Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ujang Abdul Rozak Miko

Radiografer di Ambang Revolusi Digital: Akankah Profesi Ini Tergantikan AI?

Riset dan Teknologi | 2025-10-12 22:41:18
Sumber: https://primayahospital.com/teknologi/pemeriksaan-mri/
Sumber: https://medschoolinsiders.com/medical-student/ai-radiology-can-artificial-intelligence-replace-radiologists/

Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) diprediksi akan menggantikan berbagai peran kerja dalam lima tahun ke depan. Dunia kesehatan pun tak luput dari dampaknya, termasuk bidang radiologi yang selama ini identik dengan ketelitian manusia dalam membaca hasil citra medis. Kini, AI mampu menganalisis hasil rontgen, CT scan, maupun MRI hanya dalam hitungan detik dengan akurasi tinggi dan jauh lebih cepat dibandingkan pemeriksaan manual yang membutuhkan waktu lama. Sistem ini juga tidak terpengaruh oleh rasa lelah dan tekanan waktu kerja, berbeda dengan manusia yang dapat mengalami penurunan fokus setelah bekerja dalam jam kerja yang sangat lama, terutama ketika pasien membludak. Dari sinilah timbul pertanyaan besar: apakah peran radiografer akan tergantikan oleh AI?

AI memang menawarkan efisiensi dan akurasi yang luar biasa. Dalam konteks radiologi, teknologi ini terbukti unggul dalam mendiagnosis sejumlah kasus medis. Sebuah riset di Inggris menunjukkan bahwa radiolog hanya mampu mendiagnosis 77,5% citra secara akurat, sedangkan sistem pembelajaran mesin AI mencapai tingkat akurasi hingga 92%. Artinya, sekitar 14,5% pasien berpotensi tidak terdiagnosis dengan tepat jika hanya mengandalkan kemampuan manusia. Namun, hingga kini belum ada data terbuka mengenai penerapan AI di bidang radiologi di Indonesia. Di beberapa negara maju, AI digunakan bukan untuk menggantikan radiografer, melainkan sebagai alat bantu yang meningkatkan efisiensi dan kualitas kerja mereka.

Menurut konsultan radiologi senior, Paulus Rahardjo, dr. Sp.Rad(K), AI sangat membantu profesi radiografer dalam berbagai aspek. Pertama, AI dapat menentukan protokol pemeriksaan terbaik secara otomatis, seperti memutuskan apakah pasien memerlukan CT scan atau MRI. Kedua, AI mampu menghitung dosis radiasi tahunan yang sesuai untuk pasien. Ketiga, sistem ini dapat mengelola penjadwalan pemeriksaan secara efisien, misalnya dengan memprioritaskan pasien gawat darurat. Selain itu, AI juga berperan dalam proses akuisisi dan rekonstruksi citra, menganalisis tingkat keparahan penyakit, hingga menampilkan hasil pemeriksaan sesuai preferensi dokter (Rahardjo, 2020).

Meski memiliki kemampuan luar biasa, AI tetap tidak dapat berjalan secara independen. Teknologi ini hanya berfungsi optimal jika dijalankan dan diawasi oleh manusia. Setiap algoritma, data pelatihan, hingga hasil analisis AI bergantung pada pengendalian dan penilaian manusia. Radiografer berperan sebagai pengawas utama yang memastikan AI bekerja sesuai standar etika serta prosedur medis. Tanpa campur tangan manusia, AI hanya menjadi alat tanpa arah yang berpotensi menimbulkan kesalahan fatal dalam interpretasi citra. Dengan demikian, peran manusia bukan sekadar pelengkap, tetapi pengendali utama agar teknologi berjalan secara aman, akurat, dan bertanggung jawab.

Lebih jauh, dalam proses pemeriksaan pasien dibutuhkan sosok manusia sebagai figure kedua yang tidak dapat digantikan oleh mesin. Manusia sejatinya membutuhkan pendampingan dari manusia lain. Meskipun kecerdasan buatan mampu membaca citra medis dengan cepat dan akurat, peran radiografer sebagai manusia tetap tak tergantikan, terutama dalam aspek komunikasi terapeutik. Radiografer tidak hanya menekan tombol mesin pencitraan, tetapi juga berinteraksi langsung dengan pasien yang sering kali datang dengan rasa cemas, takut, atau bahkan nyeri. Melalui empati, sentuhan manusiawi, dan kemampuan berkomunikasi yang menenangkan, radiografer membantu pasien merasa aman dan percaya selama proses pemeriksaan. Hal inilah yang tidak dapat dilakukan oleh AI, karena secanggih apa pun teknologi, ia tidak memiliki empati, intuisi, dan kemampuan memahami emosi manusia yang menjadi inti dari pelayanan kesehatan yang bermartabat.

Kesimpulannya, secanggih apa pun AI, teknologi ini tidak akan mampu menggantikan peran radiografer. Sebaliknya, AI menjadi instrumen utama bagi radiografer dalam meningkatkan mutu pelayanan serta efektivitas pemeriksaan, mengingat keterbatasan waktu dan tenaga manusia. Tanpa dukungan AI, radiografer akan menghadapi kesulitan besar dalam menangani kompleksitas permasalahan di era yang menuntut kecepatan dalam bertindak. Oleh karena itu, AI perlu terus diintegrasikan dengan tenaga radiografer untuk mendukung revolusi kesehatan berkelanjutan, guna mewujudkan kecepatan, ketepatan, keefektifan, kepuasan pasien, serta peningkatan kesejahteraan kerja radiografer itu sendiri.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image