Darurat Medis di UGD: Bagaimana Dokter Menangani Pasien dalam Waktu Singkat
Hospitality | 2025-10-14 22:42:30Rumah Sakit Islam Jemursari, Surabaya adalah tempat dimana dr. Muhammad Auzan Ferdiansyah bertugas. Beliau merupakan dokter yang sangat semangat menjalankan pekerjaannya.
Masuk: waktu adalah nyawa
Saat pasien datang ke IGD, banyak kondisi bersifat time-sensitive - mis. sepsis, stroke iskemik, perdarahan masif, atau serangan jantung. Waktu dari kedatangan sampai tindakan (mis. pemberian antibiotik pada sepsis atau door-to-needle pada trombolisis stroke) terkait langsung dengan mortalitas dan hasil fungsional pasien.
Studi multisenter menunjukkan bahwa keterlambatan prosedur diagnostik di IGD (mis. triase, pemeriksaan oleh dokter, pengukuran lactat) berkaitan dengan penundaan pemberian antibiotik dan dapat mempengaruhi mortalitas. Oleh karena itu, protokol yang memastikan tindakan cepat sangat kritikal. [1][4]
Langkah pertama: triase cepat dan sistem prioritas
Triase adalah pintu gerbang IGD: menilai siapa yang harus segera ditangani dan siapa yang bisa menunggu. Triase yang terstruktur (mis. skala triage lokal/terstandar) membantu mengarahkan sumber daya secara tepat. Triase efektif memastikan pasien kritis tidak "tertumpuk" oleh pasien non-urgent yang bisa masuk jalur fast-track. Selain itu, integrasi catatan triase ke alur kerja (mis. notifikasi tim stroke atau aktivasi protokol sepsis) dapat mempersingkat waktu ke tindakan diagnostik dan terapeutik. [1][5][6]
Kerja cepat: protokol dan peran terdefinisi
Di IGD yang efektif, tindakan awal bersifat berulang-ulang dan terotomasi melalui checklist/protokol:
-Primary survey (ABC) dilakukan segera dan berulang.
-Protokol sepsis: screen cepal, ambil darah/lactat, berikan antibiotik sesuai indikasi. Kegagalan menyelesaikan prosedur awal terkait penundaan terapi utama. (4]
-Protokol stroke: notifikasi pra-rumah sakit (EMS) dan fim stroke terlatih memperpendek door-to-CT dan door-to-needle time. Kehadiran tim khusus pada jam kerja berhubungan dengan DTN yang lebih singkat; sebaliknya malam/shift off-hours seringkali menunjukkan keterlambatan. [5]
Intinya: protokol yang jelas + sumber daya teralokasi (CT on-call, kit trombolitik tersedia, kit sepsis) membuat tugas individu bisa dilakukan cepat dan konsisten.[1][5]
Koordinasi tim: siapa melakukan apa, kapan
IGD adalah lingkungan interdisipliner: dokter emergensi, perawat, radiologi, laboratorium, farmasi, dan kadang bedah/ ICU. Dalam kondisi darurat, tim harus dapat berkumpul, mengambil peran cepat, dan berfungsi sebagai satu unit. Faktor kunci:
-Pemimpin tim (team leader) yang jelas-merangkum informasi singkat, memutuskan prioritas, dan mendelegasikan tugas.
-Distribusi peran: contoh-satu orang intubasi/airway, satu untuk akses vaskular, satu untuk dokumentasi dan komunikasi dengan keluarga.
-Ritual singkat (brief/huddle / "team time-out") sebelum dan setelah prosedur untuk menyamakan situasi dan rencana. Literatur non-technical skills (NTS) menekankan bahwa tim yang terlatih pada NTS (situational awareness, role allocation, leadership) bekerja lebih sinkron dan mengurangi kesalahan saat menangani trauma atau kasus kritis lainnya. [2][3]
Komunikasi yang efektif - tidak sekadar bicara
Komunikasi cepat dan tepat (mis. closed-loop communication) mengurangi miskomunikasi di lingkungan gaduh seperti IGD. Praktik yang diamati dan terbukti membantu:
-Penggunaan frasa singkat dan eksplisit saat memerintahkan (misal "Dr A: siap intubasi-prepare tube 7.0-now");
-Closed-loop: pembuat perintah menerima konfirmasi kembali dari yang mengeksekusi;
-Komunikasi keluarga: memberi informasi singkat, jujur, dan berulang minimal 1-2 kali selama resusitasi agar keluarga tetap mendapat update. Pelatihan mini-course NTS terbukti meningkatkan skor komunikasi dan teamwork pada residen emergensi-menegaskan bahwa komunikasi dapat dilatih dan berdampak ke kinerja klinis. [3]
Tantangan nyata: kepadatan, shift malam, dan sumber daya terbatas
Pengamatan menunjukkan beberapa hambatan operasional:
-Overcrowding: meningkatkan waktu tunggu dan menekan staf sehingga tindakan awal tertunda. Strategi mitigasi meliputi fast-track untuk kasus minor dan dynamic staffing berdasarkan prediksi beban pasien. [1]
-Shift malam & kekurangan personel: studi menunjukkan DTN dan performa umum bisa menurun pada off-hours; solusi termasuk on-call team khusus atau protokol yang tetap aktif 24/7. [5]
-Keterbatasan akses ke imaging/lab saat malam memperlambat diagnosis — solusi proses: prioritas akses untuk kasus time-sensitive (stroke/sepsis). [1][5]
Rekomendasi praktis dari lapangan
Berdasarkan observasi dan bukti terbaru, rekomendasi untuk IGD agar penanganan cepat lebih konsisten:
1. Perkuat triase awal: triage ≤15 menit, dengan jalur fast-track dan aktivasi protokol otomatis untuk kategori kritis. [4]
2. Sediakan paket/kit darurat (stroke kit, sepsis bundle) agar persiapan findakan tidak memakan waktu. [1][5]
3. Latih NTS secara berkala: mini-course/simulasi meningkatkan kemampuan
komunikasi dan teamwork. [3][2]
4. Bangun jalur komunikasi pra-rumah sakit (EMS → IGD) untuk memberi waktu
persiapan tim. [5]
5. Audit berkala indikator waktu (door-to-doctor, door-to-antibiotic, door-to-
CT/needle) dan lakukan perbaikan berkelanjutan. [1]
Penutup
IGD adalah lingkungan kompleks di mana keputusan cepat diambil di bawah ketidakpastian. Kecepatan saja tidak cukup - harus didasari triase yang tepat, protokol praktis, koordinasi tim yang terlatih, dan komunikasi yang efisien. Dengan perhatian pada non-technical skills dan perbaikan proses operasional, IGD dapat mengurangi delay kritis dan meningkatkan pelang pasien untuk pulih.
Referensi
1. Mostafa R, El-Atawi K. Strategies to Measure and Improve Emergency
Department Performance: A Review. Cureus. 2024 Jan 24;16(1):e52879.
doi: 10.7759/cureus.52879.
2. Alexandrino H, Martinho B, Ferreira L, Baptista S. Non-technical skills and teamwork in trauma: from the emergency department to the operating room. Front Med (Lausanne). 2023 Dec 5;10:1319990.
doi: 10.3389/fmed.2023.1319990.
3. Sanguanwit P, Kulrotwichit T, Tienpratarn W, et al. Effect of mini-course training in communication and teamwork on non-technical skills score in emergency residents: a prospective experimental study. BMC Med Educ. 2023;23:529.
doi:10.1186/s12909-023-04507-7.
4. Husabe G, Hunskaar S, et al. Early diagnosis of sepsis in emergency departments, time to treatment, and association with mortality: An observational study. PLoS One. 2020;15(2):e0227652.
doi: 10.1371/journal.pone.0227652.
5. Ganti L, Mirajkar A, Banerjee P, et al. Impact of emergency department arrival time on door-to-needle time in patients with acute stroke. Front Neurol.
2023;14:1126472. doi:10.3389/fneur.2023.1126472.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
