Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Admin Eviyanti

Sudahkah Ada Kebijakan Kelayakan Fasilitas Pendidikan Hari Ini?

Politik | 2025-10-16 20:24:35

Oleh Nurendra, Aktivis Dakwah

Peristiwa ambruknya Bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Khoziny di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, menjadi pelajaran paling berharga terkait kelayakan bangunan pesantren dan rumah-rumah ibadah lainnya.

Makasar, KOMPAS _ Kementrian Agama kedepannya bakal mengevaluasi kelayakan semua bangunan pondok pesantren dan rumah ibadah di Indonesia. Semua dilakukan sebagai bagian dari mitigasi agar peristiwa robohnya bangunan seperti di Ponpes Al-Khoziny tidak terjadi di daerah lain.

Deputi operasi dan kesiapsiagaan Basarnas Edy Prakoso mengatakan, penyebab ambruknya bangunan ponpes diduga karena fondasi bangunan yang tidak kuat.

Beberapa pakar teknis Sipil Struktur menyebut bahwa pembangunan musala Ponpes Al-Khoziny tak terencana dan tidak sesuai dengan kaidah teknis. Dalam prosesnya, sejumlah santri kerapkali dilibatkan dalam pembangunan, karena telah menjadi kebiasaan bagi santri untuk diperbantukan melaksanakan tugas ponpes. Menurut pengakuan Zabidi, salah satu orang tua santri yang anaknya mondok di ponpes tersebut, para santri bekerja bersama tukang bangunan yang profesional.

Dari pernyataan wali santri tersebut, timbullah suatu pertanyaan, sebenarnya bagaimanakah kelayakan bangunan yang sebenarnya? jika dilihat dari begitu banyak contoh bangunan tempat ibadah yang ambruk dan memakan korban.

Kriteria kelayakan suatu bangunan seharusnya meliputi: kekokohan dan stabilitas struktur, sistem mekanikal, elektrikal, ventilasi, dan pencahayaan yang baik, aksesibilitas dan keselamatan penghuni, serta estetika dan fungsionalitas, selain itu kondisi lingkungan, usia bangunan, dan perubahan fungsi juga mempengaruhi Kelayakannya, yang kemudian diukur melalui Sertifikat Laik Fungsi (SLF).

Mengenai hal ini, peran serta pemerintah dalam pembuatan peraturan dan standar konstruksi khusus untuk bangunan pendidikan dan sarana ibadah seperti sekolah atau ponpes, yaitu berupa melakukan audit dan inspeksi berkala, memberikan fasilitas dan pelatihan konstruksi yang aman, serta menegakkan sanksi bagi pelanggar, yang bertujuan untuk memastikan bangunan tersebut aman, memenuhi standar teknis, dan mencegah terjadinya tragedi akibat kelalaian sistemik.

Pemerintah juga memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung pendanaan pendidikan pesantren dan rumah ibadah melalui dukungan finansial, kebijakan regulasi, dan fasilitasi, termasuk Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), pemberian bantuan hibah, pengembangan kapasitas pengawas dan guru, serta penyediaan sarana dan prasarana pendidikan keagamaan, sesuai amanat Undang-Undang dan peraturan yang berlaku untuk memastikan keberlanjutan dan pengembangan lembaga-lembaga tersebut sebagai bagian integral dari Pendidikan Nasional.

Dalam sistem Islam, pendidikan dari dasar-dasar seperti Al Qur'an dan As Sunnah, yang memberikan landasan nilai dan prinsip holistik, serta mendorong pengembangan ilmu dunia dan agama secara terintegrasi. Pendidikan Islam berfokus pada pembentukan karakter, etika (akhlak), kecerdasan spritual dan intelektual, serta kemampuan praktisi dan kepemimpinan (sebagai Khalifah) untuk mencapai kesuksesan dunia dan akhirat.

Lalu berasal dari manakah dana pendidikan dalam sistem Islam? Dana pendidikan dalam sistem Islam bersumber dari pemberian oleh negara (melalui baitul mal). Selain itu juga berasal dari wakaf, sedekah, infak, donasi masyarakat, dan iuran orang tua siswa (SPP).

Dalam sejarahnya, negara bertanggung jawab penuh atas pembiayaan pendidikan dan menyediakan pendidikan gratis kepada masyarakat, serta mengelola dana dari sumber-sumber tersebut untuk gaji guru, pemeliharaan sarana, dan operasional lainnya.

Dalam sistem Islam, negara juga wajib menyediakan fasilitas pendidikan dengan standar keamanan, kenyamanan dan kualitas yang terbaik. Negara bertanggung jawab secara penuh terhadap fasilitas pendidikan bagi masyarakat, tanpa harus membedakan skala prioritas. Pendidikan dalam sistem Islam tidak mengenal istilah sekolah negeri ataupun sekolah swasta, sebab semuanya menjadi tanggung jawab negara.

Beda halnya dengan sistem kapitalis, para pemilik modal (kaum kapitalis) menjadikan dunia pendidikan sebagai alat bisnis untuk mendapatkan keuntungan materi sebesar-besarnya. Keuntungannya bisa berupa penjualan jasa pendidikan, penerapan biaya tinggi pendidikan, dan eksploitasi tenaga kerja terdidik untuk mencapai keuntungan maksimal. Bahwasanya sistem kapitalis tidak akan bisa tumbuh berkembang tanpa riba, dan monopoli. Dimana keduanya telah diharamkan di dalam Islam.

Maka, kembali pada sistem Islam adalah solusi paling hakiki, karena prinsip dasar hukum Islam berfokus pada kemaslahatan umat, yang berhubungan dengan kaidah hukum Islam. Dengan penerapan syariat Islam secara menyeluruh, maka akan mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur, selamat di dunia dan akhirat.

Wallahuualam bissawwab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image