Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Irma

Jadi Mahasiswa Teknik Kimia: Apa Saja yang Aku Pelajari?

Pendidikan dan Literasi | 2025-07-05 12:26:56

Coba perhatikan benda di sekitar kamu. Botol minum, baju dan sepatu trendy yang sedang kamu pakai, bensin dalam kendaraan yang menemani kamu bepergian, hingga material dari gadget yang kamu gunakan untuk membaca tulisan ini—believe it or not, hampir setiap benda yang ada di rutinitas harian kamu itu tercipta dari proses panjang yang sebagian besar dirancang oleh orang-orang di bidang Teknik Kimia.

Yes, teknik kimia bukan cuma tentang reaksi kimia yang ribet di dalam reaktor, atau rumus-rumus dan grafik yang bikin pusing saat ujian. It’s actually the silent architect behind how raw materials—entah itu minyak bumi, tumbuhan, air, bahkan udara di sekitarmudisulap menjadi produk siap pakai yang mengisi setiap sudut kehidupanmu. Bukan oleh penyihir, tapi oleh engineer. Merekalah yang mendesain prosesnya, dari skala laboratorium terkecil hingga kompleksitas pabrik yang bekerja 24/7.

Yang bikin takjub adalah: aku sendiri dulu juga nggak tahu. Saat pertama kali jadi mahasiswa baru Teknik Kimia, pikiranku hanya: “Oh, ini jurusan yang belajar tentang reaksi-reaksi kimia di laboratorium, terus nanti kerja di pabrik deh.” That’s it. Tapi dugaanku salah, karena ini jauh lebih kompleks dari yang dibayangkan.

Lewat artikel ini, aku ingin berbagi sepotong perjalanan empat tahunku di Teknik Kimia, meski tak akan cukup mewakili seluruh pengalaman, semoga bisa memberi gambaran dan inspirasi. Happy reading!

Teknik Kimia: Bukan Sekadar Kimia, tapi Jauh Lebih Dari Itu

Apa sih sebenarnya Teknik Kimia itu? Sederhananya, ini adalah cabang ilmu yang mempelajari bagaimana mengonversi bahan mentah menjadi produk berguna dan bernilai tinggi dalam skala besar. Prosesnya harus aman, ekonomis, efisien, dan yang paling penting di era sekarang: berkelanjutan.

Penting untuk digarisbawahi: Teknik Kimia tidak sama dengan Kimia. Kalau anak Kimia fokus pada komposisi dan sifat molekul di lab, anak Teknik Kimia mikirin gimana cara memproduksi molekul itu dalam jumlah ton-an per hari. Lingkup yang dipelajari jauh lebih luas: ada termodinamika, mekanika fluida, perpindahan panas, instrumentasi, kontrol proses, teknik pemisahan, proses industri, ekonomi teknik, hingga simulasi proses berbasis perangkat lunak.

Bayangin aja: kalau anak kimia belajar gimana reaksi A + B bisa menghasilkan C, maka anak teknik kimia harus mikir gimana caranya reaksi itu bisa berjalan dalam reaktor berukuran 20 meter, dengan tekanan tinggi, suhu ekstrem, aliran fluida yang harus stabil, dan produk akhirnya tetap konsisten setiap batch. Belum lagi harus mengefisiensikan proses dan energi, ramah lingkungan, dan bisa dimonitor otomatis.

Laboratorium Pilot Plant di Politeknik Negeri Bandung

Dan ya, semua itu dipelajari bertahap. Pelan-pelan. Dari semester ke semester. Dari teori dasar sampai ke tahap di mana kamu bisa bilang, “Oke, aku ngerti kenapa alat ini perlu heat exchanger, kenapa valve-nya harus jenis ini, atau kenapa tekanan harus diturunkan sebelum masuk separator.”

Menjadi Mahasiswa di Jurusan Teknik Kimia Polban

Di Polban, konsep “learning by doing” benar-benar terasa. Ketimbang hanya fokus di teori, kami lebih banyak praktikum berbasis alat industri. Jadi bukan hanya ngerti cara kerja reaktor di atas kertas, tapi juga tahu cara mengoperasikannya. Mulai dari pompa, heat exchanger, reaktor, evaporator, humidifier, sampai kolom distilasi skala pilot plant, semuanya bisa kami lihat, sentuh, dan bahkan operasikan dan troubleshoot sendiri.

Praktikum Modul Distilasi pada Mata Kuliah Pilot Plant

Itu menurutku salah satu privilege kuliah di politeknik: kamu nggak cuma jadi orang yang bisa menjelaskan teori, tapi juga orang yang ngerti cara kerja alat dan bisa adaptif saat masuk ke lapangan kerja. Kami dilatih untuk mengidentifikasi masalah, mencari akar penyebabnya, dan menemukan solusi. Sehingga nantinya siap terjun langsung ke lingkungan industri dan nggak awkward berhadapan dengan mesin-mesin besar dan kompleks.

Selain itu, privilege lain yang gak kalah penting adalah kesempatan untuk dibimbing dan dididik oleh tenaga pendidik yang berkualitas. Dosen-dosen di Polban bukan hanya ahli di bidangnya secara teoritis, tapi banyak juga yang memiliki pengalaman praktis di industri. Mereka nggak cuma mengajar dari buku, tapi juga berbagi insight langsung dari lapangan, memberikan perspektif yang sangat berharga dan relevan dengan dunia kerja.

Lingkungan dan pertemanannya yang supportive juga jadi nilai plus. Di tengah ketatnya jadwal praktikum dan tugas, punya teman-teman yang bisa diajak diskusi, begadang bareng, atau sekadar ketawa itu penting banget buat survive. Kami belajar untuk kerja sama, bantu satu sama lain, dan sadar bahwa kampus itu bukan cuma tempat nyari ilmu, tapi juga tempat membangun networking dan persahabatan. Ini penting banget, karena nanti di dunia kerja, teamwork dan relasi itu kunci.

Nggak cuma di lab, Polban juga sering memberi kesempatan buat connect langsung sama industri. Kami pernah berkesempatan ikut kunjungan industri ke pabrik, melihat langsung proses produksi dalam skala besar dan teknologi yang dipakai. Selain itu, kami juga berkesempatan mendapat kuliah dari dosen-dosen praktisi yang datang dari industri langsung. Mereka berbagi pengalaman nyata, tantangan di lapangan, dan insight yang nggak ada di buku teks. Hal ini ini bikin belajar Teknik Kimia jadi lebih real dan relevan.

Dari Merancang Produk hingga Merancang Pabrik

Selama kuliah, ada beberapa tugas dan proyek yang bener-bener berkesan dan bikin aku sadar betapa luasnya Teknik Kimia. Salah satunya, waktu kami merancang produk sunblock dengan natural mosquito repellent yang kami namai Biteblock. Ini bukan cuma teori di atas kertas; kami bener-bener mengembangkan formulasi dari paten, dengan bahan dasar zinc oxide, melakukan uji coba di lab, bikin kemasan, strategi pemasaran, bahkan sampe nyobain presentasi pitching. Ini nunjukin kalau Teknik Kimia itu nggak cuma soal pabrik, tapi juga bisa eksploratif, kreatif, dan lintas bidang.

Praktikum Sintesis Sunblock pada Mata Kuliah Perancangan Produk

Oke, lanjut ke proyek yang lebih besarnya, yang mungkin masih jarang diketahui orang. Kalau orang bilang tugas akhir itu bikin skripsi, di Teknik Kimia (khususnya di Polban), ada yang namanya Proyek Prarancangan Pabrik.

Iya—pabrik beneran. Dan ini bukan cuma tugas biasa, tapi sebuah puncak dari semua ilmu yang sudah dipelajari selama menjadi mahasiswa Teknik Kimia. Bayangin, kami harus merancang sebuah pabrik kimia dari nol. Bukan cuma alatnya, tapi juga:

  • Pabrik apa yang mau dibuat? Di mana lokasi strategisnya dan apa saja pertimbangan lingkungannya?
  • Bagaimana prosesnya berjalan dari awal sampai akhir?
  • Berapa banyak bahan baku dan produknya yang akan dihasilkan?
  • Gimana desain tiap alatnya? Dari alat utama seperti reaktor dan kolom distilasi, hingga pompa terkecil yang mengalirkan fluida.
  • Bagaimana pengaturan tata letak pabriknya biar efisien, aman, dan mudah dioperasikan?
  • Dan yang paling bikin pusing, tapi penting: Apakah pabrik ini bakal untung?!

Proyek ini sendiri bisa makan waktu berbulan-bulan. It’s crazy. It’s complex. But it’s also incredibly eye-opening. Karena kami benar-benar diajak berpikir: kalau kamu engineer beneran, keputusan apa yang kamu ambil? Risiko apa yang kamu perhitungkan? Seberapa besar biaya dan dampak lingkungan yang akan terjadi? Kira-kira itulah esensi yang aku dapatkan selama menggarap proyek ini.

Dari Lapangan ke Laporan: Kisah Magang Hingga Tugas Akhir

Salah satu pengalaman paling berkesan menurutku adalah melakukan magang industri di PT Petrokimia Gresik. Sebagai perusahaan pupuk di Indonesia, ini tuh kayak ngelihat tulisan dan gambar yang selama ini hanya bisa aku pelajari di textbook dan slides presentasi menjadi nyata. Kebetulan aku ditempatkan di departemen produksi dan utilitas, jantungnya operasional pabrik.

Tiap hari, dengan safety helmet dan safety shoes yang sudah jadi "seragam", aku menjelajahi berbagai unit produksi. Awalnya overwhelming banget: diagram alir yang ruwet, suara mesin yang bising, dan istilah-istilah industri yang asing. Tapi, seiring waktu, aku mulai terbiasa, rasanya kayak lagi main game dan level up.

Aku belajar banyak hal on-site: fungsi tiap alat yang ada di plant, mulai dari boiler raksasa yang menyediakan uap, turbin generator yang menghasilkan listrik, sistem cooling water yang menjaga suhu operasional, hingga melihat prilling tower setinggi gedung. Aku juga belajar seluk-beluk operasional sehari-hari dan pentingnya prosedur keamanan. Yang paling berharga adalah ngobrol dan sharing sama operator dan senior engineer. Mereka itu kayak ensiklopedia berjalan, sabar banget ngejelasin gimana proses berjalan, tantangan di lapangan, dan gimana teori yang aku pelajari diaplikasikan dalam skala pabrik. Pengalaman ini membuka mataku tentang kompleksitas sebuah pabrik dan betapa krusialnya peran setiap komponen.

Hari Terakhir Magang di Departemen Produksi 1A PT Petrokimia Gresik

Pengalaman magang ini kemudian jadi pintu awal untuk Tugas Akhir-ku yang berbasis industri, yaitu menganalisis efisiensi boiler, alat vital yang menyuplai uap ke seluruh sistem produksi. Dimulai dari pengambilan data lapangan yang detail, menghitung efisiensi dengan metode direct dan indirect, lalu membandingkannya dengan hasil simulasi di software. Dan seperti yang sering terjadi: hasil simulasi nggak sepenuhnya cocok dengan kenyataan. Di situlah aku belajar bahwa menjadi engineer bukan cuma soal angka di layar, tapi juga soal memahami kondisi nyata di lapangan.

Untuk meningkatkan efisiensi, dirancang sebuah air heater berbasis shell and tube heat exchanger (STHE) yang berfungsi memanaskan udara sebelum masuk ruang bakar. Desainnya disimulasikan di software—dan itu bukan proses yang gampang. Mulai dari pemilihan alokasi fluida, tekanan, suhu, hingga geometri tabung, semuanya harus dipertimbangkan. Setiap error kecil bisa bikin hasilnya gagal. Berkali-kali revisi, ganti konfigurasi, utak-atik parameter—trial and error yang melelahkan (kayaknya lebih dari 60 kali), tapi sangat membuka wawasan (dan melelahkan).

Dokumentasi Setelah Sidang Tugas Akhir Bersama Partner TA, Dosen Pembimbing, dan Dosen Penguji

Tapi di balik semua proses itu, ada satu hal yang paling aku syukuri: aku nggak menghadapinya sendirian. Luckily, I had a partner who really had my back, supportive, collaborative, and just as relentless in pushing this project until the very end. Dan tentu saja, aku juga sangat berterima kasih kepada dua dosen pembimbingku yang dengan sabar, tegas, tapi tetap suportif, selalu mengarahkan, mengkritisi, dan membimbing setiap langkah kami sampai tugas akhir ini bisa sampai ke titik terbaiknya.

Epilog: Belajar dan Bertumbuh

Kalau dipikir-pikir, dulu aku masuk jurusan ini dengan penuh tanda tanya. Tapi, sekarang aku akan lulus dengan rasa syukur serta pengetahuan dan pengalaman yang hanya bisa aku dapatkan di perkuliahan.

Di balik semua proyek, simulasi, dan revisi laporan, salah satu hal yang selalu bikin aku bertahan: teman-teman seperjuangan. Kami saling bantu, saling dengerin, saling berbagi, dan saling ngingetin deadline. Ada yang pandai presentasi, ada yang ahli di desain, ada yang gemar di bagian teknis. Setiap orang punya peran. Dan aku sadar: di dunia teknik, teamwork itu sangat penting. Kamu nggak bisa survive sendirian. Kamu butuh support system yang solid.

Dokumentasi Setelah Sidang Prarancangan Pabrik Bersama TKPB'21

Kuliah di Teknik Kimia berat? Iya. Tapi worth it. Ada malam-malam begadang ngerjain tugas dan laprak, ada frustrasi pas nggak bisa menemukan jawaban dari suatu rumus, dan kadang ada ragu di setiap langkah yang dijalani. Tapi di balik semua itu, ada proses pendewasaan dan pembelajaran yang nggak bisa aku tukar dengan apapun.

Polban untukku bukan cuma sekadar kampus, tapi ekosistem yang membentukku. Dari kurikulum yang menekankan hands-on experience, fasilitas lab yang mendukung, kesempatan kunjungan industri yang membuka wawasan, hingga dosen-dosen praktisi yang berbagi ilmu dari dunia nyata, semua itu adalah "privilege" yang tak ternilai.

Buat kamu yang mungkin masih bertanya-tanya apa itu Teknik Kimia, atau apakah jurusan ini cocok untukmu, semoga artikel ini bisa kasih gambaran yang lebih jujur, menyenangkan, dan dekat dengan realita. Karena sebenarnya, dunia Teknik Kimia adalah dunia yang selalu kita temui, bahkan saat kita tidak menyadarinya.

Dan buat sesama pejuang Teknik Kimia di luar sana—yang sedang berjuang dengan laporan praktikum, revisi, atau simulasi yang error terus—you’re not alone. Teruslah belajar, gagal, mencoba lagi, dan tumbuh :)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image