PBB Soroti Kekerasan Aparat: Indonesia Malu atau Justru Bangga?
Info Terkini | 2025-09-02 16:53:42PBB baru saja menyoroti Indonesia terkait kekerasan aparat dalam menangani demonstrasi yang berujung korban jiwa. Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk HAM (OHCHR) lewat juru bicaranya, Ravina Shamdasani, pada Senin, 1 September 2025, mendesak agar dilakukan penyelidikan menyeluruh. PBB menegaskan bahwa aparat kepolisian, TNI, hingga pejabat pemerintah memiliki kewajiban menjunjung tinggi hak atas kebebasan berkumpul dan berekspresi, sambil menjaga ketertiban sesuai norma internasional. Lebih jauh, PBB juga menekankan bahwa kebebasan pers tak boleh dibungkam, karena media merupakan salah satu pilar demokrasi yang menjaga transparansi sebuah bangsa.
Namun apa yang terjadi di Indonesia justru ironis. Alih-alih mengevaluasi aparat yang telah menimbulkan korban, presiden justru memberikan kenaikan pangkat, seakan-akan kekerasan dianggap bagian dari prestasi. Narasi resmi negara pun bergeser: aparat disebut “khilaf”, sementara demonstrasi diposisikan sebagai gerakan yang didalangi antek asing. Seolah-olah keresahan rakyat yang nyata itu tak pernah ada, melainkan semata hasil provokasi pihak luar.
Pertanyaannya, waras tidak sih seorang presiden ketika di hadapan dunia justru membela aparat yang jelas-jelas melakukan pelanggaran HAM? Ketika lembaga internasional sebesar PBB menyorot dengan serius, mestinya pemerintah menundukkan kepala, mengakui kesalahan, lalu berbenah. Bukan malah bangga, seolah kritik dunia adalah angin lalu yang tak perlu digubris.
Narasi pemerintah yang menutupi kesalahan aparat dengan retorika nasionalisme justru makin memperlihatkan wajah ganda. Di satu sisi bicara soal Indonesia menuju negara besar, di sisi lain menutup mata terhadap pelanggaran serius terhadap hak warganya sendiri. Dunia melihat dengan jelas aparat memukul, menembak, menabrak, dan negara malah melindungi mereka dengan dalih “khilaf" atau kesalahan kecil.
Malu atau bangga, itulah pertanyaan besar untuk Indonesia hari ini. Karena bagi masyarakat internasional, bukan pembangunan gedung pencakar langit atau proyek infrastruktur yang jadi ukuran martabat bangsa, melainkan bagaimana sebuah negara memperlakukan warganya sendiri.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
