Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ade Sudaryat

Meraup Manfaat Puasa dengan Jamu Jabati Jarak (Bagian 1)

Lomba | Monday, 07 Mar 2022, 19:29 WIB

Dalil tentang kewajiban melaksanakan ibadah puasa Ramadan sering dibahas berulang-ulang setiap menjelang datang bulan suci Ramadan. Penulis yakin sekali para pembaca sudah hapal dan paham akan dalil-dalil pelaksanaan ibadah puasa tersebut.

Karenanya, pada tulisan ini tidak akan dibahas mengenai dalil dan asal-muasal ibadah puasa Ramadan, namun dalam tulisan ini akan lebih banyak membahas hikmah ibadah puasa baik dari sudut pandang spiritual maupun sosial. Mengawali tulisan ini, penulis mengajak para pembaca untuk merenungkan kisah analogis tentang hikmah dari kesungguh-sungguhan ketika seseorang melaksanakan sebuah kewajiban atau tugas.

Dalam suatu perjalanan menuju medan perang, Raja Iskandar Zulkarnaen memberikan perintah kepada para prajuritnya.

“Sebentar lagi, gelapnya malam akan menyapa, dan kita akan melewati sungai. Jika nanti kalian melewatinya, kalian harus jongkok dan mengambil apapun yang kalian pegang semampu kalian, kemudian masukkan ke dalam ransel kalian masing-masing !”

“Aneh-aneh saja perintah komandan ini. Pada malam hari yang gelap paling-paling kita hanya bisa mengambil batu saja.” Demikian bisik sebagian prajurit.

“Kalau aku akan melaksanakan sesukanya saja sebagai tanda aku telah melaksanakan perintahnya.” Jawab prajurit lainnya.

Satu kelompok prajurit lainnya sangat berbeda dengan dua kelompok prajurit sebelumnya. “Apapun yang diperintahkan komandan, kami akan mengikutinya. Tak peduli apapun yang akan terjadi”

Singkat cerita, para prajurit telah melewati sungai dan melaksanakan perintah Sang Komandan. Menjelang pagi hari, Raja Iskandar Zulkarnaen mengumpulkan mereka dan menyuruhnya membuka ransel dan memperlihatkan barang yang telah mereka ambil.

Setelah dibuka, mereka terkejut. Ternyata barang yang mereka ambil semalam itu adalah intan, bukan bongkahan batu seperti yang mereka sangka. Setelah mengetahui kenyataan tersebut, semuanya merasa menyesal karena tidak mengambil sebanyak mungkin. Prajurit yang paling menyesal adalah mereka yang sama sekali tidak melaksanakan perintah Sang Komandan.

Dalam menyikapi kedatangan bulan Ramadan, seperti halnya para prajurit Raja Iskandar Zulkarnaen, umat Islam terbagi kepada tiga kelompok. Ada orang yang mengaku seorang muslim namun ia enggan melaksanakan ibadah puasa. Ia menganggap ibadah puasa sebagai ibadah yang menyiksa diri. Anehnya, ketika Idul Fithri tiba, ia ingin merasakan hari kemenangan. Malahan, ia lebih sibuk daripada orang-orang yang melaksanakan ibadah puasa.

Ada pula orang yang melaksanakan ibadah puasa sekedarnya, hanya menahan lapar dan dahaga saja. Lisan, mata, dan anggota badan lainnya tidak diajaknya puasa. Gibah, gossip, dan perbuatan dosa lainnya masih ia laksanakan. Tatkala waktu buka puasa tiba, ia makan sekenyangnya dengan dalih pada siang hari tak bisa makan apa-apa.

Ketika datang panggilan salat Isya dan tarawih, ia tak mampu melakukannya karena perutnya kekenyangan. Ngantuk pun menyapanya. Ia tertidur lelap. Salat Isya terlewatkan. Ia terbangun kembali di waktu sahur. Setelah sahur pun ia tidur kembali, bangun kesiangan, dan salat subuh pun dilewatkannya begitu saja. Baginya yang terpenting adalah mampu menahan lapar dan dahaga saja.

Berbeda dengan kedua orang tadi, ada kelompok orang yang benar-benar memanfaatkan kedatangan bulan Ramadan. Mereka meyakini bulan Ramadan merupakan bulan ampunan. Dirinya membayangkan, jangan-jangan Ramadan yang dihadapinya merupakan Ramadan terakhir.

Mereka benar-benar manfaatkan bulan Ramadan untuk beribadah dan bertaubat dengan khusyuk dan sepenuh hati. Puasa yang mereka lakukan bukan hanya menahan lapar dan dahaga saja, namun juga mengendalikan hati dan seluruh anggota badan agar tidak terjerumus kepada perbuatan maksiat.

Mereka menyakini, lapar dan dahaga yang dirasakan pada saat mereka berpuasa ibarat benda yang diambil para prajurit dalam kisah di awal tulisan ini. Kelak, lapar dan dahaga tersebut akan berubah menjadi intan yang bermanfaat bagi kehidupannya baik secara spiritual maupun sosial.

Oleh karena itu sangat bijak apabila mulai dari sekarang ini kita mempersiapkan diri untuk memasuki bulan suci Ramadan dan meraup hikmah darinya sebanyak mungkin. Penulis memiliki tiga formula untuk meraih manfaat sebanyak mungkindari pelaksanaan ibadah puasa. Formula tersebut adalah jamu jabati jarak. (Bersambung).

Ilustrasi : Ramadan di tengan Pandemi Covid-19 (Sumber gambar : https://pwmu.co)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image