Gen Z dan Fase Saya Harus Jadi Apa, Sih?
Gaya Hidup | 2025-07-10 08:01:12Pernah nggak sih kita berpikir:
"Teman saya sudah kerja di perusahaan ternama, yang satu sudah magang di luar negeri. Sementara saya? Masih bingung mau jadi apa.”
Kalimat seperti ini mungkin terdengar sederhana, tapi kenyataannya, banyak Gen Z yang mengalaminya. Di tengah dunia yang serba cepat dan penuh pilihan seperti sekarang, wajar jika kita merasa tertinggal, bingung, bahkan cemas. Kadang kita bertanya dalam hati,
"Saya yang terlalu santai, atau dunia yang terlalu ngebut?"
Terlalu Banyak Pilihan, Tapi Justru Membingungkan
Jika dulu pilihan karier terasa terbatas—dokter, guru, insinyur—sekarang justru sebaliknya. Dunia kerja berkembang cepat: ada content creator, freelancer, UX writer, data analyst, bahkan pekerjaan remote yang bisa dikerjakan dari rumah. Pilihan makin banyak, tapi kebingungan juga ikut tumbuh.
Rasa takut salah langkah, takut tidak sesuai passion, atau khawatir mengecewakan orang tua sering kali membuat kita terjebak dalam *overthinking* dan akhirnya malah tidak melangkah sama sekali.
Menurut laporan Deloitte Global Gen Z & Millennial Survey 2023,
> "61% Gen Z merasa cemas tentang masa depan karier mereka, dan 52% mengaku belum cukup siap menghadapi dunia kerja."
Media Sosial dan Ilusi “Semua Orang Sudah Sukses”
Setiap kali membuka media sosial—Instagram, TikTok, X—rasanya semua orang sudah “jadi sesuatu.” Ada yang kerja di perusahaan besar, ada yang keliling dunia, ada juga yang sukses bangun bisnis dari nol.
Kita pun mulai membandingkan diri.
“Kenapa mereka sudah sejauh ini, sementara saya masih di sini-sini saja?”
Padahal, yang kita lihat di media sosial sering kali hanya hasil akhir, bukan proses panjang di baliknya. Kita jarang melihat perjuangan, kegagalan, atau rasa bingung yang juga mereka alami. Yang terlihat hanyalah bagian yang sudah berhasil.
Bingung Itu Bukan Kegagalan, Tapi Fase Penting
Menurut psikolog perkembangan Dr. Jeffrey Arnett, usia 18–29 tahun merupakan masa emerging adulthood, yaitu masa pencarian arah hidup. Di fase ini, wajar jika seseorang merasa belum menemukan jati diri, merasa belum tahu akan jadi apa, dan masih terus mengeksplorasi.
Jadi, jika saat ini kamu merasa bingung, itu bukan berarti kamu tertinggal. Justru, kamu sedang berada di fase penting dalam pembentukan identitas diri. Proses ini tidak instan, dan itu sangat normal.
Lalu, Harus Bagaimana?
Jika kamu sedang berada di fase “belum tahu mau jadi apa,” ini beberapa langkah sederhana yang bisa kamu coba:
1. Berani Mencoba Hal Baru
Jangan takut untuk eksplorasi. Banyak orang justru menemukan passion-nya lewat jalur coba-coba.
2. Fokus Pada Satu Hal Dulu
Tidak perlu langsung tahu semuanya. Fokus saja pada satu bidang yang kamu sukai atau bisa kamu lakukan saat ini.
3. Hindari Membandingkan Diri dengan Orang Lain
Setiap orang punya waktu mulai yang berbeda. Ada yang sukses di usia 21, ada yang baru menemukan jalannya di usia 31. Dan keduanya sama-sama valid.
4. Cari Dukungan atau Teman Bicara
Kamu bisa bicara dengan mentor, kakak tingkat, konselor, bahkan journaling bisa jadi cara memahami diri sendiri lebih baik.
Prosesmu Valid, Bukan Terlambat
Mungkin sekarang kamu belum tahu mau jadi apa. Tapi itu bukan kegagalan. Kamu sedang merangkai arah, mencari pijakan, dan membangun versi terbaik dari diri kamu sendiri. Dan itu membutuhkan waktu.
Tenang, kamu tidak sendiri. Banyak orang merasakan hal yang sama. Jadi, tidak apa-apa jika sekarang masih mencari. Yang penting, tetap berjalan, tetap mencoba, dan tetap percaya. Karena kamu akan sampai juga—di waktu dan cara yang sesuai dengan dirimu sendiri.
Rerfrensi:
Deloitte Global Gen Z and Millennial Survey 2023
Arnett, J.J. (2000). Emerging Adulthood: A Theory of Development From the Late Teens Through the Twenties.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
