Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ilma Mulya Mahardika

Kebebasan Berpendapat dalam Bingkai Pendidikan Kewarganegaraan

Eduaksi | 2025-07-03 23:56:25
Sumber Foto: LaraJameson/pexels.com

Kebebasan berpendapat merupakan salah satu hak asasi manusia yang dijamin dalam konstitusi negara demokrasi, termasuk Indonesia. Dalam Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”

Namun, pada kenyataannya, praktik kebebasan berpendapat di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, mulai dari represi terhadap aktivisme, penyalahgunaan pasal-pasal karet dalam undang-undang, hingga kurangnya kesadaran warga negara akan cara menyampaikan pendapat secara bertanggung jawab.

Di sinilah letak pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) sebagai sarana membentuk warga negara yang kritis, cerdas, namun tetap menjunjung tinggi etika dan moral dalam berekspresi. Pendidikan Kewarganegaraan tidak hanya sekadar mengenalkan teori tentang negara, hukum, dan konstitusi, tetapi juga berfungsi sebagai media pembelajaran nilai-nilai demokrasi, toleransi, dan partisipasi aktif dalam kehidupan berbangsa.

Dalam konteks kebebasan berpendapat, PKn berperan penting dalam membekali individu dengan pemahaman tentang batas-batas kebebasan, cara menyuarakan pendapat secara damai, serta bagaimana menghargai perbedaan pendapat dalam masyarakat yang majemuk. Dengan demikian, kebebasan berekspresi tidak berubah menjadi anarki atau alat untuk menyebar kebencian, melainkan menjadi sarana membangun peradaban yang sehat.

Salah satu tantangan besar dalam mempraktikkan kebebasan berpendapat di Indonesia adalah kurangnya literasi politik dan hukum di kalangan masyarakat. Banyak yang tidak memahami bahwa kebebasan berpendapat bukan berarti bebas menghina, menyebar hoaks, atau menebar kebencian terhadap kelompok tertentu.

Pendidikan Kewarganegaraan yang baik seharusnya mampu menjembatani hal ini dengan menanamkan pemahaman bahwa setiap hak memiliki batas, yaitu hak orang lain dan kepentingan umum. Di sinilah nilai-nilai Pancasila, seperti kemanusiaan yang adil dan beradab serta persatuan Indonesia, harus dijadikan pedoman dalam menyuarakan pendapat.

Kebebasan berpendapat juga erat kaitannya dengan moralitas warga negara. Warga negara yang bermoral adalah mereka yang mampu menggunakan haknya dengan bijak, tidak hanya berdasarkan emosi atau kepentingan pribadi, tetapi juga mempertimbangkan dampak sosial dari pendapatnya.

Dalam kerangka NKRI dan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”, ekspresi pendapat harus dijalankan dengan menjunjung tinggi keberagaman dan toleransi antarwarga. Misalnya, dalam menyikapi perbedaan agama, suku, atau pandangan politik, seorang warga negara yang terdidik dalam PKn akan mengedepankan dialog dan saling menghormati, bukan provokasi atau ujaran kebencian.

Saat ini, media sosial menjadi lahan utama dalam menyalurkan kebebasan berpendapat, terutama bagi generasi muda. Sayangnya, tanpa pendidikan yang cukup tentang etika digital dan tanggung jawab sosial, banyak yang terjebak dalam budaya canceling, perundungan daring, dan penyebaran disinformasi.

Dalam konteks ini, PKn bisa berperan dengan memperluas cakupannya ke dalam literasi digital dan budaya kritik yang sehat. Anak-anak muda harus diajarkan bagaimana menyampaikan aspirasi secara elegan, berbasis data, dan tetap menghormati norma hukum maupun nilai-nilai kemanusiaan.

Lebih jauh lagi, Pendidikan Kewarganegaraan yang ideal juga mendorong warga untuk tidak apatis terhadap isu sosial dan politik. Masyarakat yang aktif menyampaikan pendapatnya—baik melalui unjuk rasa damai, petisi, atau forum-forum publik—adalah cerminan dari negara demokratis yang sehat.

Namun, keaktifan ini harus dibarengi dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai, agar tidak menimbulkan konflik atau justru memperkeruh keadaan. Di sinilah pendidikan memiliki peran krusial, tidak hanya sebagai pengisi otak, tetapi juga pembentuk watak dan hati nurani warga negara.

Sebagai penutup, kebebasan berpendapat merupakan pilar penting dalam negara demokrasi seperti Indonesia. Namun, kebebasan ini tidak dapat berdiri sendiri tanpa disertai tanggung jawab moral, etika, dan pemahaman hukum. Pendidikan Kewarganegaraan menjadi medium penting untuk membentuk warga negara yang tidak hanya tahu hak dan kewajibannya, tetapi juga mampu mempraktikkannya dengan bijak, bermartabat, dan selaras dengan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, serta semangat Bhinneka Tunggal Ika. Hanya dengan itulah kita bisa menjaga persatuan di tengah keberagaman, dan membangun masa depan bangsa yang lebih adil dan demokratis.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image