Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Jaja Jamaludin

Program MBG Vs Pedagang Kantin Sekolah: Antara Gizi Anak dan Ekonomi Rakyat Kecil

Eduaksi | 2025-10-13 16:04:57



Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu kebijakan unggulan pemerintah yang bertujuan mulia: memastikan seluruh anak sekolah mendapatkan asupan gizi seimbang, mengurangi angka stunting, serta membentuk generasi sehat dan produktif. Namun di balik niat baik tersebut, muncul kekhawatiran dari lapisan masyarakat lain—khususnya pedagang kecil dan pengelola kantin sekolah—yang selama ini menggantungkan hidup dari aktivitas ekonomi di lingkungan sekolah.
Program MBG yang dilaksanakan tanpa desain inklusif berpotensi menggeser bahkan mematikan sumber penghasilan pedagang kantin, terutama di sekolah dasar dan menengah yang menjadi sasaran utama. Fenomena ini menciptakan dilema antara kesehatan anak dan keberlanjutan ekonomi rakyat kecil.

Dampak Negatif yang Mulai Terasa
Di banyak daerah, pedagang kecil mulai mengeluhkan penurunan penjualan sejak uji coba MBG dilakukan. Anak-anak yang sebelumnya membeli jajanan di kantin sekolah kini sudah mendapatkan makanan gratis dari pemerintah. Akibatnya:
Omzet pedagang kantin menurun drastis hingga 70–90%. Sebagian pedagang memilih berhenti, karena tidak sanggup menanggung biaya operasional harian.UMKM pangan lokal yang biasanya memasok bahan baku (seperti tempe, sayur, atau lauk olahan) ikut terdampak.
Jika kondisi ini dibiarkan, program bergizi justru bisa menimbulkan efek sosial-ekonomi yang kurang “bergizi” bagi masyarakat sekitar sekolah.

Masalah Utama: Desain Program yang Sentralistik
Kebijakan MBG cenderung menggunakan mekanisme pengadaan terpusat, di mana penyedia makanan berasal dari vendor besar atau katering yang ditunjuk secara resmi. Pola ini efisien di sisi administrasi, tetapi tidak adil bagi pedagang kecil.Padahal, sebelum MBG, para pedagang inilah yang berperan langsung menyediakan jajanan dan makanan sederhana bagi siswa setiap hari.

Solusi: Dari Sentralistik ke Kolaboratif
Agar MBG tidak mematikan pedagang kecil, pemerintah dapat mengubah pendekatan menjadi model kolaboratif berbasis komunitas. Beberapa langkah yang bisa diterapkan antara lain:
1. Melibatkan Pedagang Lokal sebagai Mitra MBGSekolah dapat menunjuk pedagang kantin sebagai bagian dari penyedia menu MBG. Mereka bisa memproduksi sebagian menu sesuai standar gizi yang ditetapkan, misalnya lauk, sayur, buah, atau minuman sehat.
2. Pelatihan dan Sertifikasi “Pedagang Sehat”Pemerintah daerah dapat memberikan pelatihan kebersihan, pengolahan makanan bergizi, dan pengemasan higienis kepada pedagang kecil. Setelah lulus pelatihan, mereka berhak menyandang status “Pedagang Mitra MBG”, sehingga tetap punya peran dan penghasilan.
3. Dana Bergulir Melalui BUMDes atau Koperasi SekolahAnggaran MBG bisa disalurkan melalui BUMDes, koperasi sekolah, atau lembaga masyarakat lokal. Dengan cara ini, uang MBG tetap berputar di tingkat lokal, menciptakan efek ekonomi berganda.
4. Koneksikan MBG dengan Produk UMKM LokalMenu MBG dapat memanfaatkan hasil dari petani, nelayan, dan produsen lokal seperti tempe, tahu, telur, susu, sayur, dan buah daerah. Ini bukan hanya memperkuat ketahanan pangan lokal, tetapi juga menjaga lapangan kerja rakyat.
Belajar dari Prinsip Ekonomi Rakyat
Program MBG semestinya berpijak pada prinsip “Anak Sehat, Pedagang Hidup, Ekonomi Tumbuh.”Kebijakan publik tidak cukup hanya baik secara gizi, tetapi juga harus adil secara sosial dan berkelanjutan secara ekonomi. Bila program ini berhasil dirancang kolaboratif, MBG tidak hanya memberi makan anak, tetapi juga memberi nafkah bagi keluarga pedagang kecil.

---
Penutup
Program Makan Bergizi Gratis adalah investasi masa depan bangsa. Namun, keberhasilan sejatinya tidak hanya diukur dari kandungan gizi yang diterima anak, melainkan juga dari keadilan ekonomi yang dirasakan masyarakat sekitar sekolah.Dengan melibatkan pedagang kecil dan UMKM sebagai bagian integral dari sistem MBG, pemerintah dapat menciptakan ekosistem gizi yang berkeadilan dan berkelanjutan.
> “Program bergizi bukan hanya untuk anak, tetapi juga untuk kehidupan rakyat kecil yang menghidupi sekolah.”





Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image