Krisis Keamanan dalam Sistem Sekuler: Tawaran Islam sebagai Alternatif
Update | 2025-09-14 20:27:33
Rasa aman masyarakat Bondowoso kembali terusik, oleh peristiwa penusukan yang terjadi pada dua orang perempuan muda, di dua lokasi berbeda. Penusukan yang dilakukan oleh orang tak dikenal (OTK) pada Selasa malam 2 September 2025, terjadi dalam selisih waktu satu jam saja.
Penusukan pertama terjadi pukul 23.45 WIB dengan korban bernama Aulia Nisa Vistya Dianti (26). Ia ditusuk saat pulang ke rumah di Perumahan Permata Bataan, Kecamatan Tenggarang. Setelah membuntuti dan memepet korban, pelaku menusuk pinggang sebelah kanan, hingga luka robek 6 cm.
Yang kedua terjadi pukul 00.30, satu jam kemudian dari persitiwa pertama, di Desa Sumbersuko Kecamatan Klabang. Korban Bernama Silvani Aliffia (24) ditusuk dua kali di pinggang kanan oleh pelaku yang juga mengendarai motor. (tribunnews.com 4/9/25)
Hingga saat ini, polisi masih memburu pelaku yang belum tertangkap. Himbauan pun disampaikan pada masyarakat, khususnya perempuan, agar waspada saat bepergian malam hari. Masalah keamanan yang kini rawan sejatinya membuka ruang kritis kita. Apakah ini hanya merupakan kriminal biasa, atau ada problem struktural dalam sistem yang kita jalani saat ini?
Kasus Penusukan: Gejala Rawan Kriminalitas di Tengah Masyarakat Sekuler Kapitalis
Penusukan yang dilakukan oleh sesorang tak dikenal, mengendarai motor, berpakaian serba gelap, mendekati korban, kemudian menusuk dan langsung kabur, membuat keresahan masyarakat atas kriminalitas makin tinggi. Khususnya pada korban, pastilah terjadi traumatik secara psikologis pasca peristiwa itu. Secara umum, kasus penusukan tersebut melahirkan rasa takut pada semua perempuan, saat mereka sedang beraktifitas di ruang publik.
Rasa aman yang hilang di kehidupan sekuler memang sebuah kondisi yang wajar terjadi. Kenapa? Sebab, sekulerisme meniadakan agama sebagai azas atau standar perbuatan. Anggapan bahwa agama cukup di Masjid, menjadikan perilaku bebas kian tak terkontrol. Nilai kebaikan menjadi nisbi, tergantung sudut pandang hawa nafsu masing-masing individu.
Miris, masyarakat yang mayoritas muslim, tapi dikepung kehidupan sekuler dan serba bebas. Tak ada rambu agama dan kontrol tauhid dalam menjalani aktifitas kehidupan. Masyarakat terutama pihak yang lemah, perempuan dan anak-anak menjadi yang paling rentan atas aksi kejahatan.
Pendidikan sekuler juga telah gagal melahirkan generasi dan masyarakat yang bertakwa. Tak ada lagi rasa takut akan dosa terhadap kriminalitas yang dilakukan. Hingga beragam kejahatan seperti penusukan, pembunuhan, pemerkosaan dan sebagainya kerapkali terjadi.
Ditambah maraknya budaya kekerasan dalam industri hiburan. Berbagai film, game, dan konten viral yang menormalisasi kekerasan mudah diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Jadilah media sosial menjadi pasar atensi, sehingga berbagai kasus lebih jadi konsumsi tontonan ketimbang solusi. Kekerasan, kejahatan, atau tragedi dinikmati layaknya "drama" atau "hiburan" bukan untuk disolusi. Rasa empati dan kepedulian masyarakatpun menjadi terkikis, karena terlalu terbiasa melihat tragedi sebagai konten viral. Tragis.
Keamanan di sistem sekuler kapitalis dianggap sebagai komoditas. Berbiaya mahal dan sulit diakses. Keamanan privat hanya bisa dinikmati mereka yang mampu membayar satpam atau membeli CCTV. Padahal keamanan adalah hak publik yang wajib diberikan oleh negara.
Islam Mewujudkan Keamanan Bagi Semua Warga
Dalam Islam, keamanan adalah hak dasar semua warga yang wajib dijamin negara siang dan malam. Penjaminan rasa aman dengan minimnya atau hilangnya tindak kejahatan, dilakukan dalam sinergi beberapa komponen sistem secara optimal.
Pertama sistem pendidikan yang berlandas tauhid dan keimanan akan menjadi benteng pertahanan terkuat dari melakukan tindak kriminalitas. Pendidikan Islam akan menghasilkan generasi dan masyarakat yang mempunyai kepribadian Islam. Yang berfikir dan berbuat atas asas Islam. Menyelesaikan masalah atau pertikaian di atas landasan halal dan haram. Tidak seperti dalam sistem sekuler yang serba bebas tanpa batas.
Kedua, sistem sosial yang saling mengingatkan. Budaya amar makruf nahi mungkar ditegakkan dalam masyarakat. Tak ada yang saling cuek atas tingkah laku orang lain yang menyimpang. Semua terbiasa dan berlomba untuk saling menasihati dalam kebaikan. Masyarakat mempunyai fungsi kontrol sosial, sehingga rasa empati dan peduli dengan kondisi sekitar terwujud dengan baik. Sementara itu, sistem sekuler kapitalisme menghasilakan masyarakat yang individualis dan apatis, karena takut terlibat masalah.
Ketiga, sistem sanksi Islam yang ditegakkan secara tegas, dengan efek jera sekaligus sebagai penebusan dosa di akhirat kelak. Pada pelaku kekerasan, sanksi Islam yang ditegakkan harus dilihat dulu jenis pelanggarannya. Untuk aksi premanisme ditetapkan berdasarkan jenis kejahatannya. Jika pelaku melakukan penganiayaan, seperti penusukan, ia dikenai sanksi jinayat selain jiwa. Jika pelaku melakukan pembunuhan, bisa dijatuhi sanksi kisas yaitu dibunuh balik. Apabila kejahatannya terkategori takzir, ijtihad khalifah atau kadi menjadi dasar penetapan sanksinya. Sebagaimana disebutkan dalam kitab Nidzamul al-Uqubat karya Abdurrahman al-Maliki, bagian kedua tentang Jinayat hal. 197).
Keempat, penjagaan keamanan dan ketertiban masyarakat secara optimal oleh aparat penegak hukum. Dalam Islam terdapat Departemen Keamanan Dalam Negeri untuk mengurusi segala bentuk gangguan keamanan. Dengan menggunakan satuan kepolisian sebagai sarana utama untuk menjaga keamanan dalam negeri. Seperti al-hirâbah (perompakan), pembegalan di jalanan, penyerangan terhadap harta masyarakat semisal pencurian, perampasan, perampokan, dan penggelapan; gangguan terhadap jiwa masyarakat melalui pemukulan, pencederaan, dan pembunuhan; serta gangguan terhadap kehormatan melalui publikasi keburukan dan qadzaf (tuduhan) berzina (Kitab Ajhizatu ad-Daulah al-Khilâfah hlm.154 yang ditulis Syekh Abdul Qadim Zallum rahimahullah)
Perbandingan Sekuler Kapitalisme vs Islam Dalam Penjagaan Keamanan Masyarakat
Dalam sistem Sekuler Kapitalisme, keamanan bersifat reaktif, hanya bergerak saat ada kasus. Itupun acapkali tak mampu menyelesaikan secara tuntas dan mengakar. Banyak residivis yang kemudian bertambah mahir tingkat kriminalitasnya, setelah keluar dari penjara. Keamanan kapitalistik diakses dengan basis jasa, dimana ada cuan disitu ada peluang keamanan bisa dijamin. Begitu juga keamanan sangat rapuh terhadap penetrasi budaya kekerasan, akibat pola hidup liberal.
Berbanding terbalik dengan Islam. Keamanan dalam Islam diwujudkan secara preventif. Dimulai dari pendidikan yang menguatkan keimanan. Kehidupan sosial terjaga, dalam budaya saling menasihati dan kontrol masyarakat. Hukuman tegas dan berimbas sebagai penebus dosa, bagi pelaku kriminal. Partisipatif nyata negara sebagai pelaksana kewajiban penegakan keamanan masyarakat, dengan satuan polisi terbaik yang bisa diakses seluruh masyarakat secara gratis.
Dua kasus penusukan di Bondowoso, menunjukkan rapuhnya sistem keamanan sekuler kapitalis. Sedangkan Islam hadir dengan solusi yang komprehensif. Lantas, mau sampai kapan masyarakat hidup dalam ketakutan, jika sistem yang berlaku tidak menjamin keamanan hakiki? Tidakkah ada rasa rindu kembali pada aturan Islam yang menyelamatkan kehidupan dunia akhirat? Sungguh, tidak ada sistem sanksi yang lebih baik dalam menangani kejahatan selain dari sanksi yang bersumber dari ketetapan Allah Swt.
Wallahu’alam bishowwab
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
