Bali Banjir Lagi: Antara Trauma Warga dan Ancaman Lingkungan
Info Terkini | 2025-09-18 21:51:46Musim hujan di Bali kembali mengancam — Jumat pagi, 15 September 2025, hujan deras mengguyur berbagai kawasan hingga menimbulkan banjir berulang, hanya lima hari setelah peristiwa banjir besar pada 10 September. Situasi ini mengundang kekhawatiran baru dari warga yang masih trauma dan mendorong pertanyaan: sudahkah penanganan banjir di Bali benar-benar efektif?
Kejadian Banjir dan Dampaknya
Kawasan yang paling terdampak termasuk Denpasar dan Badung. Di Gang Pandan Sari, Jalan Kebo Iwa Selatan, Denpasar, permukaan air mulai naik sejak pukul 06.30 WITA. Menjelang pukul 09.30, ketinggian air mencapai lutut orang dewasa, dan sekitar pukul 10.00 meningkat hingga sepinggang. Pemilik toko kelontong melaporkan bahwa telur-telur pernah terbawa arus, tapi telah diamankan sebelum masuk ke dalam rumah.
Warga menyebutkan bahwa saluran air (got) kecil yang tersumbat sampah menjadi salah satu pemicu utama. Got yang sempit dan sampah yang banyak menghambat aliran air.
Di Badung (Berawa, Tibubeneng), situasinya juga tidak kalah parah. Sebuah mobil Gran Max mogok setelah menerobos genangan, sementara vila-vila di Gang Sri Kahyangan sebagian besar terendam air hingga setinggi pinggang orang dewasa. Wisatawan dievakuasi menggunakan ban darurat (floating seadanya). Sungai kecil di belakang vila yang sering diabaikan pemeliharaannya disebut-sebut sebagai penyebab utama meluapnya air.
Korban dan Trauma Warga
Data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali menunjukkan bahwa 17 orang meninggal dan 5 orang masih dalam pencarian setelah banjir kali ini. Korban tersebar di beberapa kabupaten/kota: Denpasar paling banyak (11 orang), Gianyar (3), Jembrana (2), dan Badung (1). Salah satu jenazah ditemukan di Banjar Pohgading, Denpasar Utara.
Ketakutan dan trauma masih menghantui warga. Banyak yang kehilangan barang berharga, rumah terendam hingga lantai dua, atap rusak, dan lumpur masih menumpuk di depan rumah mereka. Di beberapa lokasi, warga menolak keluar rumah atau melakukan aktivitas seperti biasa karena takut banjir kembali.
Penyebab dan Permasalahan Lingkungan
Banjir yang berulang ini disebabkan oleh beberapa faktor yang saling terkait:
- Curah hujan tinggi dalam waktu singkat, melampaui kapasitas daerah penyerapan dan drainase.
- Saluran air yang tersumbat, terutama oleh sampah dan material limbah rumah tangga, memperlambat aliran air saat hujan besar. Got kecil memperburuk kondisi.
- Kurangnya pemeliharaan sungai dan aliran air kecil, seperti sungai kecil di belakang vila yang meluap karena jarang dibersihkan.
- Alih fungsi lahan dan berkurangnya area resapan air. Pembangunan yang cepat tanpa perencanaan lingkungan yang memadai seringkali mengabaikan jalur air dan vegetasi penyerap air.
Respons Pemerintah dan Upaya Mitigasi
Untuk mengatasi dan mencegah kejadian serupa, pemerintah provinsi dan lembaga terkait telah melakukan beberapa langkah:
- Peringatan dini dari BMKG tentang kemungkinan hujan lebat disertai petir dan angin kencang.
- Imbauan dari BPBD Bali agar warga memperhatikan lingkungan sekitar, terutama saluran air, dengan membersihkan got dan saluran air agar tidak tersumbat.
- Pengajuan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) oleh Pemprov Bali ke BMKG. Tujuannya adalah mengatur datangnya hujan agar tidak terjadi secara ekstrem, namun penggunaan OMC tidak boleh berlebihan karena bisa berdampak buruk pada pertanian.
- Penertiban alih fungsi lahan yang tidak sesuai dan penataan daerah aliran sungai (DAS) dengan tanaman penyerap air. Pemeliharaan jalur-jalur air juga menjadi bagian dari rencana mitigasi pemerintah.
Harapan ke Depan: Apa yang Bisa Dilakukan?
Banjir yang berulang bukan hanya ujian bagi infrastruktur fisik, tetapi juga ujian bagi kesadaran dan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Beberapa langkah yang bisa diperkuat:
- Penguatan regulasi alih fungsi lahan, agar pembangunan memperhatikan aspek lingkungan dan mempertahankan ruang resapan air.
- Pemeliharaan dan pelebaran saluran air secara berkala, termasuk got, sungai kecil, dan kanal, serta pengadaan sistem drainase yang lebih efektif.
- Pengurangan sampah plastik dan limbah rumah tangga yang sering kali menjadi penyumbat saluran air; edukasi masyarakat penting agar sampah dibuang pada tempatnya.
- Pengembangan sistem peringatan dini dan mitigasi bencana yang komprehensif, termasuk penggunaan teknologi, sensor curah hujan, pemantauan kondisi sungai, dan koordinasi antar lembaga.
- Penanaman vegetasi dan restorasi daerah resapan, misalnya pohon, taman kota, atau sumur resapan, agar air hujan dapat diserap lebih baik.
Penutup
Bali kembali dibanjiri bukan sekadar karena hujan deras, tetapi karena beberapa aspek lingkungan dan infrastruktur belum ditangani dengan tuntas. Trauma warga adalah lambang bahwa risiko ini nyata dan merata. Namun, ada ruang harapan jika seluruh pihak—pemerintah, masyarakat, dan pengembang—berkomitmen pada solusi yang menyeluruh dan berkelanjutan. Bali bukan hanya tentang keindahan alam dan budaya; ia juga tentang bagaimana kita merawat alam agar tidak menjerat kita dalam bencana ulang.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
