Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Jeje Zaenudin

Pesantren dan Tuduhan Feodalisme: Salah Paham yang Perlu Diluruskan

Agama | 2025-10-17 10:04:47
Sumber gambar: NU Online (www.nu.or.id)

Oleh: Jeje Zaenudin Mahasiswa UBP Karawang

Dalam beberapa waktu terakhir, muncul perdebatan di ruang publik tentang tuduhan bahwa pesantren adalah bentuk baru dari sistem feodalisme. Tuduhan ini kerap muncul karena praktik pengabdian santri kepada kiai — seperti membantu di dapur, bertani, atau ikut membangun pondok — dianggap sebagai eksploitasi yang terselubung.

Namun, pandangan tersebut tampak terburu-buru dan tidak memahami secara mendalam bagaimana struktur sosial dan nilai-nilai yang hidup di dalam dunia pesantren bekerja. Sebelum menilai, penting untuk memahami terlebih dahulu apa itu feodalisme dan bagaimana pesantren beroperasi sebagai lembaga pendidikan dan spiritual.

Feodalisme dan Pesantren: Dua Sistem yang Berbeda Akar

Feodalisme merupakan sistem sosial di mana segelintir orang memiliki kekuasaan mutlak atas kelompok lain. Dalam sistem ini terdapat hierarki yang kaku, keterpaksaan dalam hubungan sosial, serta minimnya mobilitas sosial bagi rakyat jelata. Rakyat bekerja demi kepentingan tuannya, bukan karena pilihan, melainkan karena keterpaksaan ekonomi dan struktur sosial yang menindas. Sementara itu, pesantren memiliki struktur yang berbeda secara fundamental. Kiai memang menjadi pusat, namun bukan sebagai “raja kecil” yang memiliki kekuasaan mutlak, melainkan sebagai guru spiritual yang dihormati karena keilmuan dan keteladanannya.

Hubungan antara kiai dan santri berlandaskan penghormatan dan spiritualitas, bukan kekuasaan atau ekonomi. Pengabdian santri kepada kiai merupakan bagian dari proses pendidikan moral, pembentukan karakter, dan latihan keikhlasan — bukan sistem eksploitasi seperti dalam feodalisme.

Perbedaan Mendasar antara Pesantren dan Feodalisme

1. Kesukarelaan vs Keterpaksaan Dalam feodalisme, rakyat melayani karena paksaan sosial atau ekonomi. Di pesantren, santri membantu dengan kesukarelaan sebagai bentuk pengabdian dan latihan kerendahan hati dalam menuntut ilmu.

2. Hak dan Mobilitas Sosial Feodalisme menutup peluang bagi masyarakat bawah untuk naik status. Sebaliknya, pesantren membuka ruang mobilitas sosial yang luas. Banyak santri abdi yang kemudian menjadi kiai besar, tokoh masyarakat, bahkan pejuang bangsa.

3. Landasan Nilai dan Tujuan Feodalisme berorientasi pada kekuasaan dan ekonomi, sedangkan pesantren berakar pada nilai religius dan spiritual. Santri mengabdi bukan karena takut atau terpaksa, melainkan karena keyakinan bahwa pengabdian kepada guru mendatangkan keberkahan dan ilmu yang bermanfaat.

Pengabdian Santri: Dimensi Spiritual yang Sering Disalahpahami

Dalam tradisi Islam, penghormatan kepada guru memiliki posisi yang sangat tinggi. Diriwayatkan bahwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib pernah berkata:

عَلَّمَنِي حَرْفًا وَاحِدًا فَقَدْ صَيَّرَنِي عَبْدًا

“Barang siapa yang mengajarku satu huruf saja, maka aku menjadi budaknya.”

Ungkapan ini menunjukkan bahwa penghormatan terhadap guru bukan bentuk perendahan diri, tetapi refleksi dari kesadaran spiritual. Dalam pesantren, melayani kiai adalah bagian dari latihan batin untuk menumbuhkan adab dan keikhlasan dalam menuntut ilmu.

Karena itu, menilai praktik pengabdian santri secara semata-mata dengan kacamata materialistik sama saja dengan mengabaikan dimensi moral dan spiritual yang menjadi ruh utama pendidikan pesantren.

Fenomena “Kiai Instan”: Ketika Panggung Mengalahkan Pengabdian

Meski demikian, kritik tetap perlu diarahkan pada fenomena yang kini mulai menjamur: munculnya figur-figur yang menamakan diri “kiai” atau “guru ngaji” tanpa melalui proses panjang pendidikan pesantren.

Sebagian dari mereka menjadikan pengajian sebagai ajang hiburan atau bahkan konser, lengkap dengan tata lampu, panggung, dan sorakan penonton. Konten dakwahnya pun sering kali dangkal dan lebih menonjolkan popularitas ketimbang kedalaman ilmu.

Fenomena ini berbeda dengan sosok kiai sejati di pesantren yang membangun otoritasnya dari proses panjang: belajar, mengabdi, dan mengajar dengan keteladanan. Kiai sejati tidak membutuhkan panggung untuk diakui, karena keilmuannya sudah menjadi cahaya bagi masyarakat di sekitarnya.

Pesantren: Ruang Pembebasan, Bukan Penindasan

Pesantren justru menjadi ruang pembebasan sosial dan spiritual. Ia mendidik manusia agar mandiri, berkarakter, dan memiliki tanggung jawab sosial. Feodalisme melahirkan ketundukan dan ketakutan, sementara pesantren melahirkan keberanian dan kemandirian.

Dari rahim pesantren, lahir para ulama, pejuang kemerdekaan, hingga tokoh masyarakat yang berpihak pada rakyat kecil. Pesantren bukan sistem penindasan, melainkan wadah pembentukan manusia yang merdeka lahir dan batin.

Menjaga Ruh Pesantren

Pesantren sejatinya bukan ruang kekuasaan, melainkan ruang pembebasan. Ia mendidik manusia agar mandiri, berkarakter, dan memiliki tanggung jawab sosial. Feodalisme melahirkan ketundukan dan ketakutan, sementara pesantren melahirkan keberanian dan kemandirian. Dari rahim pesantren lahir para ulama, pejuang, dan cendekiawan yang mengabdi untuk umat dan bangsa. Pesantren tidak menindas, tetapi membebaskan — tidak mencetak penguasa, tetapi membentuk manusia merdeka lahir batin.

Di tengah maraknya dakwah instan dan pencitraan religius di media sosial, pesantren hadir sebagai pengingat bahwa ilmu sejati menuntut kesabaran, keikhlasan, dan penghormatan kepada guru.
Semoga para kiai dan pendakwah masa kini tetap menjaga marwah keilmuan, menjauh dari panggung popularitas, dan kembali kepada ruh pengabdian sebagaimana yang diwariskan para ulama terdahulu.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image