Ketika Sekat Negara Membungkam Nurani dan Mematikan Ukhuwah
Agama | 2025-06-26 10:29:12Munculnya gerakan Global March To Gaza (GMTA) menujukkan kemarahan umat yang sangat besar. Gerakan ini menjadi gambaran nyata kepedihan umat terhadap penderitaan yang dialami rakyat palestina. Gelombang solidaritas ini bukan sekedar wujud empati, namun seruan lantang atas semua penyiksaan yang terus berlangsung tanpa henti terhadap saudara-saudara kita di Gaza. Aksi ini menjadi bukti bangkitnya kesadaran umat terhadap tragedi kemanusiaan di Gaza yang tidak bisa dibungkam oleh tekanan politik global.
Selain itu, Hal ini juga menandakan bahwa tidak bisa banyak berharap pada lembaga-lembaga internasional dan para penguasa hari ini. Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang digadang-gadang sebagai penjaga perdamaian dunia, bungkam terhadap agresi brutal yang terjadi di Gaza.
Tertahannya mereka di pintu Raffah justru makin menunjukkan bahwa gerakan kemanusiaan, seheroik apapun, tidak akan pernah bisa menyelesaikan masalah Gaza. Hal ini karena ada pintu penghalang besar yang selama ini tidak tersentuh oleh aksi kemanusiaan apapun, yaitu keberhasilan penjajah membangun batas-batas buatan yang bernama nasionalisme dan konsep negara bangsa di tubuh umat Islam.
Perang tidak selalu identik dengan senjata dan bom, namun ia juga datang dalam bentuk ide dan pemikiran kufur yang mampu memecah belah umat, mengkotak-kotakkan umat menjadi bangsa-bangsa kecil sehingga tertancap paham nasionalisme dalam benak umat. Gerbang Raffah adalah simbol dari tembok besar yang bernama nasionalisme, yang menjadikan Mesir bukan lagi bagian tubuh yang sama dengan Palestina. Sehingga ketika saudara seakidah dibantai, diluluhlantakkan, diblokade, yang dilakukan adalah prosedur administratif bukan lagi panggilan akidah.
Paham ini telah memupus hati nurani para penguasa muslim dan tentara mereka, hingga rela membiarkan saudaranya dibantai di hadapan mata bahkan ikut menjaga kepentingan pembantai hanya demi meraih keridaan negara adidaya yang menjadi tumpuan kekuasaan mereka yakni Amerika. Hati mereka beku, tak lagi iba mendengar jerit tangis ibu yang kehilangan anaknya, anak yang kehilangan orang tuanya. Bahkan terpaku ketika pembantaian terus berlangsung sementara saudara seakidah di Gaza tanpa daya sedikitpun.
Inilah bahaya nasionalisme, ikatan kebangsaan diperkuat untuk mengabaikan nasib saudaranya seakidah, tidak adalagi ikatan ukhuwah Islamiyah berlandaskan akidah Islam padahal sudah jelas Rasul SAW dalam hadistya yang mulia, beliau bersabda : “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam kasih sayang, cinta, dan simpati mereka adalah seperti satu tubuh; jika satu bagian tubuh sakit, maka seluruh tubuh akan ikut merasakan sakit dan demam” (HR. Bukhari dan Muslim).
Umat Islam harus paham betul betapa paham nasionalisme dan konsep negara bangsa sangat mengancam eksistensi Islam, dilihat dr sisi pemikiran maupun sejarahnya. Keduanya justru digunakan musuh-musuh Islam untuk meruntuhkan khilafah dan melanggengkan penjajahan di negeri-negeri Islam. Melalui paham ini, penjajahan terhadap negeri-negeri Islam tak hanya berlangsung secara fisik, tapi juga secara ideologis, dengan menanamkan loyalitas semu kepada negara bangsa masing-masing, sehingga umat tercerai-berai dan sulit bangkit sebagai satu kekuatan.
Di samping itu, umat Islam juga harus paham bahwa arah perjuangan untuk menyelesaikan penjajahan di Palestina harus bersifat politik, yaitu fokus meruntuhkan sekat negara bangsa dan berupaya sungguh-sungguh mewujudkan satu kepemimpinan politik Islam di dunia dengan mengikuti metode dakwah Rasulullah SAW.
Maka dari itu, sangat urgen untuk mendukung bahkan jika perlu bergabung dengan gerakan politik ideologis yang tidak terkungkung oleh sekat-sekat nasionalisme, serta telah terbukti konsisten memperjuangkan tegaknya kepemimpinan politik Islam (khilafah) di berbagai belahan dunia. Gerakan inilah yang menjadi harapan umat dalam mengakhiri dominasi sistem kufur dan menggantinya dengan sistem Islam yang adil dan menyejahterakan
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
