Anak Muda Jadi Korban Utama Krisis Tenaga Kerja Global
Politik | 2025-09-04 09:55:07
Kapitalisme Gagal, Negara Lepas Tangan
Krisis tenaga kerja global menghantam berbagai negara besar—Inggris, Prancis, Amerika Serikat, hingga Cina—dan angka pengangguran kian menanjak. Ironisnya, muncul fenomena tragis: orang rela pura-pura bekerja atau bekerja tanpa digaji, semata agar tidak dicap pengangguran. Bukankah ini bentuk eksploitasi paling telanjang di era modern? Beginilah wajah asli kapitalisme—sistem yang diagung-agungkan, tetapi gagal menjamin pekerjaan, apalagi kesejahteraan.
Indonesia tidak berbeda. Pemerintah dengan lantang menyebut angka pengangguran menurun, tetapi realitas di lapangan berkata lain. Separuh dari pengangguran di negeri ini adalah anak muda. Ya, generasi emas yang digembar-gemborkan itu justru dipaksa hidup dalam ketidakpastian. Mereka dijejali narasi “bonus demografi”, namun kenyataannya, mereka terjebak dalam jeratan jobless growth: ekonomi tumbuh, tetapi lapangan kerja tidak tersedia.
Retorika Negara, Ilusi Rakyat
Alih-alih menyelesaikan masalah, negara justru sibuk memoles retorika. Job fair digelar seolah-olah menjadi solusi mujarab. Padahal, apa gunanya pamer lowongan, jika perusahaan-perusahaan besar justru sibuk memangkas karyawan? Bukankah ini sekadar pencitraan, bukan solusi?
Begitu pula dengan jargon sekolah vokasi. Pemerintah menjanjikan lulusan vokasi lebih cepat terserap industri. Faktanya? Ribuan lulusan vokasi tetap menganggur. Sementara itu, dunia industri sendiri tengah porak-poranda akibat PHK massal. Apakah ini bukan bentuk pembohongan publik? Anak-anak muda dibujuk masuk ke jurusan tertentu dengan iming-iming kerja, hanya untuk berakhir di daftar panjang pengangguran.
Kapitalisme: Mesin Penghisap, Bukan Penyedia Kehidupan
Akar masalahnya jelas: kapitalisme. Sistem ini hanya memihak pada pemilik modal. Kekayaan dunia terkonsentrasi pada segelintir elite. Di Indonesia, data Celios menunjukkan kekayaan 50 orang terkaya setara dengan kekayaan 50 juta rakyat. Inikah yang disebut pertumbuhan ekonomi? Sebuah sistem yang memungkinkan minoritas superkaya menumpuk harta, sementara mayoritas rakyat berebut serpihan sisa.
Selama kapitalisme yang dikawal oleh negara ini tetap dipertahankan, jangan pernah berharap pengangguran terselesaikan. Karena dalam logika kapitalisme, manusia hanyalah angka, tenaga hanyalah komoditas. Jika dianggap tidak menguntungkan, manusia bisa dengan mudah dibuang dari sistem.
Negara Seharusnya Mengurusi, Bukan Mencuci Tangan
Dalam Islam, penguasa adalah raa’in—pengurus rakyat. Artinya, negara wajib menyediakan kebutuhan dasar, termasuk pekerjaan. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang ia urus.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Negara tidak boleh membiarkan rakyatnya menganggur tanpa solusi. Islam menuntut penguasa memfasilitasi rakyat agar bisa bekerja dengan layak: menyediakan pendidikan bermutu, membuka akses modal tanpa riba, mendistribusikan tanah untuk digarap, hingga membangun industri strategis untuk menyerap tenaga kerja dalam skala besar.
Allah ﷻ pun menegaskan bahwa harta tidak boleh hanya berputar di kalangan segelintir elite:
“ supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” (QS. Al-Hasyr: 7)
Inilah prinsip distribusi ekonomi Islam. Sumber daya tidak boleh dimonopoli oleh korporasi, apalagi asing. Negara wajib memastikan kekayaan alam dan sumber-sumber ekonomi digunakan untuk kemakmuran rakyat, bukan untuk segelintir orang.
Islam: Solusi Hakiki, Bukan Janji Kosong
Islam tidak mengenal retorika tanpa aksi. Sistem ekonomi Islam memastikan kekayaan tidak terkonsentrasi di segelintir orang. Zakat, larangan riba, kepemilikan umum atas sumber daya vital—semua mekanisme itu menjaga distribusi kekayaan tetap adil. Pendidikan dalam Islam pun tidak menjadikan generasi sekadar “robot industri”, melainkan SDM berilmu, ahli, dan siap membangun peradaban.
Inilah bedanya dengan kapitalisme: Islam menempatkan manusia sebagai subjek yang harus dijamin kehidupannya, bukan sekadar angka dalam laporan ekonomi.
Penutup: Saatnya Berhenti Ditipu Kapitalisme
Krisis tenaga kerja global hari ini adalah alarm keras bahwa kapitalisme gagal total. Di Indonesia, anak muda menjadi korban utama. Mereka ditipu dengan jargon “bonus demografi”, “job fair”, dan “ekonomi kreatif”, padahal kenyataannya mereka dibiarkan menganggur.
Pertanyaannya: sampai kapan kita rela dipermainkan oleh sistem yang nyata-nyata gagal? Apakah kita akan terus menerima ilusi pertumbuhan ekonomi, sementara anak-anak muda kita kehilangan masa depan?
Islam telah menunjukkan jalan. Rasulullah ﷺ menegakkan negara yang menjamin rakyatnya, para khalifah melanjutkan tugas itu dengan penuh tanggung jawab. Inilah bukti sejarah bahwa sistem Islam bukan utopia, melainkan solusi nyata.
Anak muda tidak boleh selamanya jadi korban. Mereka adalah aset berharga peradaban. Dan hanya dengan Islam yang diterapkan secara kaffah, mereka bisa meraih masa depan yang pasti, mulia, dan bermakna.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
