Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Yusmiati S.Si., M.Si.

Gen Z, Demonstrasi, dan Jalan Perubahan Hakiki

Politik | 2025-09-15 09:32:56
Ilustrasi Aksi Masa Gen Z (Angiola Harry/Unplash)

Belakangan ini, ruang publik—baik jalanan maupun media sosial—diramaikan oleh suara generasi muda, khususnya Generasi Z (Gen Z). Mereka turun ke jalan, membuat poster kreatif, melontarkan kritik lewat meme, hingga menggencarkan narasi perlawanan di Twitter, Instagram, maupun TikTok.

Psikolog Anak dan Remaja, Anastasia Satriyo, M.Psi., menilai bahwa cara Gen Z menyalurkan aspirasi cukup unik. Mereka memilih jalur ekspresif dan visual dibanding tindakan destruktif. Bagi Anastasia, gaya ini menunjukkan kedewasaan Gen Z dalam merespons tekanan sosial.

Sementara itu, Prof. Rose Mini Agoes Salim, Psikolog dari Universitas Indonesia, memberi catatan lain. Menurutnya, meningkatnya jumlah anak di bawah umur yang ikut aksi bisa menjadi persoalan. Demonstrasi memang bisa menjadi sarana belajar menyampaikan pendapat, tetapi remaja sangat rentan terprovokasi karena kontrol diri mereka belum matang.

Analisis: Konstruksi Psikologis dan Arah Kapitalisme

Menariknya, pengklasifikasian karakteristik generasi dalam psikologi modern sering diarahkan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan sistem kapitalisme. Gen Z dipandang perlu diarahkan agar bisa menyalurkan aspirasi tanpa “mengganggu stabilitas politik”—alias tidak sampai menumbuhkan kesadaran politik yang hakiki. Dengan begitu, fokus mereka dialihkan pada ekspresi individual, gaya visual, dan pengakuan identitas, ketimbang menuntut perubahan struktural yang menyentuh akar persoalan.

Padahal, jika ditilik lebih dalam, manusia sejak awal penciptaannya memiliki naluri baqa: dorongan untuk mempertahankan eksistensi dan menolak kezaliman. Naluri ini tak bisa sepenuhnya diredam dengan sekadar hiburan visual atau kanal ekspresi estetis. Ia menuntut solusi yang benar-benar mampu menghapuskan kezaliman itu sendiri.

Gen Z di Nepal: Ketika Ekspresi Dibungkam, Ledakan Terjadi

Konteks Nepal memberikan contoh nyata. Pada September 2025, pemerintah memblokir 26 platform media sosial, termasuk Facebook, Instagram, WhatsApp, dan YouTube. Kebijakan ini memicu protes besar-besaran yang dipelopori Gen Z. Ribuan pelajar dan mahasiswa turun ke jalan, membawa poster kreatif, tetapi juga terlibat dalam bentrokan sengit dengan aparat.

Larangan media sosial hanyalah pemicu akut; di baliknya ada akumulasi kekecewaan terhadap korupsi, nepotisme, dan stagnasi ekonomi. Akibat bentrokan, sedikitnya 19 orang tewas dan ratusan luka-luka. Pemerintah memberlakukan jam malam, aparat menembakkan peluru tajam, bahkan Menteri Komunikasi akhirnya mundur. Tekanan publik membuat larangan media sosial dicabut.

Fenomena ini memperlihatkan bahwa Gen Z tak hanya berhenti pada meme atau konten visual. Ketika ruang digital dibungkam, mereka turun ke jalan dan menuntut perubahan struktural.

Gen Z di Filipina: Partisipasi Politik dan Skeptisisme

Berbeda dengan Nepal, Gen Z di Filipina lebih banyak menyalurkan aspirasi lewat jalur politik formal. Dalam pemilu paruh waktu 2025, sekitar 60% pemilih adalah kelompok muda, dengan Gen Z mencapai lebih dari 18 juta jiwa. Mereka aktif dalam kampanye digital, memobilisasi first-time voters, dan melakukan advokasi melalui media sosial.

Meski begitu, survei menunjukkan tingkat ketidakpuasan yang tinggi terhadap sistem politik. Banyak anak muda Filipina skeptis terhadap institusi, hukum, dan politisi karena korupsi dan janji palsu yang berulang. Di sisi lain, mereka tetap memanfaatkan media sosial untuk menyuarakan kritik, melakukan fact-checking, dan membangun kesadaran politik.

Fenomena ini memperlihatkan wajah lain dari Gen Z: bukan ledakan massa di jalan seperti di Nepal, melainkan gelombang digital yang perlahan membentuk opini publik dan memengaruhi jalannya demokrasi.

Perspektif Islam: Fitrah Manusia dan Tuntunan Syarak

Islam memandang bahwa manusia memiliki fitrah dan keistimewaan (khasiatul-insan) yang harus dituntun oleh syariat, bukan semata teori psikologi. Dalam konteks perlawanan terhadap kezaliman, Islam mengajarkan muhasabah lil hukkam—mengoreksi penguasa dengan seruan yang tegas, berlandaskan dalil syarak. Allah Swt. berfirman:

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik...” (QS. An-Nahl: 125)

Rasulullah saw. pun menegaskan keutamaan orang yang berani berdiri di hadapan penguasa zalim untuk mengatakan kebenaran, meskipun harus berujung pada kematian:

“Pemimpin para syuhadā’ adalah Hamzah bin Abdul Muthalib, dan (juga) seorang laki-laki yang berdiri di hadapan penguasa zalim, lalu ia memerintahkannya (kepada kebaikan) dan melarangnya (dari kemungkaran), kemudian penguasa itu membunuhnya.” (HR. al-Hakim).

Potensi Pemuda: Garda Perubahan Hakiki

Sejarah mencatat, sejak masa Rasulullah saw., pemuda selalu menjadi garda terdepan perubahan. Dari Mush‘ab bin ‘Umair hingga Ali bin Abi Thalib, pemuda Muslim memainkan peran vital dalam dakwah dan perjuangan menegakkan Islam. Mereka tidak berhenti pada sekadar poster atau meme, melainkan mengarahkan energinya pada perubahan hakiki (taghyir)—yakni membebaskan manusia dari kezaliman menuju keadilan dalam bingkai syariat.

Penutup

Gen Z hari ini, baik di Indonesia, Nepal, maupun Filipina, memiliki potensi luar biasa. Namun, jika energi itu hanya diarahkan pada ekspresi simbolik yang aman bagi sistem kapitalis, maka suara mereka akan cepat diredam. Islam menawarkan jalan perubahan yang lebih hakiki: mengarahkan fitrah manusia untuk menegakkan kebenaran, menolak kezaliman, dan mewujudkan masyarakat berkeadilan dengan syariat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image