Ulasan Novel Salah Asuhan Karya Abdoel Moeis
Sastra | 2025-07-30 12:32:19
Salah Asuhan merupakan novel Indonesia karya Abdoel Moeis yang diterbitkan pada tahun 1928 oleh Balai Pustaka. Novel ini menggunakan bahasa Melayu formal. Novel ini disebut sebagai novel multidimensi.ADVERTISEMENTNovel Salah Asuhan disebut telah memberikan corak baru, dengan keluar dari kebiasaan pengarang zaman itu yang banyak menyajikan tema tentang pertentangan kaum muda dengan kaum tua, kawin paksa, dan masalah adat istiadat. Novel Salah Asuhan mengangkat tema perkawinan
Identitas Buku
Judul: Salah Asuhan
Penulis: Abdoel Moeis
Tahun Terbit: 2010
Halaman Buku: 336 halaman
Penerbit: PT Balai Pustaka (Persero)
ISBN: 979-407-064-5
Sinopsis
Novel ini menceritakan tentang bagaimana seorang laki-laki yang bernama Hanafi telah mengalami pola asuh yang salah, mungkin sejak kecil ia sudah ditinggal meninggal ayahnya atau disekolahkan oleh ibunya ke Betawi dan dititipkannya kepada orang-orang belanda. Ketika Hanafi kembali dari Betawi seusai sekolahnya itu, Hanafi memiliki sifat kebatinan orang Barat, ia bahkan tidak berkenaan hatinya dengan adat kebiasaan orang Melayu, tempat ia dilahirkan. Karena dari kecil Hanafi bersekolah di Betawi, ia pun merasa bahwa dirinya sudah menyatu dengan orang Barat. Hanafi pun jatuh cinta kepada seorang gadis cantik keturunan Indonesia dan Prancis yang bernama Corie. ADVERTISEMENT
Karena Corie keturunan Indonesia Prancis, ia dinasihati ayahnya tentang melaratnya perkawinan campur. Corie pun menjadi bimbang apakah ia menyukai Hanafi atau tidak, karena dari kecil mereka bersama. Karena perkataan ayahnya, Corie pun menjauhi Hanafi. Hanafi sangat sedih atas kepergian Corie dan ia dipaksa menikah dengan sepupunya, Rapiah. Untuk balas budi karena ayah Rapiah telah membiayai Hanafi sekolah di Betawi.
Di Betawi Hanafi bertemu Corie, dan mereka menikmati hari-hari bersama, tanpa memikirkan Rapiah dan ibunya di kampung. Hanafi meminta persamaan hak dengan orang belanda. Hanafi rela keluar dari bangsanya sendiri dan berpisah dengan ibunya demi Corie. Ia sama sekali tidak mempersalahkan jika harus berpisah dengan ibunya. Sampai akhirnya Hanafi meminta Corie untuk menjadi istrinya. Tetapi, pertunangan Corie tidak disetujui keluarganya di Gunung Wayang. Corie dan Hanafi pun menikah diam-diam, tetapi lama-lama orang juga mengetahui, sehingga mereka dijauhi oleh orang-orang karena perkawinan campur. Bahkan suatu hari Hanafi menuduh Corie berzina karena ada putung rokok di rumahnya. Hanafi sama sekali tidak ingin mendengar penjelasan Corie, hingga akhirnya Corie pergi dari rumahnya dan ketika dalam kesulitan, ia bertemu dengan Nyonya Hansen, disuruhnya Corie untuk tinggal di Surabaya.
Hanya Piet sahabat belanda Hanafi, yang mau menerimanya tinggal di rumahnya, dinasehatinya Hanafi karena telah bertingkah laku seenaknya kepada ibu dan kedua istrinya. Hanafi terpelajar, tapi di dalam rasa dia buta dan tuli, Hanafi sudah terlalu berwatak orang belanda, sehingga ia mengasingkan diri dari pergaulan bangsanya. Hanafi sangat mencintai Corie, lalu ia pergi ke Surabaya. Ternyata Corie di rumah sakit mengidap kolera, sesampainya di rumah sakit, Corie dan Hanafi saling bermaafan, Corie pun meninggal dunia.
Hanafi sangat sedih atas meninggalnya Corie. Ia bahkan tinggal semalaman di makam Corie. Hanafi pun memutuskan ke Solok untuk meminta maaf kepada ibunya. Rapiah masih sangat mengharapkan Hanafi sebagai suaminya, Ibunya juga sudah banyak memberi masukan kepada Hanafi, tetapi tidak diindahkannya. Hanafi kekeh dengan cintanya pada Corie. Hanafi sudah tidak ada cita-cita yang harus digapai yaitu Corie, sehingga ia meminum obat sublimat, yang meregang nyawanya.
Penokohan
1. Hanafi: Berwatak kasar, sangat tidak bermoral kepada ibu dan bangsanya. Karena dari kecil Hanafi bersekolah dan berada di lingkungan belanda, ia memiliki sifat kebatinan belanda dan selalu menentang apapun yang dikatakan ibunya untuk kebaikannya. Bahkan mengasingkan diri dari pergaulan bangsanya sendiri.
2. Corie: Gadis yang hanyut akan pandang, suara, tingkah laku Hanafi kepadanya, sehingga ia tidak teperdaya ketika didekat Hanafi. Bahkan sudah dinasehati dan dilarang ayahnya untuk tidak berniat kawin campur, yang mengakibatkan melaratnya perkawinan campur itu, tapi tetap saja ia dan Hanafi melakukannya. Dia juga dituduh Hanafi berzina karena ada putung rokok di rumahnya, sehingga Corie pergi dari rumahnya ke Surabaya dan meninggal karena mengidap korela.
3. Ibu Hanafi: Berniat baik menyekolahkan anaknya agar pandai daripada orang-orang di kampung. Sangat sabar menghadapi Hanafi yang berwatak barat, selalu menyalahkan dirinya, dan durhaka. Ibu Hanafi tetap menerima dan merawat Hanafi dengan baik, walaupun anaknya sudah berbuat demikian.
4. Rapiah: Sangat penyabar, sangat mencintai Hanafi, bersikap tegar walaupun tidak ada kabar/mendapat perlakuan kasar dari Hanafi.
5. Nyonya Asisten Residen: Memberi Hanafi nasihat agar menjaga kesopanan batin kepada istrinya.
6. Piet: Sahabat belanda Hanafi yang baik, ia memberikan nasihat dan jalan yang lurus atas perbuatan yang dilakukan Hanafi.
7. Nyonya Piet: Bersikap memendam hati kesal kepada Hanafi, karena telah berbuat tidak baik kepada ibu, dan kedua istrinya.
8. Buyung: Baik, selalu menurut apa kata Hanafi dan ibunya, ia juga menjaga Syafei anak Hanafi dengan baik.
9. Tante Lien: Baik karena selalu mengajak berbicara Corie yang dijauhi oleh semua orang. Tetapi, Tante Lien ternyata punya niat buruk kepada Corie dengan menawarkan Corie laki-laki berduit.
10. Mina: Baik karena selalu mengajak berbicara Corie bersama Tante Lien yang dijauhi oleh semua orang.
11. Nyonya Hansen: Baik hati, memberi nasihat kepada Corie agar tetap tinggal bersama Hanafi, tetapi Corie tetap ingin memikirnya kembali dan membantu Corie keluar dari Betawi dengan dikirimkan ke Surabaya.
12. Nyonya van Dammen: Baik hati memberikan Corie tempat tinggal di Surabaya dan menganggap Corie sabagai anaknya.
13. Tuan administratur: Ramah, baik hati, memberi Hanafi makanan dan keperluan di kuburan Corie.
14. Syafei: Anak baik, mengerti perasaan orang tua, suka menangis.
15. Dokter: Baik hati menolong Hanafi yang sudah sangat berputus asa terhadap hidupnya, dengan mengingatkan kewajiban Hanafi kepada ibu, istri, dan anaknya.
Kelebihan
Salah satu kelebihan yang berhasil disajikan dalam novel ini oleh sang penulis mengangkat tema pernikahan antarbangsa yang menimbulkan banyak persoalan dan juga tentang bagaimana seorang yang sudah pada pola salah asuh tetap mempertahankan apa yang menurutnya benar dan bahagia. Sehingga pembaca mendapat banyak sekali pelajaran yang dapat dipetik dari kisah salah asuh Hanafi. Walaupun kita hidup di negeri atau bangsa orang seharusnya bisa pilih-pilih yang baik dan benar untuk kehidupan kita, jadi tidak perlu terlalu berwatak (bertingkah laku, sifat, budi pekerti) belanda, dan tidak perlulah kita jatuh cinta terlalu dalam dengan lawan jenis, karena akan membuat buta dan tuli akan hal yang seharusnya tidak dilakukan.
Kekurangan
Kekurangan novel Salah Asuhan adalah terlalu panjang dialog percakapan antar tokoh, sehingga pembaca agak sulit untuk membaca cepat, dan mengefisienkan waktu karena banyaknya halaman. Di samping dialog yang terlalu panjang, terdapat juga kisah yang hanya diceritakan lewat tulisan, tanpa dialog, sehingga terkesan tidak terlalu penting kisah tersebut. Pembaca akan merasa sulit memahami maksud dari penggunaan bahasa Melayu, Belanda atau Prancis, sehingga membuat terhambatnya dalam memahami bacaan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
