Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rheinata Ayu Kinanti

Resep yang Sering Menghilang di Dunia Kesehatan

Eduaksi | 2025-09-05 00:36:10
Pinterest. Ilustrasi hubungan tenaga kesehatan dan pasien. Diakses pada 5 September 2025, dari https://pin.it/5goGbOR8n
Pinterest. Ilustrasi hubungan tenaga kesehatan dan pasien. Diakses pada 5 September 2025, dari https://pin.it/5goGbOR8n

Akhir-akhir ini, banyak berita mengenai layanan kesehatan yang menjadi sorotan di media sosial. Beberapa pasien menyampaikan keluhan karena merasa tidak diperlakukan dengan baik, sementara di sisi lain, tenaga kesehatan juga sering mengeluhkan tekanan yang datang dari tuntutan pasien maupun keluarga pasien. Fenomena ini memperlihatkan bahwa persoalan di dunia kesehatan tidak hanya sebatas pada persoalan medis, seperti pemberian obat, pemeriksaan, atau tindakan prosedural. Ada satu aspek lain yang sama pentingnya, yaitu etika dalam interaksi antara tenaga kesehatan dan pasien.

Etika dalam dunia kesehatan dapat dipahami sebagai seperangkat prinsip moral yang mengatur bagaimana hubungan antara tenaga kesehatan dan pasien dijalankan. Etika bukan sekadar aturan tertulis, melainkan sikap dan perilaku sehari-hari yang mencerminkan penghormatan terhadap martabat manusia. Tanpa adanya etika, hubungan yang seharusnya didasarkan pada rasa saling menghargai justru bisa berubah menjadi hubungan yang timpang. Tenaga kesehatan berpotensi bersikap otoriter karena merasa lebih berpengetahuan, sementara pasien bisa menjadi terlalu pasif, bingung, bahkan menuntut berlebihan. Kondisi ini tidak sehat bagi kedua belah pihak.

Mengapa Etika Itu Penting?

Etika merupakan fondasi dari kepercayaan dan komunikasi yang baik. Dalam praktiknya, pelayanan kesehatan bukan hanya tentang tindakan medis, tetapi juga tentang membangun kepercayaan antara pasien dan tenaga kesehatan. Misalnya, ketika seorang dokter atau perawat bersikap ramah, mendengarkan dengan penuh perhatian, dan menunjukkan empati, pasien akan merasa lebih nyaman untuk terbuka dalam menyampaikan keluhan. Informasi yang lengkap dari pasien ini sangat penting agar tenaga kesehatan bisa mengambil keputusan yang tepat.

Sebaliknya, jika pasien merasa dihargai, ia pun akan lebih kooperatif dalam mengikuti instruksi medis, baik dalam pengobatan maupun gaya hidup sehari-hari. Hal ini membentuk hubungan dua arah yang saling mendukung. Dengan adanya komunikasi yang sehat, proses penyembuhan tidak hanya menjadi lebih cepat, tetapi juga lebih manusiawi.

Dialog yang Setara

Salah satu hal yang perlu diubah dalam paradigma layanan kesehatan adalah cara pandang bahwa interaksi antara tenaga kesehatan dan pasien bukanlah hubungan yang hierarkis, melainkan sebuah dialog yang setara. Memang benar tenaga kesehatan memiliki keahlian dan pengetahuan medis yang luas. Namun, pasien juga memiliki pengalaman pribadi yang sangat berharga tentang tubuhnya sendiri, misalnya bagaimana gejala dirasakan, apa yang membuatnya cemas, atau bagaimana pengobatan memengaruhi aktivitas sehari-hari.

Ketika tenaga kesehatan mau mendengarkan pasien, dan pasien juga menghormati tenaga kesehatan sebagai mitra dalam proses penyembuhan, keputusan medis yang diambil akan lebih tepat sasaran. Tidak hanya sesuai standar klinis, tetapi juga selaras dengan nilai dan kebutuhan manusiawi pasien.

Tantangan di Era Informasi

Di era digital seperti sekarang, informasi tentang kesehatan tersebar sangat cepat. Berita mengenai dugaan malapraktik, pasien yang merasa ditelantarkan, hingga tenaga kesehatan yang disalahkan tanpa pemahaman utuh, kerap viral di media sosial. Kondisi ini sering memunculkan persepsi negatif, bahkan sebelum kasus tersebut dipahami secara menyeluruh.

Dalam situasi ini, penting untuk menahan diri agar tidak terjebak dalam arus komentar yang hanya memperkeruh suasana. Yang lebih penting adalah bagaimana kita membangun budaya etis dalam dunia kesehatan. Budaya ini tidak hanya berlaku untuk tenaga kesehatan, tetapi juga pasien dan masyarakat luas.

Membangun Budaya Etis dalam Kesehatan

Untuk menciptakan hubungan yang sehat antara tenaga kesehatan dan pasien, diperlukan komitmen bersama.

Dengan adanya kesadaran kedua belah pihak, etika tidak lagi menjadi “resep yang hilang”, tetapi justru menjadi kunci keberhasilan layanan kesehatan.

Penutup

Etika dalam dunia kesehatan bukan hanya aturan normatif, melainkan nilai dasar yang harus hidup dalam setiap interaksi. Tanpa etika, obat dan teknologi canggih sekalipun tidak akan mampu membangun kepercayaan antara tenaga kesehatan dan pasien. Sebaliknya, dengan etika yang dijaga, kesehatan akan memiliki makna yang lebih luas tidak hanya pemulihan tubuh, tetapi juga terciptanya hubungan manusiawi yang membuat semua pihak merasa dihargai.

Seperti diingatkan dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia dan peraturan Kementerian Kesehatan tentang hak pasien, pelayanan kesehatan harus selalu menempatkan manusia sebagai pusat perhatian. Dengan demikian, etika bukanlah sesuatu yang bisa diabaikan, melainkan fondasi utama dalam menjaga martabat dan kualitas layanan kesehatan di Indonesia.

Sumber:

• Ikatan Dokter Indonesia. (2020). Kode Etik Kedokteran Indonesia. Jakarta:Pengurus Besar IDI

• Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2014 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Hak Pasien. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Biodata Penulis:

Rheinata Ayu Kinanti adalah mahasiswa Jurusan Keperawatan Universitas Airlangga 2025. Ia memiliki ketertarikan pada isu-isu kesehatan, khususnya dalam bidang promosi kesehatan, etika pelayanan kesehatan, dan peran komunikasi antara tenaga kesehatan dan pasien. Artikel ini ditulis sebagai refleksi terhadap pentingnya etika sebagai fondasi dalam mewujudkan layanan kesehatan yang manusiawi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image