Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image MUHAMMAD ZIDAM PRATAMA

Visi Saya tentang Fintech Syariah: Menjemput Keberkahan di Tengah Arus Digital

Ekonomi Syariah | 2025-06-24 11:32:08
Gambar Ilustrasi

Sebagai individu yang memperhatikan perkembangan ekonomi digital, saya sering merenung tentang Fintech Syariah. Bagi saya, ini bukan sekadar inovasi finansial biasa, melainkan sebuah jembatan penting menuju masa depan ekonomi yang lebih adil dan berkah. Jujur, saya berasumsi bahwa banyak dari kita masih melihatnya dengan sebelah mata, padahal potensinya luar biasa besar, jauh melampaui sekadar aplikasi di ponsel.

Bagi Hasil: Lebih dari Sekadar Transaksi, Ini Filosofi Hidup!

Ketika berbicara Fintech Syariah, pikiran saya langsung tertuju pada prinsip bagi hasil. Ini adalah esensi yang membedakannya dari sistem konvensional yang saya asumsikan seringkali terasa mencekik dengan bunga. Bagi hasil itu bukan hanya tentang matematika uang, tapi tentang filosofi berbagi risiko dan keuntungan. Ini adalah cerminan dari semangat tolong-menolong yang diajarkan dalam Islam.

Dalam Al-Quran, Allah SWT secara tegas mengharamkan riba dan menganjurkan praktik jual beli yang adil. Sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-Baqarah ayat 275:

اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْٓا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰواۘ وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ فَمَنْ جَاۤءَهٗ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهٖ فَانْتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَۗ وَاَمْرُهٗٓ اِلَى اللّٰهِۗ وَمَنْ عَادَ فَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ

"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..."

Saya berasumsi bahwa prinsip ini, yang mendorong akad mudharabah dan musyarakah, adalah bentuk pembiayaan paling mulia. Kenapa? Karena saat kita untung, semua pihak merasakan. Saat rugi, semua ikut menanggung, bukan hanya satu pihak yang harus menanggung beban sendirian, seperti yang sering saya bayangkan terjadi di sistem bunga. Kaidah fiqih "Al-ghurmu bil ghunmi" (menanggung rugi sebanding dengan potensi keuntungan) adalah dasar yang saya yakini sangat adil.

Mengapa Potensi Ini Belum Tergali Penuh? Asumsi dan Realita

Saya berasumsi, salah satu alasan mengapa Fintech Syariah belum sepenuhnya meroket adalah karena kita masih terjebak dalam keraguan dan mitos.

 

  • Mitos Regulasi Ribet: Meskipun ada Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016 dan Fatwa DSN-MUI Nomor 117/DSN-MUI/II/2018 sebagai dasar, saya berasumsi detail teknisnya masih jadi PR. Ini, menurut saya, membuat sebagian pelaku ragu untuk berinovasi lebih jauh.

 

  • Trauma Pinjol Ilegal: Ini biang kerok yang sering membuat saya kesal. Ribuan aduan masyarakat terkait pinjaman online ilegal (3.903 aduan ke OJK per Mei 2023 ) telah merusak citra fintech secara keseluruhan. Saya berasumsi, stigma negatif dari pinjol ilegal ini membuat orang otomatis curiga pada semua yang berbau 'online', termasuk Fintech Syariah yang sebenarnya jauh berbeda.
  • Minimnya Literasi: Survei OJK 2019 menunjukkan tingkat literasi keuangan syariah di Indonesia baru 8,93%. Saya berasumsi angka ini sangat memprihatinkan. Bagaimana masyarakat bisa percaya jika mereka sendiri tidak memahami filosofi dan cara kerja Fintech Syariah secara mendalam? Ini adalah gap besar yang harus diisi.

Visi Masa Depan: Regulasi Tegas, Edukasi Merata, Kepercayaan Tumbuh

Menurut saya, untuk menjemput keberkahan Fintech Syariah dan membuatnya diterima secara luas, kita butuh dua pilar utama:

  • Regulasi yang Progresif dan Mengikat: Saya berasumsi, regulasi tidak boleh hanya jadi pajangan, tapi harus benar-benar melindungi konsumen dan mendorong inovasi. Transparansi informasi harus jadi mutlak, sesuai dengan kaidah "al-ghurmu bil ghunmi" yang menuntut kejelasan. Saya yakin, dengan regulasi yang kuat, Fintech Syariah bisa tumbuh menjadi raksasa yang dipercaya, regulasi yang inklusif berkontribusi positif pada pertumbuhan industri).
  • Edukasi yang Menyentuh Hati: Literasi harus ditingkatkan secara masif. Saya berasumsi, edukasi tidak boleh kaku, tapi harus menyentuh hati dan akal masyarakat. BPRS punya peran besar di pedesaan, dan Fintech Syariah itu sendiri adalah agen edukasi digital paling efektif. Saya sangat optimis bahwa jika kita serius mengedukasi, mitos-mitos akan luntur dan kepercayaan akan tumbuh pesat.

Janji Keuangan Berkah: Sebuah Keniscayaan?

Saya berasumsi, Fintech Syariah adalah keniscayaan bagi Indonesia. Kita punya potensi besar: populasi Muslim terbesar di dunia (240,62 juta jiwa pada 2023 ) dan jutaan orang yang belum tersentuh layanan finansial formal (97,7 juta orang atau 48% penduduk pada 2023 ). Ini adalah ladang subur untuk menumbuhkan ekonomi yang adil.

Bagi saya, Fintech Syariah bukan lagi sekadar wacana, tapi solusi nyata untuk menghadirkan keberkahan finansial di era digital. Jangan biarkan mitos dan keraguan menghalangi. Tugas kita adalah cerdas memilih dan mendukung ekosistem ini. Saya sangat percaya bahwa dengan komitmen kita semua, Fintech Syariah akan menjadi garda terdepan ekonomi Islam yang adil, transparan, dan pastinya membawa berkah bagi seluruh umat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image