Bagase Tebu Sebagai Bahan Bakar Alternatif: Solusi Hijau atau Masalah Baru?
Iptek | 2025-09-08 23:30:32Pemanfaatan bagase tebu sebagai bahan bakar alternatif
Salah satu cara yang sedang banyak diuji adalah co-firing, yaitu mencampur bagase dengan batubara dalam proses pembakaran di pembangkit listrik atau boiler industri. Secara teori, ide ini menarik: sebagian energi fosil diganti biomassa, emisi karbon bersih berkurang, limbah pertanian jadi bernilai, dan cadangan energi bertambah.
Sebelum melangkah jauh, mari kita kenali sifat dasar bagase:
- Nilai kalor bagase rata-rata hanya 8–12 MJ/kg dalam kondisi mentah, dan bisa mencapai sekitar 16 MJ/kg jika dikeringkan.
- Nilai kalor batubara biasanya berada di kisaran 17–20 MJ/kg.
- Kadar air bagase tinggi (40–50%), membuatnya sulit terbakar optimal tanpa pengeringan.
- Komposisi abu mengandung alkali (kalium, klorin) yang bisa mempercepat pembentukan kerak di boiler.
Dari sini sudah terlihat perbedaannya: secara energi, bagase kalah dari batubara. Secara kimia, kandungan mineralnya berpotensi merusak peralatan jika tidak diantisipasi.
Kelebihan Co-Firing Bagase + Batubara
Kelebihan dari co-firing bagase dengan batubara adalah:
- Mengurangi emisi: Studi menunjukkan pencampuran 1–2,5% bagase bisa menurunkan emisi SO dan NOₓ.
- Manfaatkan limbah: Ampas tebu yang melimpah bisa menjadi bahan bakar tambahan.
- Dukung transisi energi: Jadi jembatan menuju pembangkit lebih ramah lingkungan.
- Teknologinya relatif sederhana: Tidak perlu membangun pembangkit baru, cukup modifikasi.
Tantangan di Lapangan
Inilah bagian yang sering terlewat: mencampur biomassa dengan batubara bukan sekadar mencampur bahan bakar, tapi mencampur karakteristik pembakaran yang berbeda jauh. Masalah yang umum muncul antara lain:
- Slagging & fouling: Abu yang kaya alkali mudah meleleh, menempel, dan membentuk kerak di permukaan boiler.
- Korosi: Kandungan klorin mempercepat pengikisan logam di pipa panas.
- Efisiensi menurun: Nilai kalor rendah dan kadar air tinggi membuat pembakaran tidak seefektif batubara murni.
- Maintenance lebih sering: Pembersihan kerak dan perawatan boiler meningkat.
Solusi Teknis yang Harus Dipertimbangkan
Agar co-firing bagase berjalan lancar, beberapa langkah rekayasa perlu dilakukan:
- Pengeringan awal: Menurunkan kadar air bagase ke level aman agar nilai kalor naik dan pembakaran stabil.
- Torrefaksi: Pemanasan bagase di sekitar 250–300 °C untuk meningkatkan densitas energi dan membuat sifatnya mendekati batubara.
- Penambahan aditif: Mineral seperti MgO atau Al O bisa membantu mencegah kerak.
- Modifikasi burner & ruang bakar: Menyesuaikan aliran udara dan pola pembakaran agar kedua bahan terbakar optimal bersama.
- Perawatan berkala: Boiler dengan co-firing biomassa butuh jadwal pembersihan lebih sering untuk menjaga kinerja.
Jadi, Efektif atau Merusak?
Jawabannya adalah bisa jadi efektif, asal rekayasanya tepat. Tanpa penyesuaian, risiko kerusakan peralatan dan penurunan performa bisa lebih besar daripada manfaatnya. Namun dengan teknologi yang benar, co-firing bagase dapat menekan emisi, memanfaatkan limbah, dan jadi langkah transisi energi yang menarik terutama di daerah penghasil tebu.
Kesimpulannya, bagase bukan sekadar limbah. Ia punya potensi energi yang nyata. Hanya saja, pemanfaatannya bukan jalan pintas yang langsung menguntungkan. Butuh desain, analisis, dan perawatan ekstra agar tidak berubah dari solusi hijau menjadi masalah teknis yang mahal.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
