Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rifqie Alvin Nazeer, S.H., C.L.A.

Menghidupkan Kembali Kode Etik yang Berakar dari Rasulullah

Agama | 2025-08-20 20:35:42

Setiap perilaku individu maupun kelompok baik dalam suatu profesi ataupun organisasi terdapat suatu hal mengenai kode etik. Menurut KBBI, istilah kode merupakan Kumpulan peraturan atau prinsip yang bersistem untuk disepakati terhadap maksud tertentu, sementara etik adalah Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak dan nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau Masyarakat, dalam Bahasa Yunani etika berakar dari istilah ethos yang berarti watak, adab, cara hidup. Bersamaan dengan itu, kode etik dapat diartikan sebagai norma dan asas yang diterima oleh suatu individu atau kelompok sebagai sebuah landasan tingkah laku. Lantas, apa itu kode etik bagi Nabi Muhammad dan apa alasan Nabi Muhammad memerlukan kode etik dan kenapa pula manusia memerlukan kode etik yang berakar dari Nabi Muhammad.

Mengenal Kode Etik Rasulullah

Menurut almarhum kiyai Ali Mustafa Yaqub, pakar ilmu hadis menjelaskan dalam buku beliau yang berjudul “Sejarah dan Metode Dakwah Nabi Muhammad” terkait kode etik Nabi Muhammad, antara lain menerangkan adanya prinsip :

1. tidak melakukan perbuatan sesuai ucapannya (kemunafikan);

2. tidak mencampuraduk toleransi beragama dengan akidah dan ibadah

3. tidak mencerca sembahan orang lain

4. tidak melakukan diskriminasi

5. tidak meminta suatu imbalan

6. tidak mengawani kejahatan

7. tidak menyampaikan hal-hal yang tidak benar

Setiap kebaikan atau kebenaran yang dilakukan atau disampaikan seseorang atau kelompok, akan terdapat rintangan dan pihak yang tidak menyukainya, baik itu dalam bentuk penghinaan, hasud atau prasangka palsu (hoax), penolakan atau penghentian paksa sampai dengan aksi tidak terpuji dalam bentuk kekerasan fisik, dengan berbagai motif maupun alasan yang melatarbelakanginya dari segi ekonomi, kekuasaan, kedudukan sosial, pengaruh dan hal lain sebagainya. Pun demikian yang dialami oleh Nabi Muhammad, sebagai seorang Nabi dan Rasul yang telah menggoreskan sejarah dengan kesuksesannya membuat kemajuan peradaban kemanusiaan arab jahiliyah meningkat drastis dari kegelapan menuju terang, di masa itu pasti juga mengalami berbagai rintangan dan pihak yang tidak menyukainya. Sebagaimana dikisahkan dalam beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadist, antara lain :

Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya, Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup. Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali(mu). Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang, seorang hamba ketika mengerjakan shalat(kebaikan)?. Bagaimana pendapatmu jika orang yang dilarang itu berada di atas kebenaran, atau dia menyuruh bertakwa (kepada Allah)?. Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu mendustakan (kebenaran) dan berpaling (dari kebaikan/keimanan). Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat (segala perbuatan).” (Q.S Al-Alaq : 5-14).

Sesungguhnya orang-orang yang kufur itu hampir-hampir menggelincirkanmu dengan pandangan matanya Ketika mereka mendengar Al-Qur’an (menyampaikan kebaikan/kebenaran) dan berkata, Sesungguhnya dia (Nabi Muhammad) benar-benar orang gila.” (Q.S Al-Qalam : 51).

“Mereka heran karena telah datang kepada mereka seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka. Orang-orang kafir berkata, orang ini (Nabi Muhammad) adalah penyihir yang banyak berdusta.” (Q.S Shad : 4).

“Apabila engkau (Nabi Muhammad) membaca Al-Qur’an (menyampaikan kebaikan/kebenaran), kami adakan suatu tabir yang tertutup antara engkau dan orang-orang yang tidak beriman pada kehidupan akhirat.Kami jadikan di atas hati mereka penutup-penutup (sesuai dengan kehendak dan sikap mereka) sehingga mereka tidak memahaminya dan di telinga mereka ada penyumbat (sehingga tidak mendengarnya). Apabila engkau menyebut (nama) Tuhanmu saja dalam Al-Qur’an, mereka berpaling ke belakang melarikan diri (karena benci). Kami lebih tau bagaimana (sikap) mereka mendengarkan (Al-Quran) saat mereka mendengarkan engkau (Nabi Muhammad) dan berbisik-bisik (sesama mereka) Ketika itu berkata, kita tidak mengikuti (dia), kecuali (karena) seorang laki-laki yang (menggunakan) sihir. Perhatikanlah bagaimana mereka membuat perumpaan-perumpaan (yang buruk) tentang engkau (Nabi Muhammad), maka sesatlah mereka sehingga tidak sanggup (mendapatkan) jalan (untuk menentang kerasulanmu).” (Q.S Al-Isra : 45-48).

Aku bertanya kepada ‘Abdullah bin ‘Amr, “Perkara apa yang paling berat/parah yang pernah dilakukan kaum musyrikin kepada Rasūlullāh?” Dia berkata, “Saya pernah melihat ‘Uqbah bin Abī Mu’aith mendatangi Nabi Muhammad dalam keadaan shalat. Kemudian dia mengambil selendangnya lalu melilitkan selendang tersebut ke leher Nabi Muhammad kemudian dia tarik/cekik Nabi dengan sekuat-kuatnya. Abū Bakr pun datang dan mendorong ‘Uqbah bin Abī Mu’aith hingga terjauhkan dari Nabi. Abu Bakar berkata, “Apa kalian ingin membunuh seseorang yang berkata Rabbku adalah Allāh dan telah datang kepada kalian dengan dalil-dalil dan hujjah-hujjah dari Rabb kalian.” (HR Al-Bukhari no 3678).

Begitu banyak rintangan dalam melakukan kebaikan dan menyampaikan kebenaran, dalam hal itu Nabi Muhammad memiliki prinsip/kode etik yang digenggam erat sebagai landasan dasar beliau dalam berperilaku. Secara harfiah, sosok Nabi dan Rasul pasti mendapatkan guidance Ilahi, namun sebagai sosok manusia biasa tidak mungkin seseorang dapat bertahan dan memiliki keteguhan hati dalam menjalankan kehidupan atau melakukan kebaikan dan menyampaikan kebenaran kalau bukan ada dalam dirinya keyakinan mengenai prinsip/kode etik yang berasal dari kemauan dirinya sendiri.

Dalam masa saat ini yang begitu banyak turbulensi dan cobaan dari dampak globalisasi, memaksa Masyarakat Indonesia kebanyakan hanya untuk dapat bertahan dan menjalani kehidupan seadanya, disisi lain sebagai manusia pada hakikatnya terdapat kewajiban yang tanpa disadari untuk melakukan kebaikan dan menyampaikan kebenaran yang merupakan hal mutlak sebagai seorang yang beragama dan berperikemanusiaan untuk menciptakan keharmonisan dan keselarasan sebagai sosok khalifah sekaligus hamba sahaya dimuka bumi.

Pada praktiknya Masyarakat Indonesia mengalami yang namanya pemenuhan kebutuhan dasar akan ekonomi demi kelangsungan hidupnya dan keluarganya sebagai bentuk tanggung jawab dan moral dari kedudukan status sosialnya maupun sebagai kepala keluarga. Lalu apakah kode etik nabi Muhammad sebagai landasan dasar perilaku dapat memberikan manusia saat ini dampak perubahan yang menciptakan baik itu kesejahteraan maupun kemajuan peradaban. Bila dikaji lebih dalam erat kaitannya prinsip/kode etik dalam hidup untuk menghadapi setiap rintangan/kesulitan, bukankah kesulitan dan rintangan selalu ada bukan hanya untuk melakukan kebaikan atau penyampaian kebenaran dan bukan untuk Nabi Muhammad semata, bahkan untuk kalangan sahabat Nabi Muhammad dari kalangan miskin atau bukan dari golongan bangsawan mengalami dalam menjalankan kehidupannya.

Kode etik juga diterapkan dan dimiliki oleh sahabat nabi yang mana dikisahkan dalam berbagai hadist shahih, antara lain :

Pada saat itu kebanyakan yang masuk Islam adalah anak-anak muda, rata-rata umur mereka di bawah umur Nabiﷺ, ada orangtua namun sedikit. Maka orang-orang kafir Quraisy memanfaatkan hal ini, mereka mengadakan pengumuman, dipanggillah orang-orang tua dan kepala-kepala suku kemudian dikatakan kepada mereka, “Urus anak buah kalian, jangan sampai ikut agama Muhammad. Beri tekanan kepada mereka agar meninggalkan agama Muhammad.” Salah seorang shahabat yaitu Sa’ad bin Abī Waqqāsh radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu yang pada saat itu umurnya baru 20 tahun, dimana ibunya terkana hasutan ini. Ibunya memerintahkan Sa’ad bin Abī Waqqāsh untuk menjauhi dan tidak menerima kebaikan atau kebenaran yang disampaikan Nabi Muhammad, tetapi dia tidak mau, dipaksa dan dirayu pun tetap tidak mau. Kemudian ibunya memiliki ide yaitu mogok dari makan dan minum. Akhirnya ibunya tidak mau makan dan minum selama berhari-hari sehingga tubuhnya lemas dan hampir meninggal dunia.

“Telah turun 4 ayat dari al-Qur’an berkaitan dengan diriku. (Yang pertama), ibuku bersumpah untuk tidak makan dan tidak minum hingga aku meninggalkan Muhammadﷺ. Maka Allahpun menurunkan firmanNya : “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik” (QS Luqman : 15) (HR Al-Bukhari di al-Adab al-Mufrod no 24 dan dishahihkan oleh Al-Albani).

Ini adalah perang mental, bagaimana Ibunya Sa’ad bin Abī Waqqāsh memaksanya. Namun dia bertekad untuk tetap berada di atas agama Muhammad, karena dia masuk Islam bukan hanya ikut-ikutan melainkan di atas ilmu dan sangat mengerti tentang bersihnya tauhid dan kotornya syirik.

“Yang pertama kali menampakan Islamnya 7 orang, Rasulullahﷺ, Abu Bakar, ‘Ammaar dan ibunya yaitu Sumayyah, Shuhaib, Bilaal dan al-Miqdaad. Adapun Rasulullahﷺ maka Allah melindunginya dengan melalui pamannya Abu Tholib. Adapun Abu Bakar maka Allah melindunginya dengan melalui kaumnya. Adapun sisanya maka ditangkap oleh kaum musyrikin lalu mereka dipakaian baju besi lalu mereka dijemur di bawah terik matahari. Maka tidak seorangpun dari mereka kecuali akhirnya mereka menyetujui keinginan kaum musyrikin (yaitu tiadk menampakan Islam -pen), kecuali Bilal. Maka beliau memandang nyawanya ringan untuk Allah, dan iapun rendah di sisi kaumnya sehingga merekapun menyerahkan Bilal kepada anak-anak, sehingga anak-anakpun meng-arak Bilal di jalan-jalan Mekah, sementara Bilal berkata, “Ahad Ahad (Yang Maha Esa)” (HR Ahmad no 3832 dan dinyatakan hasan oleh para pentahqiq al-Musnad).

Diantara yang disiksa adalah Ammar bin Yāsir, dia juga bukan berasal dari keluarga kaya, tetapi orang miskin. Ayahnya Yāsir dibunuh oleh Abū Jahl. Ibunya Sumayyah dibunuh dan merupakan wanita pertama yang mati syāhid. Abu Jahl mengambil tombaknya lalu menusukkan tombak tersebut kepada kemaluan Sumayyah. (Lihat Ar-Roudh Al-Unuf 3/116 dan Ar-Rihiiq Al-Makhtuum hal 79). Sumayyah dibunuh dengan cara yang sadis, dan ini dilakukan dalam rangka untuk mengejek dan menghinakan. Rasūlullāhﷺ tidak bisa menolong dan hanya bisa menasehati mereka untuk bersabar. Jabir bin Abdillah berkata : “Rasulullahﷺ melewati ‘Ammaar dan keluarganya dalam kondisi mereka sedang disiksa, maka Nabi berkata, “Bergembiralah wahai keluarga ‘Ammaar dan keluarga Yaasir, sesungguhnya janji untuk kalian adalah surga” (HR Al-Haakim no 5666 dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih As-Siroh An-Nabawiyah hal 154).

Beberapa bentuk siksaan yang dilakukan oleh kaum musyrikin sebagai bentuk penolakan terhadap dakwah Nabiﷺ, baik dengan cara menjatuhkan mental Nabi dan para shahābat, ataupun dengan siksaan fisik. Namun para shahābat terus bersabar, mereka memiliki keimanan yang tinggi. Oleh karena itu, jika kita perhatikan surat-surat Makiyyah dalam Al-Qurān, akan berbicara tentang hari kiamat, neraka dan surga. Ini semuanya untuk memupuk keimanan para shahābat. Tidak mungkin mereka bisa tegar di atas siksaan tersebut kecuali karena memiliki Kode etik sebagai bentuk penguatan keimanan dalam diri untuk meneguhkan pendirian dalam berperilaku, baik itu untuk menjalani kehidupan maupun dalam melakukan kebaikan dan menyampaikan kebenaran demi mencapai keimanan yang tinggi terhadap akhirat. Walaupun mereka sampai disiksa bukan karena perkara dunia, tetapi mereka disiksa karena beriman kepada Allāh.

“Dan Kami sungguh-sungguh mengetahui, bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan. Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat). Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)” (QS Al-Hijr : 97-99).

“Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena mereka beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.” (QS Al-Burūj : 8)

Kode etik Nabi Muhammad perlu diterapkan pada masa ini dalam berbagai unsur kegiatan dan seluruh lapisan Masyarakat, Prinsip/kode etik membuat seseorang tidak lepas kendali dan tetap menjalankan kehidupan sebagai manusia yang bermartabat tinggi dan mempertahankan koridor kemanusiaan dalam system sosial yang harmonis dan tidak menciptakan gangguan sosial maupun ketertiban umum. Alhasil produktivitas positif Masyarakat dapat terjalin bukan dengan membuat malah kesulitan/rintangan baru, tidak membuat perbandingan seseorang dengan seseorang lainnya namun justru membuat focus setiap individu atau kelompok menjalankan kehidupan ke arah yang lebih baik tanpa menciptakan kerusakan system sosial itu sendiri. Bayangkan setiap Masyarakat Indonesia memiliki kode etik maka Masyarakat itu akan lebih mengutamakan produktivitas dari dirinya sendiri dan memberikan kebaikan dalam kehidupan orang lain dibandingkan apabila Masyarakat lebih banyak mengurusi hal tidak terpuji bahkan walaupun hanya untuk menghasud ataupun mengomentari kehidupan orang lain, hal ini tidak membuat jangankan untuk mau menerima dan memberikan kebaikan dan menyampaikan kebenaran bagi Masyarakat, untuk dirinya sendiri pun dipastikan tidak dapat menjalani kehidupannya dengan baik, malah akan membuat hoax ataupun kerusakan system sosial sekitarnya.

Kode etik sebagai sarana self control dimanapun seseorang atau kelompok berada pada saat melakukan interaksi sosial dengan Masyarakat sekitar membuat Tindakan seseorang atau kelompok itu dapat terkendali dengan secara otomatis membuat batasan atas tindakan diri sendiri antara hal yang benar dan salah.

Bila menakar lebih lanjut dari tafsiran kisah dalam Al -Qur’an dan hadist mengenai perilaku yang didukung dengan penerapan kode etik yang baik, bisa dilihat kode etik ada sejak awal dan tumbuh dari hasil kemauan dari dirinya sendiri dan merupakan suatu bentuk yang harus diuji melalui berbagai rintangan agar menimbulkan refleksi perbuatan atau perilaku yang mencerminkan kebaikan, sehingga dalam suatu komunitas sosial atau hubungan sosial di Masyarakat bisa terjadi keharmonisan dan keselarasan sosial sebagai makhluk sosial yang utuh dan menjadi manusia paripurna dalam kehidupan beragama.

Permasalahan kemudian yang terjadi walaupun setiap manusia dapat mengintegrasikan kode etik yang baik dalam berperilaku di Masyarakat, masih memungkinkan adanya resiko kesalahpahaman akan kesadaran terhadap kondisi dan cara atas tindakan seseorang maupun kelompok dalam berkehidupan dan menerima atau memberikan kebaikan serta penyampaian kebenaran berdasarkan keyakinan masing-masing walaupun tujuan yang ingin dicapai memiliki kesamaan untuk mewujudkan kebaikan bersama. (untuk lebih memahami penafsiran penulis silakan melanjutkan membaca tulisan ke-2 kami selanjutnya "Belajar dari Nabi Muhammad dalam menyampaikan kebenaran").

Terakhir kata, melalui kisah Nabi Muhammad, terdapat hikmah didalamnya bahwa apapun profesi atau kegiatannya sangat memerlukan penerapan dan menumbuhkembangkan prinsip/kode etik yang baik bagi diri pribadi maupun dalam berkelompok untuk menyempurnakan cara berperilaku, meneguhkan hati dalam kebenaran agar senantiasa menciptakan suasana yang damai dan harmonis demi tercapainya kerukunan dan berdampak untuk meminimalisir ego pribadi maupun kelompol dalam ranah public sehingga system sosial menjadi terkendali serta dapat membuat seseorang atau suatu kelompok tidak memaksakan kehehendak masing-masing pihak tanpa menyalahkan atau mendiskreditkan satu sama lain.

Selain itu dengan seseorang memiliki prinsip atau dalam bentuk penguatan kode etik pada setiap profesinya, seseorang akan mengetahui hal yang baik dan benar bagi dirinya belum tentu baik dan benar bagi orang lain, serta dapat membuat seseorang mampu memahami dan mengontrol dirinya sendiri terhadap risiko dan sanksi atas tindakan yang dilakukannya. Dan untuk memahami dan menghidupkan Kembali kode etik yang berakar dari kode etik Nabi Muhammad memerlukan suatu kesadaran dan perlu dibentuk atas dasar dari kemauan dirinya sendiri. Wallahualam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image