Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image rafysya.me

Manusia Sepelemparan Batu

Khazanah | 2025-09-04 20:56:36

Keterbatasan adalah keniscayaan, namun makna selalu dapat melampauinya.

Oleh : rafysya.me - Kolumnis Independen dan Founder Indonesia Ideas Hub (IIH)

Manusia itu sejatinya laksana sepelemparan batu. Seberapa jauh kita berusaha melempar, selalu akan ada batas. Tidak akan pernah mungkin batu dapat terlempar sejauh satu kilometer, dan tidak akan pernah mungkin tanpa ujung. Begitu pula dengan hidup kita, akan selalu ada jarak, akan selalu ada keterbatasan, akan selalu ada titik henti yang tidak bisa kita tolak.

Namun, sejatinya, membersamai keterbatasan tersebut, dalam setiap diri manusia, akan hadir kerinduan yang sama: ingin dianggap ada. Setiap kita pasti ingin disapa, dihargai, dihormati, diperhatikan. Ini bukanlah kelemahan, namun salah satu kebutuhan dasar manusia. Psikologi modern menyebutnya sebagai kebutuhan akan pengakuan dan penghargaan, setelah terpenuhinya kebutuhan fisik. Maka jangan pernah heran, jika banyak manusia merasa kosong bukan karena lapar perut, melainkan lapar pengakuan.

Celakanya, seringkali dan bisa jadi kita sibuk menuntut dihormati, namun kita sendiri jarang menghormati. Kita ingin diperlakukan manusiawi, namun kita lupa memanusiakan orang lain. Padahal logikanya sangat sederhana: kita tidak bisa mengendalikan respon, hati, atau pikiran orang lain. Yang bisa kita kendalikan hanyalah diri kita sendiri, apa yang kita ucapkan, bagaimana kita menyapa, serta cara kita memperlakukan orang lain di sekitar kita.

Jika kita merasa tidak dihargai, barangkali bukan dunia yang abai. Bisa jadi kitalah yang belum berusaha menganggap orang lain ada. Jika kita ingin dianggap manusia, maka kita mulai dengan memanusiakan orang lain dari yang terdekat kita. Karena sejatinya, pengakuan dan penghormatan itu bukanlah hadiah, namun cermin pantulan.

Hidup ini memang tak lebih dari sepelemparan batu. Singkat, terbatas, memiliki limitasi waktu, cepat hilang dari pandangan. Namun selama jarak itu masih ada, kita bisa memastikan keberadaan kita tetap terasa. Bukan karena teriakan meminta pengakuan, melainkan karena kita telah memberi makna pada sesama. Karena sejatinya hidup adalah menjadi manusia yang bermanfaat bagi seluas-luasnya orang lain di sekitar kita

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image