Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Reyno Fahreza Andin

Fenomena Feodalisme di Lingkungan Pesantren: Antara Adab dan Relasi Kuasa dalam Dunia Pendidikan

Agama | 2025-10-18 09:41:39
"Ilustrasi yang menggambarkan kontroversi seputar "feodalisme" di pesantren, serta perbedaan pandangan masyarakat. " Sumber gambar: Gemini AI.

Belakangan ini kita sebagai warganet dihebohkan dengan ada berita yang dikeluarkan salah satu stasiun televisi nasional, dalam beritanya menyebutkan adanya tindakan "Feodalisme" di lingkungan pesantren. Berita tersebut menayangkan potongan-potongan santri yang membungkuk, jongkok dan mengesot untuk memberikan amplop ke kiai, yang kemudian dianggap sebagai simbol ketimpangan kuasa antara kiai dan santri. Ini membuat timbulnya pro kontra di kalangan masyarakat luas, ada masyarakat menganggap bahwa prilaku yang di lakukan santri kepada kiai itu berlebihan dan banyak juga masyarakat menganggap bawha prilaku itu normal karena itu adalah cara santri menghargai dan menghormati guru atau kiai yang telah memberikan ilmu.

Fenomena ini sangat menarik untuk dikaji dalam perspektif pendidikan dan sosiologi, terlebih jauh lagi ini menyangkut relasi antara pendidik dan peserta didik, struktur dalam lembaga pendidikan, serta nilai budaya yang telah di wariskan. Sebelum kita memasuki lebih dalam kita harus memahi terlebih dahulu apa itu pesantren di lembaga pendidikan dan apa itu sikap feodalisme.

Pesantren Lembaga Pendidikan Tradisional

Pesantren merupakan lembaga pendidikan agama islam yang di lakukan dengan sistem pondok(asrama) dengan kiai sebagai guru atau figur utama dan masjid sebagai pusat kegiatan belajar mengajarnya. Sejak awal adanya pesantren, pertumbuhan setiap pesantren itu ber beda-beda sehingga tidak ada standarisasi bagi seluruh pesantren. Namun didalam proses perkembangan pesantren ini memiliki pola umum yang menjadi ciri khas pesantren itu sendiri, seperti: adanya kiai, masjid, santri dengan tempat tinggal nya di asrama, dan pengajian kitab kuning nya. (Dr. HM. Zainuddin, MA, 2013, https://uin-malang.ac.id/r/131101/mengenal-dunia-pesantren.html)

Dalam pandangan klasik, hubungan antara kiai dan santri bersifat patron klien, yaitu santri menghormati kiai sementara kiai membimbing nilai spiritual dan moral santri. Menurut teori Robert K. Merton dengan pemahamannya mengenai fungsi laten dan manifes pendidikan, pesantren memiliki fungsi manifes sebagai lembaga pengajaran ilmu agama islam, sedangkan fungsi laten pesantren adalah tempat pembentukan karakter, solidaritas sosial, serta menjunjung tinggi nilai moral.

Seiring perkembangan zaman nilai budaya yang dilakukan santri untuk menghormati guru atau kiai mulai di pertanyakan, seperti jalan menunduk, mencium tangan berlebihan, bahkan ada santriwati bersih-bersih rumah kiai secara gratis. Ini membuat netizen indonesia bertanya-tanya "apakah ini bagian dari pengajaran di pesantren atau sudah mengacu terhadap nilai feodal?".

Feodalisme Dalam Perspektif Pendidikan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Feodalisme adalah sistem sosial atau politik yang memberikan kekuasan besar terhadap golongan bangsawan. Secara sosiologis, ini mengacu terhadap sistem sosial yang ditandai dengan timbulnya sebuah ketimpangan kekuasaan antara kelompok atas dengan kelompok bawah. Dalam konteks dunia pendidikan, Feodalisme ini akan muncul jika relasi antara pendidik dan peserta didik hierarkis secara berlebihan, sehingga dapat menghambat pemahaman nalar kritis para peserta didik.

Dalam kasus pondok pesantren, sebagian masyarakat menganggap bahwa praktik santri seperti yang telah disebutkan sebelumnya, menganggap sebagai sebuah bentuk "pemaksaan penghormatan". Sementara dari sudut pandang pesantren menilai bahwa hal-hal tersebut adalah bagian dari pendidikan moral, seperti rasa hormat, sopan santun, dan ketundukan terhadap ilmu.

Menurut Paulo Freire, tujuan pendidikan adalah membangun kesadaran kritis pada peserta didik, bukan menciptakan relasi kuasa yang menindas dan memaksa. Dalam konteks ini. jika nilai penghormatan di pesantren berubah menjadi bentuk dominasi, maka tujuan pendidikan yang seharusnya membangun kesadaran kritis akan hilang.

Dinamika Relasi Antara Adab dan Kekuasaan

Banyak juga pondok pesantren yang menanamkan nilai moral dengan cara yang humanis dan dialogis. Namun, ada juga praktik yang di lakukan oleh oknum pesantren yang melakukan dominasi, misalnya seperti mengatur keputusan personal santri, melakukan pendisiplinan terlalu keras, atau mengontrol kehidupan santri dengan berlebihan.

Dalam teori interaksionisme simbolik (Erving Goffman), tindakan sosial selalu memiliki sebuah makna simbolik. Gestur menghormati kiai sendiri, seperti mencium tangan bukan semata-mata sebagai sebuah bentuk penindasan, tetapi dapat di artikan sebagai sebuah tanda menghormati guru, menghargai ilmu, dan juga sebagai nilai tradisi budaya. Namun, ini dimaknai berbeda oleh masyarakat modern sekarang yang menekankan kesetaraan dan kebebasan individu.

Implikasi terhadap Dunia Pendidikan

Dari kasus ini membuka refleksi bagi seluruh lembaga pendidikan di Indonesia, bagaimana sebuah sistem pendidikan yang membangun nalar kritis dan menghormati nilai budaya tanpa adanya nilai-nilai pemaksaan terhadap prosesnya.

 

  1. Pendidikan perlu menyeimbangkan antara Kebebasan berpendapat dengan Adab.
  2. Pendidik disini harus sebagai teladan, bukan penguasa.
  3. Lembaga Pendidikan Tradisional perlu menyesuaikan dengan nilai-nilai yang relvan di kehidupan sekarangan dan mana nilai-nilai yang sudah tidak relvan.
  4. Media dan Masa perlu memahami konteks budaya lokal, seperti nilai adab dalam pesantren tidak bisa langsung disamakan dengan feodalisme bangsa Eropa.

Adanya isu "Feodalisme di Pondok Pesantren" menunjukan timbulnya ketengan antara tradisi dan modernitas dalam dunia pendidikan. Fenomena ini sebaiknya di secara proporsional, karena di satu sisi pondok pesantren memainkan nilai penting dalam dunia pendidikan agama Islam. Namun di sisi lain perlu adanya keterbukaan antara nilai-nilai baru karena perubahan zaman.

Perbincangan mengenai isu ini bukan dimaksud untuk menyalahkan pesantren, melainkan untuk mendorong refleksi agar nilai adab, kebebasan berpendapat, serta saling menghormati dapat tumbuh seimbang di dalam lingkungan pendidikan Indonesia. Pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang dapat memadukan kearifan lokal dan keinginan melakukan perubahan kearah yang lebih baik, dengan begitu pendidikan mampu melahirkan seorang manusia cerdas secara intelektual, matang secara moral, dan kuat secara sosial.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image