APTIKIS dan 14 PTKIS Awali Kegiatan dengan FGD di Masjid Istiqlal
Eduaksi | 2025-08-29 07:17:53
JAKARTA – Sebagai tindak lanjut kegiatan sebelumnya, maka dilaksanakan sebuah evaluasi dan monitoring program yang bertajuk “Lokakarya Nasional Evaluasi dan Monitoring Kerjasama Perguruan Tingig di Asia Tenggara” yang dilaksanakan Kamis-Jumat, 28-29 Agustus 2025. Ini diwujudkan sebagai upaya untuk mendokumentasikan kegiatan yang sudah terlaksana.
Sebagaimana diketahui Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (APTIKIS) bersama 14 Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (PTKIS) mengawali kegiatan dengan menggelar Focus Group Discussion (FGD) di Ruang Serbaguna Masjid Istiqlal, Jakarta, pada Sabtu, 2 Agustus 2025.
Pertemuan ini menjadi langkah strategis dan awal bagi mereka untuk mengikuti simposium di tiga negara Asia Tenggara, yaitu Malaysia, Thailand, dan Singapura. Selanjutnya simposium dilaksanakan pada tanggal 3-8 Agustus di Malaysia-Thailand-Singapura.
Di tiga negara tersebut mengunjungi dan mengadakan pelbagai aktivitas, diantaranya seminar, diskusi terpumpun, benchmark, dan juga simposium. Dimulai dari Universiti Kebangsaan Malaysia, selanjutnya MTTNP Negeri Pahang, UCYP University, Fatoni University, dan berakhir di Muhammadiyah Islamic College of Singapore. Begitu pula dengan Universiti Malaysia Terengganu, dan Yala Rajabhat University (Thailand) yang dilaksanakan hybrid.
FGD yang dihadiri oleh perwakilan dari 14 PTKIS, termasuk Institut Agama Islam (IAI) Rawa Konawe Selatan dari Sulawesi Tenggara, turut mengundang Staf Khusus Menteri Agama RI, Farid Saenong. Kegiatan FGD dipimpin Ketua Umum APTIKIS, Dr. H. Maslim Halimin. Diskusi ini difokuskan pada pematangan persiapan teknis, penyamaan visi dan misi, serta penguatan posisi PTKIS di kancah internasional.
Strategi Perluasan Peran Global PTKIS
Simposium yang diadakan baru-baru ini bukan hanya forum biasa untuk pertukaran pengetahuan, tetapi juga platform strategis yang dirancang untuk meningkatkan visibilitas pendidikan tinggi Islam di Indonesia di panggung global. Acara ini berfungsi sebagai wadah bagi akademisi untuk bertukar pikiran, mempresentasikan temuan penelitian, dan berbagi pengalaman di berbagai bidang seperti agama, pendidikan, dan isu-isu sosial.
Tujuan utama simposium ini adalah untuk memperkuat Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (PTKIS) agar bisa menjadi agen perubahan yang responsif terhadap tantangan zaman. Dengan demikian, PTKIS diharapkan dapat berkontribusi secara signifikan dalam menangani isu-isu global yang semakin kompleks. “Secara umum, apa yang menjadi tujuan kegiatan, semuanya tercapai,” kata Ismail yang saat ini berada di Osaka, Jepang dalam kaitan dengan evaluasi kegiatan.
Partisipasi aktif dalam simposium ini membuka peluang penting bagi PTKIS untuk menjalin kolaborasi internasional dengan institusi pendidikan di luar negeri. Harapan besar terletak pada terciptanya kemitraan yang tidak hanya terbatas pada kerja sama penelitian, tetapi juga mencakup program pertukaran mahasiswa dan dosen. Program semacam ini sangat vital untuk memperkaya wawasan dan mengasah kompetensi para akademisi, mempersiapkan mereka untuk berinteraksi dalam lingkungan global yang kompetitif. Kerangka kolaborasi ini dipandang sebagai langkah krusial untuk mengintegrasikan PTKIS ke dalam jaringan akademik global.
Dalam konteks rekognisi internasional, Ismail Suardi Wekke menggarisbawahi pentingnya langkah-langkah strategis untuk memastikan PTKIS dapat bersaing. Menurutnya, rekognisi internasional bukan sekadar pengakuan formal, melainkan hasil dari proses panjang peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan.
Beliau menekankan bahwa rekognisi ini akan datang secara alami jika PTKIS mampu memproduksi lulusan dan penelitian yang berkualitas tinggi, serta beradaptasi dengan standar global. Strategi utama yang harus ditempuh adalah fokus pada keunggulan akademik, riset inovatif, dan publikasi di jurnal-jurnal bereputasi internasional.
Wekke menambahkan bahwa salah satu indikator utama rekognisi internasional adalah kualitas riset dan publikasi ilmiah. Ia berpendapat bahwa PTKIS harus lebih proaktif dalam mendorong dosen dan mahasiswa untuk mempublikasikan karya mereka di jurnal-jurnal internasional yang terindeks.
Hal ini tidak hanya meningkatkan reputasi individu akademisi, tetapi juga mengangkat citra institusi di mata dunia. Beliau juga menyoroti perlunya dukungan finansial dan kebijakan yang memadai dari pemerintah dan lembaga terkait untuk memfasilitasi kegiatan riset yang mendalam dan berstandar internasional.
Simposium ini menjadi langkah awal yang signifikan dalam mewujudkan visi PTKIS sebagai entitas pendidikan yang relevan dan berkontribusi secara global. Melalui kolaborasi, inovasi, dan peningkatan kualitas yang berkelanjutan, PTKIS dapat menunjukkan peranannya sebagai pusat keunggulan Islam yang tidak hanya melayani kebutuhan lokal, tetapi juga mampu memberikan solusi untuk tantangan global. Upaya kolektif ini diharapkan dapat membuka pintu bagi rekognisi yang lebih luas, menempatkan PTKIS sebagai pemain kunci dalam lanskap pendidikan tinggi dunia.
Jembatan Menuju Percakapan Internasional
Ismail Suardi Wekke, selanjutnya memnabahkan terkait keperluan simposium tersebut bagi PTKIS. Menurutnya, simposium ini menjadi "jembatan penting bagi PTKIS untuk mendapatkan pengakuan dan rekognisi internasional."
"Kegiatan ini sangat krusial karena memberikan kita kesempatan untuk berjejaring secara global dan menunjukkan kualitas pendidikan Islam yang kita miliki," ujar Ismail. "Ini bukan hanya tentang hadir dan berpartisipasi, tetapi tentang bagaimana kita bisa memanfaatkan forum ini untuk membangun kolaborasi strategis, meningkatkan standar akademik, dan menjadikan PTKIS memiliki pergaulan akademis di tingkat dunia."
Ia juga menambahkan bahwa simposium ini adalah bukti nyata dari komitmen APTIKIS dan seluruh PTKIS yang terlibat untuk terus berkembang dan beradaptasi dengan tuntutan global. Harapannya, kegiatan ini akan menjadi agenda rutin yang dapat meningkatkan daya sanding pendidikan tinggi Islam di Indonesia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
