Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Afen Sena

Meneguhkan Sinergi Vokasi dan Industri dalam Ekosistem Drone Indonesia

Eduaksi | 2025-09-17 19:56:41
Operasi Drone

Pendahuluan: Langit Baru Indonesia

Perubahan teknologi jarang datang dengan cara yang tenang. Ia sering muncul seperti badai: mendisrupsi kebiasaan lama, mengguncang tatanan yang mapan, dan memaksa sistem yang sudah lama berdiri untuk beradaptasi dengan cepat. Teknologi drone adalah salah satunya.

Dalam waktu kurang dari dua dekade, drone—yang dulunya hanya dianggap sebagai mainan komunitas hobi atau sekadar kamera terbang—kini menjelma menjadi instrumen penting dalam berbagai sektor pembangunan. Drone hadir di sawah-sawah untuk membantu petani melakukan pemupukan presisi. Drone juga hadir di proyek-proyek infrastruktur untuk memantau progres pembangunan jalan tol, jembatan, hingga bandara. Ia digunakan perusahaan energi untuk memeriksa jaringan listrik tegangan tinggi, juga dimanfaatkan oleh lembaga kebencanaan untuk memantau daerah rawan banjir dan longsor.

Indonesia, dengan karakter geografis kepulauan, seharusnya adalah negara yang paling membutuhkan pemanfaatan drone. Wilayahnya luas, infrastrukturnya terus berkembang, tantangan kebencanaan begitu tinggi, dan sektor agrikultur masih menjadi tulang punggung ekonomi. Namun, justru di sinilah paradoksnya. Potensi besar belum diimbangi dengan kesiapan ekosistem.

Kita menghadapi tiga kesenjangan mendasar. Pertama, sumber daya manusia (SDM). Operator drone bersertifikat masih langka, teknisi perawatan jarang, sementara kemampuan analisis data sensor drone belum masif. Kedua, regulasi. Aturan penerbangan sipil masih sangat berfokus pada pesawat konvensional, sementara kebutuhan drone menuntut aturan yang lebih fleksibel dan adaptif. Ketiga, ekosistem industri. Banyak riset drone berhenti di tahap prototipe. Kompas (2025) mencatat, 72 persen program drone di Indonesia tidak berlanjut ke tahap produksi atau layanan nyata.

Padahal data menunjukkan peluang sangat besar. Menurut laporan IMARC Group, pasar drone Indonesia bernilai USD 396,59 juta pada 2024 dan diproyeksikan melonjak menjadi USD 967,77 juta pada 2033 dengan CAGR 10,42 persen. Laporan Apollorr (2024) menyebut pasar layanan data drone Indonesia—misalnya survei dan pemetaan—bernilai USD 25,4 juta pada 2023 dan akan mencapai USD 1,055 miliar pada 2033, dengan pertumbuhan luar biasa 45,21 persen per tahun. Bahkan Antara (2025) mencatat potensi pasar drone nasional bisa mencapai USD 93 juta pada 2028 hanya dari sebagian segmen.

Pertumbuhan pasar yang pesat ini tidak mungkin dijawab hanya dengan inisiatif kecil atau pendekatan sektoral. Diperlukan sinergi antara pendidikan vokasi yang mencetak SDM, industri yang membawa teknologi dan pasar, serta lembaga pengembangan SDM yang berperan sebagai katalisator dan dinamisator.

Di titik inilah Sekolah Vokasi Penerbangan Kemenhub, Operator Drone Indonesia (ODi), dan Pusat Pengembangan SDM Perhubungan Udara (PPSDM) bertemu.

Bagian 1: Dinamika Global dan Nasional Industri Drone

Drone adalah representasi konvergensi teknologi modern: aeronautika, kecerdasan buatan (AI), sensor optik, navigasi satelit, hingga analisis big data. Karena itu, perkembangan drone bukan hanya soal perangkat terbang, tetapi juga soal ekosistem teknologi informasi dan komunikasi.

Di dunia, drone sudah terintegrasi dalam berbagai sektor:

 

  • Agrikultur: pemupukan presisi, pemantauan kesehatan tanaman, pengendalian hama.
  • Energi: inspeksi jaringan listrik, pipa minyak dan gas, hingga turbin angin.
  • Konstruksi: pemantauan progres proyek, pemetaan lahan, dokumentasi real-time.
  • Kebencanaan: pemetaan banjir, longsor, pencarian korban.
  • Pertahanan: surveillance, reconnaissance, hingga sistem senjata.

Indonesia yang luas dan rawan bencana, dengan sektor agrikultur dominan, seharusnya menjadi pengguna utama. Namun, keterbatasan SDM dan regulasi membuat kita tertinggal. Banyak drone dioperasikan oleh hobiis atau pekerja lepas tanpa standar kompetensi. Regulasi ruang udara belum sepenuhnya mengakomodasi layanan berbasis drone.

Kondisi ini membuka pertanyaan besar: siapa yang akan menjadi penghubung antara kebutuhan industri dengan kapasitas pendidikan?

Bagian 2: Sekolah Vokasi Penerbangan Kemenhub – Fondasi Akademik (40%)

Sekolah Vokasi Penerbangan Kemenhub memiliki mandat untuk mencetak tenaga teknis penerbangan. Statusnya sebagai Badan Layanan Umum (BLU) memberi fleksibilitas untuk menjalin kerja sama dengan dunia industri, mengelola pendapatan non-APBN, serta berinovasi dalam kurikulum.

Dalam konteks drone, ada tiga keunggulan sekolah vokasi. Pertama, legitimasi akademik dan regulatif. Dengan payung hukum kementerian, kurikulum dan sertifikasi yang dihasilkan memiliki bobot nasional. Kedua, fasilitas pendidikan. Laboratorium, ruang simulasi, instruktur, serta infrastruktur kampus mendukung proses pelatihan berskala besar. Ketiga, jejaring SDM muda. Ribuan mahasiswa vokasi menjadi talenta potensial yang bisa dilatih sebagai operator maupun teknisi drone.

Namun, pendidikan vokasi punya keterbatasan. Dunia drone bergerak cepat, sering kali lebih cepat dari birokrasi akademik. Tanpa kemitraan dengan industri, sekolah vokasi berisiko menghasilkan kurikulum bagus di atas kertas, tetapi kurang relevan di lapangan.

Bagian 3: Operator Drone Indonesia (ODi) – Mitra Industri (40%)

ODi mewakili wajah industri yang adaptif dan responsif. Ia membawa teknologi terbaru, instruktur berpengalaman, dan akses pasar nyata.

Layanan ODi meliputi:

 

  • Survey & mapping: agraria, kehutanan, agrikultur presisi.
  • Inspeksi infrastruktur: jaringan listrik, tower telekomunikasi, pipa, konstruksi.
  • Dokumentasi udara: media, pariwisata, promosi.
  • Perekayasaan cuaca: membantu mitigasi banjir dan kekeringan.
  • Pembersihan gedung tinggi: meningkatkan keselamatan kerja.
  • Penelitian logistik drone: eksplorasi distribusi barang di wilayah 3T.

ODi juga bisa menjadi motor inovasi. Dengan kemitraan bersama sekolah vokasi, ODi membawa teknologi nyata ke ruang kelas, memperkaya kurikulum, serta membuka akses pasar bagi lulusan.

Bagian 4: Interface ODi – Sekolah Vokasi (kemitraan setara)

Hubungan ODi dan sekolah vokasi bukan hubungan vendor–klien, melainkan simbiosis setara.

 

  • Sekolah vokasi: menyediakan legitimasi akademik, fasilitas pendidikan, dan basis SDM.
  • ODi: menyediakan teknologi, instruktur industri, dan akses pasar.
  • Keduanya: berbagi tanggung jawab melalui skema KSM BLU dengan joint governance.

Interface ini memastikan lulusan tidak hanya mendapat sertifikat, tetapi juga pengalaman industri. Sementara ODi tidak hanya menjual jasa, tetapi ikut membentuk generasi baru operator drone.

Bagian 5: PPSDM Perhubungan Udara – Katalisator dan Dinamisator (20%)

Di atas kolaborasi vokasi–industri berdiri Pusat Pengembangan SDM Perhubungan Udara (PPSDM).

 

  1. Sebagai katalisator: PPSDM mempercepat proses transformasi. Ia memastikan kurikulum vokasi selaras dengan kebutuhan industri, sertifikasi kompetensi berstandar nasional, dan riset drone diarahkan pada kebutuhan nyata masyarakat. PPSDM tidak mengambil alih peran pihak lain, tetapi mempercepat kolaborasi agar efektif dan berdampak.
  2. Sebagai dinamisator: PPSDM menjaga implementasi tidak mandek. Ia memfasilitasi koordinasi antar lembaga (vokasi, industri, regulator, pemerintah daerah), mendorong kolaborasi lintas sektor, serta memastikan program selalu adaptif dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan pasar.

Dengan peran ini, PPSDM menjadi “ruh” ekosistem drone Indonesia: penjaga arah sekaligus motor penggerak. Tanpa PPSDM, sinergi vokasi–industri bisa berjalan, tapi parsial. Dengan PPSDM, program bisa naik kelas menjadi kebijakan nasional yang konsisten dan berkelanjutan.

Bagian 6: Market Attraction dan Penetrasi

Permintaan pasar drone di Indonesia sangat tinggi. Data:

 

  • IMARC Group → USD 967,77 juta pada 2033.
  • Apollorr → layanan data drone USD 1,055 miliar pada 2033.
  • Antara → potensi USD 93 juta pada 2028.

Pasar pendidikan juga kuat. Generasi muda melihat drone bukan hanya hobi, tetapi jalur karier. Industri mencari operator bersertifikat untuk memastikan profesionalisme dan keselamatan.

Strategi penetrasi pasar:

 

  • Pemerintah & riset: BMKG, BRIN, BNPB.
  • Properti & real estate: layanan pembersihan gedung tinggi.
  • Industri strategis: energi, agrikultur, konstruksi.
  • Partnership nasional: kementerian & BUMN.

Bagian 7: Nilai Manfaat Publik

Kerja sama ini memberi manfaat berlapis:

 

  • Sekolah vokasi: kapasitas akademik meningkat, reputasi terjaga, pendapatan non-APBN bertambah.
  • ODi: legitimasi meningkat, akses fasilitas pendidikan, peluang pasar baru.
  • PPSDM: posisi strategis sebagai orchestrator SDM drone nasional.
  • Publik: akses pelatihan, peluang kerja baru, manfaat sosial (mitigasi bencana, keselamatan kerja, agrikultur presisi).

Bagian 8: Roadmap Transformasi

Tahapan realistis:

 

  • Tahun 1: launching pusat pelatihan, batch pertama lulusan, pilot project industri.
  • Tahun 2: ekspansi ke inspeksi infrastruktur, layanan cuaca, properti.
  • Tahun 3: pusat riset drone, logistik, ekspansi ASEAN.

PPSDM memastikan setiap tahap punya standar, evaluasi, dan keberlanjutan.

Penutup: Visi Drone Indonesia

Kolaborasi antara Sekolah Vokasi Penerbangan Kemenhub, Operator Drone Indonesia (ODi), dan PPSDM Perhubungan Udara adalah miniatur masa depan Indonesia.

 

  • Vokasi → fondasi akademik.
  • ODi → motor industri.
  • PPSDM → katalisator transformasi dan dinamisator implementasi.

Dengan sinergi ini, Indonesia tidak sekadar menjadi pengguna drone, melainkan produsen inovasi, gagasan, dan layanan drone. Langit Indonesia bukan hanya jalur transportasi udara, tetapi ruang inovasi yang menopang pembangunan berkelanjutan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image