Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Cut Nadjla Fadhillah

Mungkin Enggak Sih Kredit tanpa Riba?

Agama | 2025-06-20 12:23:31

Di era sekarang, banyak sekali masyarakat yang mengandalkan kredit sebagai alternatif paling efektif untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Mau beli handphone untuk berkomunikasi? Kredit, mau beli motor untuk kerja? Kredit. Hampir semua barang-barang kebutuhan bisa dibeli dengan kredit. Namun, kebanyakan bahkan hampir semua produk kredit konvensional mengandung riba, lantas bagaimana kita sebagai umat islam yang dilarang bertransaksi riba? Apakah mungkin kredit dilakukan tanpa adanya riba?

Apa sih riba dan kredit itu?

Riba dalam bahasa Arab berarti “tambahan” atau “kelebihan”. Menurut ketentuan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/ POJK O5/ 2014, riba adalah tindakan yang menghasilkan peningkatan pendapatan secara tidak sah (bathil). Dalam islam, riba sangat ditentang karena dianggap menindas, yaitu dengan memberikan tanggungan lebih kepada satu pihak dalam sebuah transaksi yang tentunya akan membebani pihak tersebut. Larangan ini sesuai dengan firman Allah pada QS. Al-Baqarah ayat 275 yang berbunyi,

“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al-Baqarah ayat 275)

Sedangkan kredit adalah layanan keuangan yang memungkinkan individu atau perusahaan meminjam uang atau barang dari pihak lain, dengan kewajiban untuk mengembalikannya di masa depan, biasanya disertai bunga atau imbalan lainnya. Dalam kredit konvensional biasanya ada dua jenis bunga yang digunakan yaitu bunga tetap dan bunga mengambang, dan ini tentunya dianggap riba karena bermaksud mendapat keuntungan lebih atas uang bukan barang atau jasa yang ditawarkan.

Lantas, bagaimana pandangan islam, apakah kredit juga dilarang?

Tidak ada dalil khusus yang melarang transaksi kredit atau cicilan, asal dilakukan tanpa adanya riba. Dalam islam, transaksi yang dilakukan harus jelas, transparan, dan halal, serta akad yang digunakan harus sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Dalam hal kredit sendiri, ada beberapa akad yang bisa digunakan seperti :

• Murabahah (Jual beli bertahap): Akad yang menetapkan harga produksi dan manfaat ditetapkan bersama oleh penjual dan pembeli, ini tentunya menghadirkan adanya tranparansi dalam kesepakatan margin dan ketetapan transaksi yang dilakukan.

• Ijarah Muntahiyah Bi Tamlik (Sewa beli) : Ini adalah akad dimana nasabah akan menyewa barang yang dibutuhkan dan diakhir masa sewa barang tersebut berubah kepemilikan menjadi milik nasabah tersebut, dalam artian nasabah dapat memiliki barang tersebut setelah masa sewa berakhir.

• Musyarakah Muntanaqisah (Kepemilikan bersama menurun) : Pada akad ini, kepemilikan dari sebuah aset dibagi, kemudian nasabah dapat mencicil aset tersebut seiringan dengan kepemilikan aset yang beralih kepada pihak nasabah.

Jadi, jawaban dari pertanyaan mungkin ga sih kredit tanpa riba adalah MUNGKIN, tetapi dengan syarat akadnya jelas dan pastinya harus sesuai syariah, tidak mengandung unsur riba, gharar, maysir, dan aktivitas dzalim lainnya, serta harus adanya pengawasan ketat dari lembaga keuangan syariah. Selain itu, sebagai umat islam kita juga harus awas akan hal-hal ini, untuk memastikan produk keuangan yang kita gunakan benar-benar terbebas dari unsur-unsur yang dilarang syariah sehingga transaksi yang dilakukan halal dan sah.

Kredit tanpa riba bukan sekedar ilusi, namun dalam menjalaninya juga bukan perkara yang mudah, butuh pengawasan penuh dari lembaga-lembaga keuangan, regulator, dan diri kita sendiri sebagai pengguna. Dengan meningkatkan literasi dan inklusi syariah di masyarakat, In Sya Allah kredit tanpa riba bisa menjadi kenyataan.

Nama : Cut Nadjla Fadhillah

Asal Instansi : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image