Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Melia Senita

Beda Pajak, Zakat dan Wakaf, Ini Dia Cara Menentukan Hak Umat

Agama | 2025-08-29 07:04:56

Beda Pajak,Zakat dan Wakaf, Ini Dia Cara Menentukan Hak Umat

Oleh Melia Senita

Center of Economic and Law Studies (Celios) mengusulkan 10 pajak baru yang diklaim bisa menghasilkan Rp388,2 triliun. Usul ini disampaikan kepada Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu. Direktur Kebijakan Fiskal Celios Media Wahyu Askar meminta pemerintah tidak "berburu di kebun binatang" atau hanya fokus menyasar wajib pajak yang sudah teridentifikasi.

"Ini sengaja kami munculkan ke publik sebagai sebuah perdebatan agar kita bisa melihat secara keseluruhan bahwa ada cara lain, alternatif strategi lain, yang sangat impactful dalam meningkatkan potensi perpajakan kita," kata Wahyu pada peluncuran riset berjudul Dengan Hormat, Pejabat Negara: Jangan Menarik Pajak seperti Berburu di Kebun Binatang di Kantor Celios, Jakarta Pusat, (CNN Indonesia Selasa, 12 Agustus 2025).

Pernyataan ini, sangatlah meresahkan yang mengundang polemic ditengah-tengah masyarakat. Pasalnya ungkapan yang sama Menkeu Sri Mulyani mengatakan, kewajiban pajak sama dengan zakat dan wakaf. Pernyataan ini bertujuan untuk menggenjot penerimaan pajak yang sedang seret. Genjotan ini sangatlah diluar ketentuan dan desakan secara tidak langsung memberikan gambaran negera sangat defisit, bagaimana tidak beban pajak hanya diperoleh dari masyarakat sementara hasil pembayaran pajak hanya dinikmat kaum elit, berbagai usaha dilancarkan mulai pajak, warisan,dan lain-lain. Sedangkan pajak yang sudah ada, tarifnya dinaikkan berkali-kali lipat, seperti PBB.

Pungutan pajak adalah sasaran empuk bagi penguasa guna mengembalikan perekomian negara, disisi lain sumber daya alam diserahkan pada asing, hal ini akan menyebabkan kemiskinan makin parah, penguasa menekan rakyat dengan memberikan fasilitas yang mewah bagi asing dimana lapangan kerja masyarakat dipersulit, kezholiman penguasa dengan masyarakat sebagai alat perah guna memperkaya diri. Hasilnya jauh panggang daripada api, Uang pajak digunakan untuk proyek-proyek yang menguntungkan kapitalis. Kebijakan pajak juga menganakemaskan oligarki, seperti tax amnesty. Pajak adalah pembayaran atau pungutan wajib yang dipungut oleh pemerintah daerah, negara bagian, dan pemerintah nasional dari individu atau bisnis untuk menutupi biaya layanan, barang, dan kegiatan oleh pemerintah secara umum. Dalam menetapkan pajak system ini mengundang pro dan kontra hasil dari undang-undang sekuler lumrah terjadi pasalnya hukum yang dibuat berdasarkan hasil isi kepala setiap orangnya berbeda,termasuk dengan menetapkan kewajiban pajak bagaimana tidak, pajak menjadikan beban yang memberatkan masyarakat, Sejatinya masyarakat mengharapkan kehidupan yang layak, namun sayang seribu sayang menjangkaunya tidak akan mungkin terjadi.

Bukan rahasia umum lagi, gaji pejabat bernilai miliaran bahkan triliunan menginginkan nihilnya pajak,dengan bermottokan modal sekecil-kecilnya keuntungan sebesar-sebesarnya ini prinsip yang diterapkan sejak lama. Beban itu dipikul rakyat, menciptakan kemiskinan struktural. Ketika tidak kuat modal bisa gulung tikar yang bertahan gali lobang tutup lobang, tidak kuat iman pinjaman berbunga tinggi jadi taruhannya. Sebenarnya bagaimana pajak sejatinya diperoleh dan didistribusikan? Dalam mengelola keuangan harus berdasar tuntunan dan peraturan yang berlaku dimana ada konsekuensi yang akan dipertanggungjawabkan baik didunia maupun akherat dalam segala system, baik ideologi sekuler maupun Islam hanya beda tempat dan hukuman yang berlaku. Sejahtera nihil, mental lemah dan kemiskinan makin merajalela.

Indonesia menggambarkan pajak secara garis besar (Lihat UU KUP [Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan] Nomor 28 Tahun 2007, pasal 1, ayat 1). kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Fakta hari ini kemakmuran sulit didapatkan

Pajak dan Zakat dalam pandangan Islam

Secara Istilah pajak (al-dharībah), yang terdapat dalam ekonomi Barat (kapitalisme), boleh dipakai umat Islam, karena faktanya Islam juga membolehkan negara (Khilafah) untuk mengambil harta dari warga negara untuk memenuhi berbagai keperluan negara. Alhasil dalam mengelolaan keuangan Islam memiliki aturan yang sangat komplit setiap pemasukan yang diperoleh dalam mengurusi keuangan diambil berdasar Al-Qur’an dan As-Sunnah yakni air,api serta pandangan rumput dikelola oleh negara dimana ada skala yang dikelola individu yakni skalanya kecil dan dibangun dalam pondasi aqidah yang kuat dalam mengelolanya. Aturan ini dibuat bukan tanpa alasan yang menjadikan pahala dan dosa bagi yang mengamalkannya teruntuk orang yang beriman menghendaki wa mimmaa rozaqnaahum yungfiquun yang mana mereka menginfak sebagian rezeki yang Kami (Allah) berikan kepada mereka. Hal ini jelas tidak untuk memperkaya diri sebagaimanadigambarkan system hari ini.

Islam dengan kesadaran penuh, dibangun berdasarkan aqidah yang kokoh dan struktur negara yang mumpuni, ini akan menciptakan suasana tentram, keselarasan dan berimbang artinya pajak dalam Islam tidaklah wajib. Di dalam Islam pajak dengan kata lain Dharibah ialah harta yang diwajibkan Allah SWT kepada muslimin untuk membiayai berbagai kebutuhan dan pos-pos pengeluaran yang memang diwajibkan atas mereka pada kondisi Baitul mal kosong tempat pengumpulan harta atau uang milik negara. Pajak (al-tawzhīf) adalah pungutan yang ditugaskan oleh Imam (Khalifah) kepada orang-orang kaya, dalam kadar yang mencukupi menurut pandangan Imam ketika dana di Baitul Mal kosong.” (Imam Ghazali, Syifā’ Al-Ghalīl fī Bayān al-Syabah wa Al-Mukhayyil wa Masālik Al-Ta’līl, hlm, 236).

Pos ini dinamakan Baitul mal merupakan pemasukan rutin dan Allah SWT menjadikan (pos-pos pemasukan) tersebut hak atas muslimin. Yang notabene juga hak baitul mal. Seperti dari fa'i, kharaj, usyur, milik umum yang dialihkan jadi milik negara. Semua itu akan cukup membiayai kewajiban baitul mal baik dalam kondisi ada uang (harta) maupun tidak. Artinya pajak bukanlah diambil secara rutin dan dibeban pembelanjaan dan harta yang dikeluarkan. Bahkan jika Baitul mall kosong maka kewajiban pajak hanya dibebankan kepada orang muslim kaya saja. Islam menjauhkan kepemimpinan dzholim dari rakyatnya, sehingga jika ada peluang penguasa semena-mena maka hukumam berlkau atasnya. Dalam Islam telah menegaskan keharaman pajak dengan dalil-dalil yang jelas,sebagaimana diperuntukkan kekhususan bagi orang-orang yang beriman

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil .”[An-Nisa/4 : 29]

Allah melarang hamba-Nya saling memakan harta sesamanya dengan jalan yang tidak dibenarkan juga dijelaskan juga dalam ayat diatas hal ini menjelaskan pajak adalah salah satu jalan yang batil untuk memakan harta sesamanya dalam sebuah hadits yang shahih Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

لاَ يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسلِمٍ إِلاَّ بِطِيْبِ نَفْسٍ مِنْهُ

“Tidak halal harta seseorang muslim kecuali dengan kerelaan dari pemiliknya

Ada beberapa hadits yang menjelaskan keharaman pajak dan ancamannya. Adapun dalil secara khusus, bagi para penariknya, di antaranya bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

إِنَّ صَاحِبَ الْمَكسِ فِيْ النَّارِ

“Sesungguhnya pelaku/pemungut pajak (diadzab) di neraka” [HR Ahmad 4/109, Abu Dawud kitab Al-Imarah : 7]

Bisa kita simpulkan Pajak berbeda dengan zakat dan wakaf. Zakat adalah kewajiban atas harta bagi muslim yang kaya dan kekayaannya melebihi nisab serta mencapai haul,zakat diperuntuk fakir, miskin, amil zakat, muallaf (orang yang baru masuk Islam), budak (riqab) yang ingin memerdekakan diri, orang yang terlilit utang (gharim), orang yang berjuang di jalan Allah (fisabilillah), dan musafir (ibnu sabil) yang kehabisan bekal.

Wakaf hukumnya sunah, bukan sebuah kewajiban. yang diperuntukkan kepada masyarakat umum untuk kepentingan sosial (pendidikan, kesehatan, dll.), keluarga pewakaf (wakaf ahli), atau kombinasi keduanya (wakaf musytarak).

Sedangkan pajak dalam Islam hanya dipungut dari lelaki muslim yang kaya, untuk keperluan urgen yang sudah ditentukan syariat sebagaimana tercantum dalam kitab Al-Amwal, sifatnya temporer hanya ketika kas negara kosong. Hal ini jelas terdapat perbedaan dalam pajak, zakat dan wakaf dalam pandangan sekuler dan Islam.

Keresahan peraturan ini datang dari sikap egoisme penguasa, undang-undang menjadi tempat hawa nafsu melanggengkan kesewenangan berdasarkan keinginan manusia. Bukan berdasrkan perintah Allah SWT yang maha segalanya. Maka pantas saja, semakin lama ketidak adilan menjadi terbiasa dan mereka yang punya kuasa terus menerus menindas kaum lemah. Untuk itu tidak ada ketaatan pada kejahatan sistemik ini, beralih pada institusi terbaik dengan sistem berdasarkan Qur’an dan Sunnah.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image