Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Aza el Munadiyan

Konflik Palestina Israel, Saatnya Beralih dari Zero-Sum Game ke Positive-Sum Game

Politik | 2025-09-26 09:00:40

Konflik Palestina dengan Israel selama lebih dari tujuh dekade terus berputar dalam lingkaran setan kekerasan. Hingga September 2025, menurut laporan Komisi Penyelidik PBB, lebih dari 65.300 warga Palestina terbunuh sejak Oktober 2023, mayoritas adalah perempuan dan anak-anak. Sementara itu, Israel tetap menghadapi ancaman serangan bersenjata dari kelompok perlawanan Palestina, tekanan diplomatik, dan isolasi moral di panggung internasional. Masing-masing terus bertahan dalam posisi dan Langkah strategisnya dalam jangka Panjang yaitu Israel ingin mengusir rakyat Palestina dan rakyat Palestina ingin Israel hengkang dari tanah air mereka. Fenomena ini dapat dipahami dalam kerangka zero-sum game, setiap keuntungan salah satu pihak selalu dilihat sebagai kerugian mutlak bagi pihak lain.

Zero sum game

Bagi Israel, keberadaan negara Palestina dianggap ancaman eksistensial. Israel melncarkan berbagai upaya untuk terus memperluas pemukiman di Tepi Barat hingga kini lebih dari 700.000 pemukim ilegal kini tinggal di wilayah Palestina. Israel mempertahankan blokade atas Gaza sejak 2007 dan menggunakan pendekatan militer untuk mengendalikan rakyat Palestina. Bagi Palestina, kelanjutan pendudukan adalah penghalang mutlak bagi kemerdekaan. Gaza tetap terisolasi, Tepi Barat terfragmentasi, dan lebih dari 6 juta pengungsi Palestina masih menunggu realisasi hak kembali yang dijamin Resolusi PBB 194.

Paradigma zero-sum ini menghasilkan situasi lose-lose dimana Israel semakin terisolasi secara diplomatic, kini 159 dari 193 negara anggota PBB kini sudah mengakui Palestina. Sementara Palestina terus menanggung penderitaan kemanusiaan, kehilangan generasi, dan trauma kolektif akibat perang.

Positive Sum Game

Konflik berkepanjangan dengan masing-masing pihak terus mempertahankan posisi dan eksistensi kemudian memunculkan solusi dua negara (two-state solution) yang menawarkan kerangka positive-sum game. Palestina memperoleh negara merdeka dan berdaulat dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota, akses penuh ke pembangunan ekonomi, dan pengakuan hak kembali pengungsi. Israel mendapatkan legitimasi global, jaminan keamanan yang lebih kuat, serta peluang keluar dari isolasi diplomatik yang semakin dalam. Model ini bukan hanya teori. Pengakuan beruntun Palestina oleh 11 negara baru pada September 2025, termasuk beberapa negara Eropa Barat, menunjukkan adanya pergeseran besar opini internasional. Ini memperkuat posisi Palestina dan membuka ruang bagi kompromi politik yang lebih luas.

Transisi dari zero-sum menuju positive-sum tidak mudah. Hambatan utamanya adalah Israel sebagai kekuatan militer dominan cenderung memilih strategi represif, sementara Palestina bergantung pada dukungan internasional dan perlawanan rakyat. Ekspansi pemukiman ilegal yang terus dilakukan Israel meski dikecam internasional. Status Yerusalem, kota yang diklaim kedua pihak sebagai ibu kota. Hak kembali pengungsi Palestina, yang terus ditolak Israel. Hambatan-hambatan berat ini harus diselesaikan satu persatu.

Konflik seperti ini menyerupai Prisoner’s Dilemma dimana kedua pihak memilih jalan konfrontasi karena tidak percaya pada komitmen pihak lain, meski hasil terbaik hanya bisa tercapai lewat kerja sama. Maka, dibutuhkan aktor ketiga yaitu PBB, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), hingga negara-negara besar untuk memaksa terwujudnya mekanisme kerja sama yang berkelanjutan. Tanpa intervensi internasional yang serius, Israel akan terus nyaman dalam paradigma zero-sum, dan Palestina akan terus menanggung akibatnya. Konflik Palestina–Israel hanya akan menemukan jalan keluar jika keduanya berani keluar dari paradigma zero-sum. Dunia internasional harus memastikan bahwa solusi dua negara benar-benar dijalankan sebagai positive-sum game, bukan sekadar jargon diplomasi. Pada akhirnya, perdamaian yang adil tidak hanya menguntungkan Palestina, tetapi juga menyelamatkan Israel dari perang tanpa akhir dan mengembalikan legitimasi hukum internasional yang selama ini dilemahkan oleh standar ganda.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image