Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ismail Suardi Wekke

Visi Harmoni Keluarga: Pendidikan Kerukunan ala KKSS

Info Terkini | 2025-07-14 23:10:47
Acara KKSS (Photo Republika)

Ismail Suardi Wekke, Departemen Pendidikan BPP KKSS

Sulawesi Selatan adalah mozaik. Beragam suku, bahasa, adat istiadat. Semuanya hidup berdampingan. Kuncinya? Kerukunan.

Bukan sekadar toleransi. Tapi saling mengerti. Saling menghargai. Itu dimulai dari rumah. Dari keluarga. Pendidikan keluarga jadi vital.

Sebelum kita lanjutkan, kita simak cerita tentang Baco.

Dunia di Balik Garis Sempadan

Namanya Baco. Santri teladan. Hidupnya di pesantren. Lingkungan agamis. Semuanya muslim. Dari kecil, itu dunianya.

Di luar? Baco tahu Sulawesi Selatan. Ada Makassar, Gowa, Bone. Tapi dunianya hanya Cibinong, pesantrennya.

Ia tahu di Sulsel ada Kristen. Ada Katolik. Bahkan Hindu. Buddha pun ada. Tapi itu hanya "tahu." Tidak pernah bersentuhan. Tidak pernah berinteraksi.

Rumahnya pun di kampung muslim. Tetangga kanan-kiri. Semua sama. Salat berjamaah. Pengajian rutin. Hidupnya nyaman. Homogen.

Pernah suatu kali. Liburan. Ia ikut orang tuanya ke pasar kota. Ramai sekali. Ada perempuan berkebaya Bali. Ada laki-laki bicara bahasa aneh. Logatnya lain.

Baco melihat. Hanya melihat. Tidak berani mendekat. Tidak tahu harus bagaimana. Rasa canggung menyelimuti.

Pikirannya saat itu. "Mereka beda." Titik. Tidak ada rasa ingin tahu lebih jauh. Tidak ada keinginan menyapa. Apalagi berbaur.

Suatu waktu, ada program pertukaran pelajar. Baco ikut. Ia ditempatkan di asrama umum. Bercampur. Ada yang Kristen. Ada yang Hindu.

Malam pertama. Baco tak bisa tidur. Di sampingnya, seorang anak Batak. Lain ranjang, ada anak Bali.

Kecemasan melanda. Bagaimana jika mereka jahat? Bagaimana jika mereka mencelakai? Berbagai pikiran buruk berkelebat.

Ia memejamkan mata. Berusaha tidur. Tapi sulit. Hatinya gelisah. Setiap gerakan. Setiap suara. Membuatnya terperanjat.

Pagi tiba. Baco terbangun. Lega. Tidak ada apa-apa. Teman-teman asramanya bangun. Menyapa. Ramah. Mereka bahkan menawarkan sarapan.

Baco bingung. Ini diluar dugaannya. Mereka baik. Sama seperti dirinya.

Pulang ke pesantren. Kembali rutinitas. Kitab kuning. Hafalan Al-Qur'an. Lingkungan yang sama. Orang-orang yang sama.

Baco merasa aman. Merasa nyaman. Dalam dunianya. Yang seragam.

Namun, di sudut hatinya. Kadang muncul pertanyaan. Benarkah dunia itu hanya di sini? Benarkah kerukunan itu hanya terjadi di antara yang sama?

Sulawesi Selatan itu luas. Beraha, Baco tahu itu. Tapi ia belum pernah merasakan. Belum pernah menyelami. Hidup dalam kerukunan yang sebenarnya. Kerukunan di tengah keberagaman.

Ia hanya hidup di balik dinding. Dinding yang tak terlihat. Dinding homogenitas.

Sampai kapan? Itu pertanyaan yang belum terjawab.

Pendidikan Kerukunan: Bukan Hanya di Sekolah

Selama ini, pendidikan kita fokus di sekolah. Akademik. Tapi kerukunan? Itu pelajaran hidup. Diajarkan orang tua. Sejak dini.

Anak-anak belajar dari contoh. Melihat bagaimana orang tua berinteraksi. Dengan tetangga. Dengan keluarga lain. Berbeda keyakinan. Berbeda pandangan.

Jika orang tua menunjukkan rasa hormat. Menjaga lisan. Mengedepankan musyawarah. Anak-anak akan meniru. Mereka akan tumbuh jadi pribadi rukun.

Kerukunan sejati bukan paksaan. Bukan formalitas. Tapi muncul dari kesadaran. Dari hati nurani.

Pendidikan keluarga harus menanamkan nilai-nilai ini. Empati. Kemampuan memahami orang lain. Mengakui perbedaan. Bahkan merayakan perbedaan.

Misalnya, mengajarkan anak untuk berbagi. Tanpa melihat latar belakang. Mengajarkan untuk mendengarkan. Sebelum menghakimi.

Ini membentuk karakter. Pondasi kuat. Menghadapi dunia yang makin kompleks.

Orang tua adalah guru pertama. Teladan utama. Mereka harus menjadi pelopor harmoni. Di lingkungan terdekat mereka.

Berbicara tentang perbedaan secara positif. Menghindari stigma. Menjelaskan bahwa setiap manusia setara. Apapun sukunya. Apapun agamanya.

Ini bukan tugas mudah. Perlu kesabaran. Konsistensi. Tapi hasilnya akan luar biasa. Generasi baru yang memahami arti kerukunan.

Sulsel yang Rukun, Dimulai dari Perjumpaan Antar Warga

Visi pendidikan kerukunan di Sulawesi Selatan sangat jelas. Membentuk masyarakat yang damai. Yang saling topang. Saling bantu.

Dimulai dari keluarga. Pendidikan yang tak tertulis. Tapi sangat fundamental. Pendidikan hati. Pendidikan jiwa.

Jika setiap keluarga di Sulsel menanamkan nilai-nilai kerukunan. Dari Makassar hingga Toraja. Dari Bone hingga Selayar. Maka Sulawesi Selatan akan terus jadi contoh. Harmoni dalam keberagaman. Kekuatan sejati sebuah bangsa.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image