Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dr.-Ing. Suhendra

Ranjau Radioaktif Ukraina dan Potensi Malapetaka Modern

Teknologi | Monday, 07 Mar 2022, 20:59 WIB

Ranjau Radioaktif Ukraina dan Potensi Malapetaka Modern

Oleh: Dr.-Ing. Suhendra, mantan pegawai Federal Insitute for Material Research and Testing, Berlin, Jerman dan kini sebagai dosen program studi teknik kimia Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Invasi Rusia ke Ukraina telah meningkatkan ketakutan warga Eropa terkait keamanan pembangkit listrik tenaga nuklir negara itu. Seperti diketahui, sebagian besar sumber energi Ukraina dari tenaga nuklir. Pembangkit listrik sering menjadi sasaran dalam konflik modern, karena kehancurannya mengganggu kemampuan suatu negara untuk melanjutkan perjuangan. Tetapi pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) tidak seperti sumber energi lainnya. Reaktor nuklir pada setiap PLTN mengolah bahan radioaktif yang sangat mungkin terlepas ke luar bila ada kerusakan pada fasilitas yang ada.

Permasalahannya, mampukah pemerintah Kiev mengamankan fasilitas nuklir mereka dari serangan Rusia? Sebaliknya, apakah Rusia betul-bertul tega berencana memborbardir apa saja yang ada di tanah Ukraina tanpa kecuali, termasuk fasilitas nuklir Ukraina. Kemudian, ketika kecamuk perang membawa situasi tak terkendali, siapa yang bisa menjamin fasilitas nuklir Ukraina masih berjalan? Adakah pekerja yang masih berani mau bekerja mengoperasikan fasilitas tersebut?

Padahal, jika satu saja reaktor nuklir lepas kendali, rusak lalu melepaskan radiasi radioaktif, maka bayangan bencana besar ada di depan mata. Publik Eropa bahkan dunia diingatkan kembali bencana nuklir mengerikan di fasilitas reaktor Chernobyl tahun 1986, di mana sebuah reaktor lepas kendali setelah sebelumnya terjadi ledakan. Dampak Chernobyl begitu memilukan, bukan hanya penduduk di kota tersebut bahkan juga bukti-bukti menunjukkan banyak negara sekitar Eropa dan Asia Tengah menerima dampaknya.

Saat ini ada 15 reaktor di empat lokasi di Ukraina. Semua teknologi reaktor nuklir Ukraina telah difahami betul pihak Moskow karena didesain berteknologi Rusia. Sayangnya, semua reaktor tidak dilengkapi dengan skenario terburuk akibat dampak perang. Karenanya, pihak Moskow telah menghitung risiko „ranjau radioaktif“ yang tersebar di Ukraina. Mereka sadar, bencana akibat kerusakan reaktor Ukraina bukan saja menghancurkan Ukraina, tapi juga berpotensi menjadi masalah besar untuk Rusia bahkan Eropa dan negara sekitarnya. Karenanya, Rusia pasti berhitung bahwa setiap serangan tidak boleh membuat masalah reaktor yang ada.

Seperti misalnya reaktor Zaporizhia di Ukraina tenggara, salah satu pembangkit nuklir terbesar di Eropa. Menurut sumber Ukraina, telah terjadi kebakaran di pembangkit listrik tenaga nuklir terbesar di Eropa dekat kota Zaporizhia, Ukraina Tenggara. Pemicunya adalah tembakan keras dari pasukan Rusia. Meski tentara Rusia mengklaim mampu menguasai daerah ini beserta 6 buah reaktornya, tetapi Rusia berjanji kepada Badan Energi Atom Internasional di Wina bahwa mereka tidak akan mengambil alih operasi itu sendiri di Zaporizhia, juga tidak akan menyerang satu pun pembangkit nuklir Ukraina. Namun demikian, konflik ini dan serangan ke dekat fasilitas nuklir yang ada terlanjur menimbulkan ketakutan bahaya radiasi nuklir seantero Eropa.

Selain kekhawatiran risiko langsung serangan ke fasilitas nuklir, risiko becana nuklir juga dapat terjadi akibat infrastruktur yang hancur. Jika listrik padam akibat serangan, generator listrik darurat harus difungsikan tetap beroperasi. Tetapi, kalau generator listrik pun hancur akibat serangan atau filter udaranya dapat tersumbat oleh debu dan asap akibat serangan, maka potensi kerusakan reaktor nuklir juga dapat terjadi. Kerusakan reaktor akibat padamnya fasilitas listrik padam dan pendinginan reaktor terjadi sepuluh tahun yang lalu di pembangkit listrik tenaga nuklir di Fukushima, Jepang, menyusul dampak gempa bumi dan tsunami yang terjadi. Karenanya, potensi serangan membabibuta saat perang berpotensi menghancurkan infrastruktur yang ada, lalu kerusakannya akan berdampak pada kegagalan operasi reaktor nuklir hingga kemudian berdampak malapetaka radiasi nuklir.

Dengan kejadian perang Rusia-Ukraina ini, hikmah yang ada membawa kesadaran akan dimensi baru malapetaka modern. Invasi Rusia memberi hikmah bahwa bencana tidak selalu berasal eksklusif dari „takdir“ bencana alam semata. Sebagian besar ilmuwan setuju bahwa potensi malapetaka dan dampaknya di era modern pada sebuah negara tidak hanya dari fenomena bencana alam murni. Tinjauan bencana akan ditinjau dari sumber penyebab, kerentanan tempat terjadinya bencana, persiapan untuk mitigasi bencana, pemahaman konsekuensi dampak dan cara penanganannya, hingga kehandalan upaya rekonstruksi pasca bencana.

Teknologi modern yang diciptakan sendiri oleh tangan manusia sayangnya masih berpotensi dapat menimbulkan malapetaka modern. Bila karya cipta manusia memiliki batasan yang bisa dipetakan, sayangnya malapetaka modern akibat dampak teknologi tersebut dapat berada dalam level tertentu di luar jangkauan kendali mereka.

Seperti halnya teknologi nuklir modern, teknologinya diciptakan dengan batasan yang ada di bawah nalar logis hasil riset panjang, teliti dan valid. Tetapi sumber malapetakanya, konsekuensi dan dampak akibatnya masih menyisakan persoalan dan menimbulkan ketakutan karena berada pada domain di luar jangkauan nalar logis.

Invasi Rusia ke Ukraina adalah contoh tersebut. Teknologi diciptakan manusia, tapi dapat menjadi pisau yang membunuh diri sendiri. Karenanya, langkah terbaik untuk memastikan keamanan teknologi yang diciptakan manusia adalah menguatkan nurani terdalam manusia pemilik teknologi. Seperti konflik Rusia-Ukraina, jalan terbaik menghindari malapetaka bencana radiasi nuklir adalah segera mengakhiri konflik bersenjata ini.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image