
Etika Muamalah dalam Bisnis Endorsement dan Influencer di Era Digital
Ekonomi Syariah | 2025-07-05 23:32:43
Fenomena influencer dan endorsement kini menjadi bagian dari strategi pemasaran digital yang sangat populer. Melalui platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube, para influencer menawarkan jasa promosi produk atau layanan dengan kompensasi tertentu. Namun, muncul pertanyaan: bagaimana praktik ini dilihat dari fiqh muamalah? Apakah bisnis endorsement sesuai dengan prinsip etika muamalah dalam Islam?
Konsep Muamalah dalam Islam
Muamalah dalam Islam mencakup aturan yang mengatur hubungan antar manusia dalam aspek sosial dan ekonomi. Prinsip utamanya adalah keadilan, kejujuran, transparansi, dan tidak mengandung unsur riba, gharar (ketidakjelasan), maupun penipuan. Segala bentuk transaksi dalam dunia digital pun tetap harus tunduk pada prinsip-prinsip tersebut. Dalam konteks endorsement, hubungan antara influencer dan pemilik produk dapat dianalisis menggunakan akad ijarah (sewa jasa). Influencer menyediakan jasa promosi, dan pemilik produk memberikan kompensasi yang disepakati. Hal ini dibolehkan selama tidak ada unsur yang diharamkan.
Potensi Pelanggaran Etika Muamalah
Meski pada dasarnya halal, bisnis endorsement bisa mengandung pelanggaran etika muamalah jika tidak dikelola secara jujur dan transparan. Beberapa praktik yang harus dihindari antara lain:
- Promosi produk yang tidak jelas kehalalannya atau mengandung unsur haram (misalnya, produk judi atau minuman keras).
- Menipu followers dengan testimoni palsu atau melebih-lebihkan manfaat produk.
- Tidak menginformasikan bahwa konten tersebut adalah endorsement (iklan terselubung). Islam sangat menekankan pentingnya kejujuran dalam berdagang. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Pedagang yang jujur dan terpercaya akan bersama para nabi, orang-orang shiddiq, dan para syuhada.” (HR. Tirmidzi). Oleh karena itu, etika dalam mempromosikan produk harus tetap dijaga.
Fatwa dan Pandangan Ulama
Majelis Ulama Indonesia (MUI) belum secara khusus mengeluarkan fatwa terkait influencer, namun prinsip-prinsip umum dalam muamalah tetap berlaku. Beberapa lembaga fatwa internasional seperti AAOIFI menyatakan bahwa jasa promosi (marketing) dibolehkan selama tidak mengandung unsur haram, gharar, dan tadlis (penipuan). Dengan demikian, bisnis endorsement termasuk akad yang mubah jika memenuhi syarat:
1. Jasa yang ditawarkan halal dan jelas (tidak gharar).
2. Produk yang dipromosikan halal dan bermanfaat.
3. Tidak mengandung unsur penipuan atau manipulasi.
4. Ada kesepakatan yang jelas antara kedua belah pihak (influencer dan klien).
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.