Sekolah Rakyat Resmi Dimulai: Solusi Pendidikan atau Bentuk Segregasi Sosial?
Politik | 2025-07-14 15:16:11
Sekolah Rakyat Resmi Dimulai: Solusi Pendidikan atau Bentuk Segregasi Sosial?
REPUBLIKA.CO.ID - Pemerintah Indonesia resmi memulai operasional program Sekolah Rakyat hari ini, Senin (14/7), di 63 titik lokasi yang tersebar di berbagai provinsi. Program ini merupakan inisiatif Presiden Prabowo Subianto dan dijalankan di bawah koordinasi Kementerian Sosial dengan tujuan utama memutus rantai kemiskinan melalui pendidikan gratis bagi anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem.
Sekolah Rakyat menggunakan model asrama penuh (boarding school) dan menyediakan fasilitas pendidikan gratis mulai dari jenjang SD, SMP hingga SMA. Target awal program adalah 9.755 siswa yang akan ditempatkan di berbagai sentra sosial milik pemerintah, seperti Sentra Handayani di Jakarta, BBPPKS Padang, dan Sentra Efata di Kupang.
Kurikulum Sekolah Rakyat tetap mengacu pada Kurikulum Nasional, namun dipadukan dengan pendekatan personal dan digital. Ketua Tim Formatur Sekolah Rakyat, Mohammad Nuh, menjelaskan bahwa sistem pembelajaran dirancang untuk menyesuaikan dengan kecerdasan emosional, minat, bakat, dan kesehatan siswa.
Setiap siswa difasilitasi laptop dan akses ke learning management system (LMS). Di Sentra Handayani, misalnya, siswa dibagi ke dalam tiga kelas dengan masing-masing 25 siswa, diajar oleh 14 guru tetap. Fasilitas lain termasuk makan tiga kali sehari, layanan kesehatan 24 jam, dan bimbingan wali asrama.
Kritik dan Kekhawatiran Soal Segregasi Sosial
Program ini tidak lepas dari kritik tajam. Pengamat pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia, Itje Chodidjah, menyebut Sekolah Rakyat sebagai bentuk segregasi sosial dalam dunia pendidikan.
“Anak-anak dari keluarga miskin dipisahkan dari anak lain dan dikumpulkan dalam satu sistem khusus. Ini akan berdampak psikologis jangka panjang,” tegas Itje.
Senada dengan itu, Retno Listyarti dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menilai program ini berisiko menimbulkan stigma dan bahkan melanggar prinsip perlindungan anak. Ia mempertanyakan apakah pendekatan asrama bagi anak-anak usia 10–15 tahun sudah mempertimbangkan aspek perkembangan emosional dan sosial anak.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf menyatakan bahwa Sekolah Rakyat tahun ini menghabiskan anggaran Rp1,19 triliun, mencakup operasional, gaji guru, sarana prasarana, hingga sistem pembelajaran digital. Program ini masuk dalam pagu anggaran Kementerian Sosial yang totalnya mencapai Rp80,79 triliun.
Pemerintah menargetkan ekspansi hingga 500 titik Sekolah Rakyat dengan total kapasitas 20.000 siswa di masa depan. Model multi-entry dan multi-exit memungkinkan anak-anak masuk dan lulus sesuai kesiapan masing-masing, tanpa terikat tahun ajaran tetap. Sekolah Rakyat hadir sebagai upaya konkret pemerintah memfasilitasi pendidikan gratis dan berkualitas bagi kelompok paling rentan secara ekonomi. Namun, tantangan psikologis, stigma sosial, serta keberlanjutan program ini menjadi catatan penting bagi pembuat kebijakan dan masyarakat luas.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
