan rakyat yang dipimpin. Kepentingan tersebut mencakup hak-hak sosial masyarakat yang diperjuangkan melalui aksi protes. Hak-hak sipil yang diperjuangkan ini didorong oleh mahasiswa untuk mewujudkan penerapan nilai-nilai demokrasi dan pembebasan masyarakat yang sepenuhnya tercermin dalam pelaksanaannya.

Dalam setiap masa pemerintahan, mahasiswa berperan sebagai kaum cerdas yang memandang hukum dari sudut pandang masyarakat. Dengan sikap kritis yang ditunjukkan, mahasiswa memiliki kesempatan besar untuk berkontribusi. Dengan keberanian dalam menyampaikan aspirasi, pemerintah seharusnya mampu memahami langsung keluhan masyarakat terkait kebijakan yang mereka buat. Kekuatan mahasiswa dalam menyatukan suara melalui demonstrasi merupakan kekuatan yang signifikan dalam mendorong perubahan ke arah yang lebih baik serta sesuai dengan nilai-nilai yang mendasar terhadap fungsi pemerintahan suatu negara, dalam hal ini Indonesia (Mardianti E. , 2022).

Sejarah mencatat banyak aksi demonstrasi besar yang telah berlangsung di Indonesia, yang menunjukkan bahwa demonstrasi merupakan gerakan yang sangat penting dan memiliki pengaruh besar dalam membawa perubahan berarti bagi sistem politik di Indonesia.Pada tahun 1998, aktivitas mahasiswa di Indonesia mencapai titik tertingginya dalam melawan rezim Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto. Krisis keuangan yang terjadi di Asia pada tahun 1997 memicu rasa ketidakpuasan yang telah lama ada di masyarakat terhadap pemerintah, sehingga mendorong mahasiswa untuk bertindak lebih agresif. Meningkatnya masalah ekonomi dan maraknya korupsi, kolusi, serta nepotisme (KKN) menjadi fokus utama dalam setiap aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa (Muzakar, 2019).

Gerakan mahasiswa di tahun 1998 dikenal dengan aksi-aksi demonstrasi besar yang berhasil mengumpulkan dukungan dari berbagai lapisan masyarakat. Puncak dari aksi ini terjadi ketika ribuan mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR pada bulan Mei 1998, tindakan yang menjadi simbol perlawanan mereka terhadap pemerintahan Soeharto. Permintaan utama yang diajukan oleh gerakan ini termasuk reformasi dalam bidang politik dan ekonomi, serta penghapusan dwi fungsi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), yang dianggap sebagai landasan kekuasaan Orde Baru (Muzakar, 2019). Gerakan ini berhasil menjatuhkan Soeharto dari kursi kepresidenan setelah ia berkuasa selama 32 tahun, menandakan akhir era Orde Baru dan dimulainya era reformasi di Indonesia.

Keberhasilan ini mencerminkan kekuatan dan pengaruh mahasiswa dalam proses perubahan sosial dan politik di Indonesia, serta peran mereka sebagai agen perubahan yang sangat penting (Muzakar, 2019).Walau sebagai gerakan yang dapat merubah kebijakan yang tidak sesuai dan dapat menyampaikan sebuah aspirasi namun kejadian negatif pada aksi biasanya dapat menyulutkan kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi disamping itu bahkan sampai pada melupakan esensi dari fungsi demonstrasi untuk tercapainya demokrasi yang utuh. Tak hanya itu tak sedikit aparat yang menjadi oknum bahkan beberapa membayar intel untuk menculik dan menahan para demonstran.

Berbagai penelitian telah mengidentifikasi penyebab kekerasan yang dilakukan oleh aparat dalam aksi demonstrasi. Kurniansyah dan Suherman (2024) menemukan bahwa alasan utama yang mendorong polisi menggunakan kekerasan adalah provokasi, kurangnya profesionalisme petugas, dan keadaan lapangan yang tidak teratur. Temuan serupa juga disampaikan oleh Indriyanto (2023): para demonstran merasa tidak puas karena harapan mereka tidak terpenuhi, adanya provokator di antara massa, dan sebagian aparat bertindak tidak profesional, sehingga situasi mudah beralih menjadi anarkis.

Data resmi dari Polda Metro Jaya mendukung temuan ini: pengalaman mereka selama demonstrasi tahun 2019 hingga 2022 menunjukkan bahwa provokasi menjadi faktor utama yang mengubah massa yang tadinya damai menjadi rusuh. Selain itu, faktor-faktor sosial dan politik yang lebih luas juga berkontribusi dalam meningkatkan ketegangan, seperti ketidakadilan ekonomi, tingkat pengangguran, serta kebijakan pemerintah yang kontroversial. Secara keseluruhan, penelitian menyimpulkan bahwa kekerasan tidak terjadi secara tiba-tiba, biasanya ada pemicu baik situasional maupun struktural yang menyebabkan demonstrasi melampaui batas damai.UU No. 39/1999 dan UU No. 9/1998 menggarisbawahi bahwa kebebasan untuk menyatakan pendapat dan berkumpul secara damai adalah hak yang dilindungi oleh konstitusi. Kurniansyah dan Suherman menjelaskan bahwa "tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian saat aksi protes adalah masalah yang kerap menarik perhatian" karena UU Hak Asasi Manusia memberikan dasar hukum untuk melindungi hak menyampaikan pendapat, berkumpul, serta terhindar dari perlakuan yang kejam. Dengan kata lain, setiap tindakan polisi yang melebihi "kebutuhan" seperti penggunaan kekuatan berlebihan dapat dianggap sebagai pelanggaran HAM. Komnas HAM juga menegaskan bahwa aparat kepolisian seharusnya menghindari konflik langsung dalam demonstrasi dan lebih mengedepankan dialog yang persuasif. Di sisi lain, insiden-insiden penembakan menggunakan peluru tajam terhadap demonstran, pemukulan yang terjadi tanpa peringatan, atau penangkapan terhadap individu tanpa mengikuti prosedur yang sah jelas mengancam jaminan konstitusional tersebut. Hak asasi masyarakat untuk melakukan demonstrasi dengan aman adalah pilar utama dalam demokrasi; setiap pelanggaran yang berlebihan oleh aparat menunjukkan pengkhianatan terhadap prinsip ini.Maka sebagai penganut sistem demokrasi negara Indonesia perlu banyak mengevaluasi dalam segi pemerintahan serta bagaimana landasan kewenangan atauperesmian hukum dapat disahkan yang seharusnya memikirkan relevansi dari berbagai pihak.KesimpulanDalam kontrol sosial politik masyarakat memilikihak dan peran penting untuk mengendalikan hukum yang dapat mempengaruhi kehidupan dan dapat mengikat setiap kepentingan masyarakat. Tak hanya itu meningkatkan kesadaran dalam sebuah perubahan dan daya kritis untuk terus memantau serta menganalisis keberlanjutan negara dan pemerintah.Perspektif pembebasan masyarakat merupakan salah satu dari tiga faktor yang bisa menentukan apakah suatu peraturan hukum sesuai atau tidak dengan yang diaturnya. Salah satu pendekatan yang dapat diambil untuk melaksanakan pembebasan masyarakat adalah melalui aksi sosial yang dilakukan oleh komunitas. Aksi sosial berupa unjuk rasa dapat dilaksanakan untuk menyampaikan aspirasi secara cepat dan dianggap efisien karena dilakukan langsung di area lembaga yang terkait. Unjuk rasa tak hanya dapat dilakukan oleh kelompok yang memiliki kepentingan langsung terhadap kebijakan yang akan dikritik, tetapi juga dapat diadakan oleh kelompok masyarakat yang merasa terdorong secara moral melihat peristiwa hukum yang terjadi. Dengan demikian, diharapkan dampak dari unjuk rasa terhadap hukum adalah agar peraturan yang menjadi sorotan dapat lebih selaras dan pemerintah lebih cepat dalam mempertimbangkan berbagai keluhan dari rakyat yang dipimpinnya, baik dalam lingkup area kecil seperti daerah, maupun dalam skala yang lebih luas seperti negara Indonesia.REFERENSIBunajar, H., & Wardhani, N. W. (2023). GERAKAN MAHASISWA DALAM BENTUK DEMONSTRASI SEBAGAI BAGIAN DARI DEMOKRASI PADA MASA ORDE BARU. Ganesha Civic Education Journal, 5(1), 52–56. Retrieved from https://ejournal2.undiksha.ac.id/index.php/GANCEJ/article/view/5142Fithriyatirrizqoh, F., & Zhanaty, N. (2024). Mengkaji Keefektifan Gerakan Mahasiswa dalam Mendorong Perubahan Kebijakan Pemerintah Melalui Demonstrasi. Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, 10(24.2), 491-504. Retrieved from https://www.jurnal.peneliti.net/index.php/JIWP/article/view/9493Kurniansyah,I.,&Suherman,A.(2024).Perilakukekerasanaparatkepolisiandalamaksi demonstrasi mahasiswa menurut perspektif hukum dan HAM. jurnal.kopusindo.com.Mushafi, M., & Marzuki, I. (2018). Persinggungan Hukum dengan Masyarakat dalam Kajian SosiologiMuzakar, A. (2019). Gerakan Mahasiswa Dalam Perspektif Karl Marx.Sholeh, B., Soffiatun, S. ., & Afriliani, F. . (2023). Meningkatkan Ketrampilan Sosial dalam Pembelajaran IPS. Jurnal Ilmiah Profesi Pendidikan, 8(2), 1264–1269. https://doi.org/10.29303/jipp.v8i2.1609ZAENY, A. R. (2015). Pernyertaan Dalam Demonstrasi Yang Bersifat Anarkhis (Doctoral dissertation, Universitas Airlangga).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image