Perlukah Kita Menyelamatkan Salamander yang Hampir Punah?
Edukasi | 2025-10-08 13:05:05Salamander berasal dari kelompok hewan amfibi awal yang disebut Temnospondyli, yaitu hewan amfibi purba yang hidup di air dan darat. Seiring waktu, kelompok ini berevolusi menjadi berbagai jenis amfibi modern, termasuk katak, salamander, dan caecilian (amfibi tak berkaki).
Salamander adalah hewan amfibi yang termasuk dalam ordo Caudata (atau Urodela). Mereka memiliki tubuh mirip kadal, tapi bukan reptil. Salamander punya kulit lembap, berhabitat di tempat yang lembap, dan berkembang biak lewat telur seperti katak.
Salamander sudah ada sejak ratusan juta tahun yang lalu. Berdasarkan penelitian fosil, nenek moyang salamander diperkirakan muncul pada masa Jura Awal sekitar 200 juta tahun yang lalu, saat dinosaurus masih hidup.
Salamander merupakan hewan kecil yang hidup di tempat basah dan lembap seperti hutan, sungai, dan rawa. Sayangnya, sekarang banyak jenis salamander sedang terancam punah. Lalu, muncul pertanyaan: Apakah kita harus peduli dan menyelamatkan hewan kecil ini?
Pendapat Pro: Harus Diselamatkan
Banyak ahli lingkungan percaya bahwa salamander sangat penting bagi ekosistem. Mereka membantu mengendalikan populasi serangga dan menjadi makanan untuk hewan lain. Kalau salamander hilang, keseimbangan ekosistem bisa terganggu (Wake & Vredenburg, 2008).
Salamander juga bisa menjadi indikator kesehatan lingkungan, karena mereka sangat sensitif terhadap perubahan suhu dan pencemaran air (Blaustein et al., 2010). Kalau salamander mulai punah, itu bisa jadi tanda bahwa alam di sekitar kita sedang rusak.
Selain itu, salamander memiliki kemampuan unik: mereka bisa menumbuhkan kembali bagian tubuhnya, seperti kaki atau ekornya. Hal ini sedang diteliti oleh para ilmuwan untuk pengobatan dan regenerasi sel manusia (Sandoval-Guzmán et al., 2014).
Saya juga percaya bahwa semua makhluk hidup, besar atau kecil, punya hak untuk hidup. Tidak adil jika kita hanya melindungi hewan yang dianggap "berguna" bagi manusia.
Melestarikan salamander adalah bagian dari menjaga keanekaragaman hayati (biodiversitas) yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup di bumi.
Pendapat Kontra: Bukan Prioritas Utama
Di sisi lain, ada juga yang berpendapat bahwa menyelamatkan salamander bukan prioritas saat ini. Dunia sedang menghadapi banyak masalah besar, seperti kemiskinan, krisis iklim, dan penyakit. Menurut mereka, kita seharusnya fokus pada masalah yang langsung berdampak pada manusia.
Beberapa orang juga mengatakan bahwa kepunahan adalah bagian alami dari kehidupan. Dalam sejarah bumi, sudah banyak spesies yang punah secara alami (Ceballos et al., 2015). Jadi, jika salamander punah, itu bukan hal luar biasa.
Mereka lebih memilih untuk menyelamatkan hewan yang punya manfaat langsung, seperti lebah yang membantu tumbuhan berkembang biak, atau hewan ternak yang menyediakan makanan. Salamander tidak berkontribusi langsung pada ekonomi atau ketahanan pangan, maka menyelamatkannya dianggap tidak terlalu penting.
Upaya konservasi membutuhkan biaya besar, seperti penelitian, perlindungan habitat, edukasi masyarakat, dan sebagainya. Karena dana terbatas, banyak yang berpendapat bahwa anggaran sebaiknya diprioritaskan untuk menyelamatkan spesies yang lebih “bernilai” secara ekologis, sosial, atau ekonomi.
Mereka yang menolak menjadikan salamander sebagai prioritas pelestarian bukan berarti membenci hewan. Mereka hanya berpikir secara praktis dan realistis, bahwa:
"Tidak semua spesies bisa diselamatkan, dan kita harus memilih dengan bijak mana yang paling penting."
Kesimpulan: Menemukan Jalan Tengah
Kedua pendapat tersebut memiliki alasan yang masuk akal. Namun, bukan berarti kita harus memilih salah satunya. Melestarikan salamander tetap penting karena mereka adalah bagian dari alam yang lebih besar. Kehilangan mereka bisa memengaruhi banyak hal lainnya.
Kita bisa ikut menjaga salamander dengan cara sederhana, seperti tidak mencemari sungai, tidak menebang hutan sembarangan, dan mendukung upaya pelestarian lingkungan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
