Mengurai Simbol, Menyelami Makna: Tradisi Ruwatan Bumi di Palasari
Humaniora | 2025-09-05 22:22:14Setiap helai kain putih yang melilit nisan leluhur bukan sekadar hiasan. Ia adalah tanda kesucian, doa yang tak terucap, sekaligus pengingat bahwa kehidupan hari ini berdiri di atas jejak para pendahulu.
“Kalau ada hasil bumi yang hilang dari sesajen, kami tahu ada yang tidak beres di tanah kami,” ujar Cecep, warga setempat sekaligus salah satu keturunan dari salah satu leluhur. Sesajen bagi mereka bukan sekadar persembahan, tapi semacam “bahasa alam” yang jujur, menyampaikan tanda-tanda kesuburan atau gangguan pada lingkungan.
Di tengah keramaian, nasi tumpeng berdiri tegak seperti gunung mini. Warna kuningnya yang cerah, berasal dari kunyit, dianggap simbol kemuliaan dan doa akan rezeki melimpah. Sementara lauk-pauk di sekelilingnya bukan hanya makanan, melainkan lambang harmoni antarwarga. Disajikan dan dimakan bersama seusai acara.
Aroma bunga sedap malam dan dupa yang dibakar menyelimuti udara. Harum yang lembut itu diyakini membuka jalan bagi roh leluhur untuk hadir, sekaligus membersihkan ruang dari energi buruk. Dupa dan bunga sedap malam dibawa ketika menyambut pemerintah setampat hadir di acara tersebut.
Dan mungkin yang paling disukai anak-anak adalah makanan yang digantung di pohon atau tiang. Dahulu berupa opak dan rangginang, kini berubah jadi biskuit dan permen. Setelah doa selesai, makanan itu diturunkan dan dibagikan. Suasana pun pecah jadi tawa dan rebutan kecil yang hangat—sebuah simbol bahwa rezeki dari alam adalah milik bersama.
Ruwatan Bumi bukan hanya tentang ritual. Ia adalah ruang di mana masyarakat membaca pesan alam, merawat hubungan dengan leluhur, dan mempererat kebersamaan. Simbol-simbolnya seakan hidup, menjadi bahasa yang menyatukan masa lalu, kini, dan masa depan dalam satu tarikan napas.
Ditulis oleh :
Nezta Nanda Kayza Ersanda, Ridho Bayhaki dan Rifa Taqiyudin. Dalam rangka menyelesaikan tugas membuat berita KKN di Desa Palasari
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
