Menelusuri Kritik Sejarah Alquran: Warisan Intelektual John Wansbrough Hari Ini
Risalah | 2025-07-12 22:51:46
Siapa John Wansbrough?
John Wansbrough adalah seorang cendekiawan asal Amerika Serikat yang bekerja di Inggris, tepatnya sebagai profesor di School of Oriental and African Studies (SOAS), London. Ia bukan ulama Muslim, tetapi seorang akademisi yang meneliti Al-Qur’an dengan metode sejarah dan bahasa. Selain itu, ia juga dikenal sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh dan kontroversial dalam studi Islam modern, terutama dalam pendekatannya terhadap asal-usul Al-Qur’an dan sejarah awal Islam. Dalam dua bukunya yang terkenal, Quranic Studies: Sources and Methods of Scriptural Interpretation (1977) dan The Sectarian Milieu (1978), ia menyampaikan pandangan yang sangat berbeda dengan pandangan Islam tradisional tentang asal-usul Al-Qur’an.[1]
Apa yang Dikritik oleh Wansbrough?
Wansbrough tidak sepakat dengan pandangan bahwa Al-Qur’an langsung diturunkan kepada Nabi Muhammad dan disusun pada masa hidup beliau. Menurutnya, proses terbentuknya Al-Qur’an berlangsung lebih lama bahkan bisa mencapai satu atau dua abad setelah Nabi wafat. Ia berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah hasil dari proses diskusi, perdebatan, dan penyusunan di kalangan umat Islam awal yang masih dipengaruhi oleh lingkungan agama lain seperti Kristen dan Yahudi.[2]
Ia menggunakan pendekatan filologi (ilmu yang mempelajari asal-usul dan perkembangan bahasa) dan sejarah teks untuk membaca Al-Qur’an seperti layaknya naskah kuno. Dari sana, ia melihat bahwa banyak gaya bahasa Al-Qur’an yang rumit, penuh simbol, dan sulit dipahami secara langsung, menunjukkan bahwa teks ini tidak muncul secara tiba-tiba, tetapi melalui proses yang panjang dan kompleks.
Pendapat Wansbrough tentu saja mengundang reaksi keras dari banyak kalangan Muslim, seperti Fazlur Rahman dan M. M. Azami yang menolak kritik Wansbrough ini karena dinilai mengabaikan tradisi lisan, sanad, dan keterjagaan transmisi Al-Qur’an dalam komunitas Muslim. Pandangannya dianggap merusak keyakinan bahwa Al-Qur’an adalah wahyu murni dari Allah yang diturunkan secara langsung kepada Nabi Muhammad. Namun, di kalangan akademisi, gagasan Wansbrough justru menjadi titik awal munculnya studi kritis terhadap sejarah Al-Qur’an. Banyak sarjana setelahnya, seperti Michael Cook dan Patricia Crone, mengembangkan pendekatannya, meskipun mereka tidak selalu setuju dengan semua kesimpulan Wansbrough.
Mengapa Pemikirannya Masih Dibicarakan Hari Ini?
Meskipun tidak semua orang setuju dengannya, pemikiran Wansbrough punya pengaruh besar dalam dunia studi Islam modern. Ia mengajarkan pentingnya sikap kritis dan terbuka dalam membaca teks agama, khususnya dalam konteks sejarah. Di zaman sekarang, ketika keterbukaan informasi sangat tinggi dan generasi muda semakin kritis, pendekatan seperti ini menjadi bahan diskusi yang menarik baik untuk ditanggapi, dibantah, maupun dipelajari.
Bagi umat Islam sendiri, pemikiran Wansbrough bisa menjadi dorongan untuk memperkuat ilmu tafsir, sejarah Islam, dan kajian bahasa Arab. Justru dengan menghadapi kritik semacam ini, umat Islam bisa memperdalam pemahaman terhadap Al-Qur’an, bukan hanya secara spiritual, tetapi juga secara ilmiah.
John Wansbrough memang bukan tokoh yang mudah diterima oleh umat Islam karena kritiknya terhadap sejarah Al-Qur’an sangat tajam. Namun, warisan intelektualnya tetap penting untuk dipahami, terutama dalam dunia akademik. Dengan mengenal pendekatan Wansbrough, kita tidak harus setuju, tapi bisa belajar untuk bersikap ilmiah, terbuka, dan tidak cepat tersinggung terhadap perbedaan pandangan. Dunia Islam hari ini membutuhkan sikap seperti itu yaitu keyakinan yang kuat, tapi juga kesiapan untuk berdialog dengan dunia luar secara cerdas.
[1] Johana Salsabillah, “Al-Qur’an Menurut Pemikiran John Wansbrough”, Al-Qalam: Journal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (2024), h. 27-29.
[2] Zaenudin, Alam Tarlam, Didin Nurul Rosidin, “Studi Kritik Pemikiran John Wansbrough Terhadap Al-Qur’an, Kenabian Muhammad dan Islam”, Risalah: Jurnal Pendidikan dan Studi Islam (2023), h. 1553.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
