Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Masrur Raziqi

Depresiasi Akut Nasib Sekolah Negeri

Pendidikan dan Literasi | 2025-08-20 09:45:28

DEPRESIASI AKUT NASIB SEKOLAH NEGERI*Oleh : Moh. Masrur Raziqi
Memasuki awal tahun pelajaran 2025/2026, mata kita disuguhkan dengan beragam peristiwa dan tantangan pendidikan yang semakin kompleks. Mulai dari disrupsi moral, fenomena brain rot (penurunan kualitas berpikir dan berkonsentrasi anak karena terpapar konten digital tak bermutu), hingga fenomena maraknya sekolah tutup akibat sepi peminat. Ketiga isu diatas merupakan isu krusial pendidikan yang patut disikapi secara klinis.

Pada isu ketiga, maraknya sekolah negeri tutup karena sepi peminat menjadi concern untuk diulas. Hampir di tiap awal tahun pelajaran, kita kerap menjumpai tayangan berita pilu sekolah-sekolah negeri sepi peminat hingga nihil murid baru. Kondisi ini tentu menjadi tekanan psikologis yang harus tanggung oleh warga sekolah, baik kepala sekolah maupun guru pengajar. Rasa sedih, malu, cemas, bercampuraduk menjadi satu melihat kenyataan yang memilukan ini.

Bagaimana tidak? Bertahun-tahun upaya sudah dilakukan, program demi program dilaksanakan demi menarik minat masyarakat. Namun nyatanya, jauh panggang dari api (hasil jauh dari harapan). Perang Dagang Lembaga PendidikanSama halnya dengan habitus ekonomi, lembaga pendidikan saat ini justru mengalami deviasi yang kian runyam. Tak hanya persaingan kualitas pembelajaran, persaingan lembaga Pendidikan saat ini lebih mirip hukum rimba. Siapa yang kuat dia akan berkuasa sedangkan yang lemah maka akan tumbang. Merebaknya sekolah swasta bermunculan di saat gelombang sekolah negeri berguguran merupakan potret bagaimana hukum rimba telah berlaku di dunia Pendidikan kita.

Tren sepi peminat hingga tutup sekolah bagi sekolah negeri mulai terasa pada kurun 7 tahun terakhir. Apalagi sejak sistem zonasi diberlakukan, banyak sekolah negeri yang mengalami kesulitan mendapatkan siswa baru karena tidak sedikit sekolah negeri yang berdiri jauh dari permukiman. Banyak diantaranya yang terletak di tengah perkantoran atau berdekatan dengan sekolah lain. Imbasnya, langkah sekolah dalam mengais murid baru menjadi tersandera karena regulasi ini. Padahal, pada saat yang bersamaan sekolah swasta diberikan keleluasaan untuk menampung siswa baru tanpa mempertimbangkan zona wilayah.

Ketimpangan aturan ini menyebabkan orang tua kesulitan mengakses sekolah negeri yang dahulu menjadi tradisi pilihannya atau kerabatnya. SOLUSI Fenomena memprihatinkan ini akan berdampak panjang bila diabaikan bergulir begitu saja. Organ-organ pendidikan seperti ; Pemetaan guru, terbengkalainya infrastruktur, hingga ketidakstabilan iklim pendidikan adalah konsekuensi yang akan diterima dari pembiaran ini.

Saat ini, perhatian dari pemerintah sangat diharapkan untuk menuntaskan problem ini. Para guru di sekolah negeri, mulai khawatir akan nasib apa yang besok menimpa di lembaganya, akankah terus bertahan, ataukah menjadi korban tumbang berikutnya? Pertama, Rebranding sekolah. Perhatian orang tua terhadap mutu sekolah yang cenderung lebih memilih sekolah berbasis agama seharusnya menjadi peluang bagi warga sekolah negeri untuk memperbaiki citra sekolah yang selama ini dicitrakan sebagai sekolah umum jauh dari asupan agama.

Memasukkan program keagamaan di dalam kegiatan intra-kurikuler dan ekstra kurikuler adalah strategi yang harus dijalankan, agar sekolah mampu adaptif terhadap “nilai pasar” masyarakat. Selanjutnya memanfaatkan segala jenis platform media sosial untuk mengenalkan program sekolah kepada khalayak. Kedua, Dukungan Regulasi. Support pemerintah dalam mengatasi depresiasi sekolah negeri sangat dibutuhkan. Ada beberapa bentuk dukungan regulasi yang dapat diperankan; pertama menghapus regulasi sistem zonasi/domisili. Aturan kewilayahan ini adalah faktor paling dominan yang menyebabkan sekolah negeri mulai berguguran.

Aksesbilitas yang dikengkang, membuat sekolah tidak lagi dapat menampung basis siswa yang biasa mengisi ruang kelasnya. Dukungan lain adalah berupa suntikan operasional khusus yang dapat mengcover segala bentuk kegiatan penunjang, seperti program keagamaan ataupun bilingual. Selama ini, sekolah negeri hanya mampu mengadakan kegiatan keagamaan secara seremonial semata. Untuk kegiatan peningkatan kompetensi sulit terealisasi, baik karena terbatasnya tenaga profesional, juga terbatas aturan penggunaan dana BOS. Melalui bantuan operasional khusus ini, diharapkan dapat meningkatkan pembelajaran sekolah menjadi semakin religius.

Peta jalan lembaga pendidikan di masa mendatang perlu di desain dengan mengedepankan prinsip keadilan dan relevan terhadap kebutuhan zaman. Penghapusan sistem kewilayahan dan dukungan regulasi menjadi hal mutlak yang harus dilakukan agar tidak mengamputasi sakralitas lembaga pendidikan negeri. Sikap primordialisme golongan dan ketiadaan sensitivitas dalam menegakkan pendidikan yang adil hanya akan membawa membawa wajah pendidikan di negeri ini menuju komersialisasi pendidikan. *Penulis adalah Guru di SDN 1 Bendogerit Kota Blitar; Pegiat Literasi di Jawa Timur.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image