Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Heni Nuraeni

Kurikulum Cinta Kemenag Proyek Deradikalisasi Sejak Dini

Agama | 2025-08-05 20:59:23

Oleh : Heni Nuraeni

Muslim menyeru kepada pelaksanaan hukum Allah justru dianggap radikal? Tetapi di sisi lain, saat ikut merayakan hari raya non muslim justru dianggap sebagai bukti cinta dan toleransi? Mengapa tempat ibadah non muslim dijaga ketat, namun masjid tempat kajian Islam justru malah dibubarkan aparat?Anak-anak generasi muslim yang tumbuh dalam iklim pendidikan seperti ini akan menjadi pribadi yang kehilangan jati diri. Mereka tidak lagi memahami keistimewaan Islam sebagai satu-satunya jalan hidup yang haq. Mereka merasa harus menyenangkan semua pihak, bahkan dengan mengorbankan prinsip akidahnya sendiri. Mereka diajarkan bahwa agama hanyalah untuk digunakan di ranah pribadi, bukan sebagai sistem yang mengatur kehidupan secara menyeluruh.Di dalam Islam, pendidikan adalah bagian dari proyek besar mendasar dalam pembentukan peradaban Islam. Karena itu, kurikulum haruslah dibangun di atas akidah Islam sebagai asas. Islam tidak melarang cinta dan kasih sayang. Bahkan Rasulullah dikenal sebagai manusia paling lembut kepada anak-anak, istri, dan sahabatnya. Namun cinta dalam Islam ialah tidak melepaskan diri dari batas syariat. Mencintai dan sayang karena Allah, dan kita pun membenci dan menjauhi karena Allah.Allah SWT telah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang-orang yang di luar golonganmu sebagai teman setia, karena mereka tidak henti-hentinya menimbulkan kerusakan atasmu ” (QS. Ali Imran: 118).Kurikulum berbasis cinta versi Kemenag ini, justru akan menjauhkan generasi dari Islam dengan mengganti tolok ukur benar salah dari wahyu Tuhan, menjadi perasaan dan akal manusia semata. Nilai-nilai universal seperti toleransi, cinta, dan kedamaian, yang tidak berbasis pada syariat, dikhawatirkan dapat disalahgunakan untuk membenarkan penyimpangan.Negara dalam Islam tidak boleh netral terhadap perkara akidah. Negara wajib menjadi penjaga akidah umat, tidak terkecuali melalui kurikulum pendidikan. Hal ini sesuai dengan fungsi negara dalam Islam sebagai ra’in (pengurus) dan junnah (pelindung) bagi umat.Jika negara membiarkan sekularisme merasuki sistem pendidikan, maka akan lahir generasi yang lemah akidah, lemah pemikiran, dan mudah tunduk kepada narasi yang salah. Mereka akan tumbuh menjadi umat yang tidak percaya diri dengan agamanya sendiri, dan menganggap bahwa memperjuangkan Islam adalah tindakan yang ekstrem dan memecah belah.Padahal, jika generasi dididik berdasarkan akidah Islam, maka mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang kuat, visioner, berani membela kebenaran, dan mampu menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan dengan syariat Allah.Allah SWT telah meneybutkan hal ini dalam firman-Nya yang artinya, “Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat dari urusan (agama), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (QS. Al-Jatsiyah: 18)

Kurikulum berbasis cinta ini bukanlah solusi, melainkan wajah baru dari proyek liberalisasi dan sekularisasi di dunia pendidikan Islam. Di balik narasi cinta dan toleransi, tersimpan agenda yang menjauhkan masyarakat dari Islam secara perlahan dan sistematis. Kurikulum ini tidak akan mampu menyelesaikan persoalan bangsa, karena akar masalahnya justru diabaikan, yaitu jauhnya sistem kehidupan dari aturan Allah seperti yang saat ini kita rasakan.

Sudah saatnya kita sebagai umat Islam bersikap, bahwa pendidikan Islam harus kembali kepada jati dirinya yakni berbasis akidah, berorientasi pada pembentukan kepribadian Islam, dan bertujuan mencetak generasi yang taat secara totalitas kepada Allah. Maka hanya dengan itulah masa depan peradaban Islam akan cerah, dan Islam rahmatan lil alamin akan benar-benar dirasakan oleh seluruh umat manusia.

Wallahu'alam

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image