Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sebi Daily

Standar Kecantikan: Pembunuh Sunyi Perempuan

Gaya Hidup | 2025-08-26 11:31:58
Ilustrasi Menarik. Foto: Ylanite K./Pexels.

Oleh: Fadla Maulidia_Mahasiswa Institut Agama Islam SEBI.

Kata cantik sangat identik dengan perempuan, dan mereka berlomba-lomba untuk bisa menjadi yang paling cantik. Alasannya sederhana, yaitu agar mendapat lebih banyak perhatian dan merasa dihargai. Narasi standar kecantikan seperti “Cantik itu harus putih, langsing, berambut lurus dan tinggi” selalu dimuat dalam iklan televisi, tren media sosial hingga perbincangan sehari-hari. Seakan nilai perempuan hanya diukur dari ukuran pinggang, warna kulit, dan bentuk wajahnya. Standar kecantikan ini benar-benar membunuh mentalmu secara perlahan, tidak hanya menekan secara psikologis, tetapi juga membahayakan secara fisik. Fenomena ini semakin relevan di era digital seperti saat ini, di mana algoritma media sosial selalu menampilkan wajah-wajah “sempurna” yang semakin menambah ilusi standar kecantikan itu sendiri.

Standar kecantikan modern saat ini, bukan lagi tentang selera estetika, melainkan bentuk penindasan secara halus yang membunuh kepercayaan diri, kesehatan mental, bahkan fisik perempuan. Banyak perempuan khususnya remaja yang merasa insecure dengan bentuk fisiknya, sehingga tidak percaya diri untuk tampil di depan banyak orang, mereka khawatir akan mendapat respons yang kurang mengenakkan dari orang lain.

Terdapat faktor yang meyebabkan perempuan berlomba-lomba dalam memenuhi standar kecantikan serta dampak yang ditimbulkan dari standar kecantikan yang seragam ini, yakni diantaranya adalah:

1. Tekanan psikologis

Riset WHO menunjukkan bahwa remaja perempuan adalah kelompok paling rentan mengalami gangguan citra tubuh (body image), mereka begitu terobsesi untuk memenuhi standar kecantikan dan merasa tidak puas dengan bentuk fisik yang dimiliki, hal ini menyebabkan kecemasan, depresi dan insecure yang berlebihan.

2. Pengaruh tren standar kecantikan budaya luar

Salah satu penyebab tingginya obsesi perempuan dalam memenuhi standar kecantikan yang seragam adalah, masuknya budaya Korea melalui drama maupun musik. Figur artis Korea yang memiliki kulit putih, badan langsing, dan wajah tirus telah menjadi kiblat baru dalam tren standar kecantikan saat ini. Menurut Survei Jakpat 2023, lebih dari 60% remaja perempuan Indonesia mengaku kurang percaya diri setelah membandingkan dirinya dengan idol Korea. Tak jarang mereka sering mengikuti diet ekstrem, membeli skincare Korea atau bahkan melakukan apa pun yang berisiko seperti operasi plastik, demi bisa memiliki kecantikan seperti idolnya.

3. Bahaya untuk fisik dan ekonomi

Tren standar kecantikan ini berhasil membuat banyak orang untuk menggunakan produk pemutih instan seperti merkuri, suntik putih, hingga operasi plastik ilegal. Data Kementerian Perdagangan 2022 bahkan mencatat lonjakan impor kosmetik Korea sebesar lebih dari 35% dalam lima tahun terakhir. Tentu, industri kecantikan memanfaatkan momen ini untuk meraup keuntungan, dengan menciptakan promosi-promosi di sosial media berupa masalah yang dihadapi perempuan dan menampilkan produknya sebagai solusi atas permasalahan tersebut, sementara remaja perempuan makin terjebak dalam lingkaran konsumsi produk kecantikan yang tidak sehat.

Banyak orang berpendapat bahwa standar kecantikan hanyalah keinginan masing-masing, namun argumen ini telah goyah, karena faktanya, tekanan sosial dan paparan media membuat standar itu terasa seperti kewajiban, bukan pilihan. Perempuan yang tidak mengikuti standar kecantikan akan dianggap sebagai perempuan yang tidak bisa merawat diri, atau tidak menarik. Dengan kata lain, standar kecantikan telah berubah menjadi alat kontrol sosial yang membatasi kebebasan berekspresi perempuan.

Standar kecantikan saat ini, tidak hanya merenggut kebebasan perempuan dalam berekspresi, tetapi juga menggerogoti kesehatan mental dan fisik mereka. Kita perlu memutus narasi bahwa cantik itu harus putih, tinggi, langsing dan sebagainya. Semua perempuan cantik dengan keunikannya masing-masing. Cantik seharusnya dimaknai dengan keberagaman bentuk, warna dan ekspresi diri yang sehat. Jika tidak, standar kecantikan akan terus menjadi “pembunuh sunyi” yang merenggut harga diri dan nyawa banyak perempuan.

Hal yang perlu kita lakukan saat ini adalah menolak komentar body shaming, mendukung representasi kecantikan yang beragam, dan merayakan kecantikan alami tiap individu. Karena sejatinya, kecantikan itu sangat beragam dan tidak seharusnya membunuhmu

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image