Rontgen Tanpa Takut: Konsistensi Pengukuran Paparan Radiasi Wajib Ditingkatkan
Edukasi | 2025-06-16 20:31:09
Teknologi di bidang medis terus berkembang seiring perkembangan zaman dan membuka jalan bagi diagnosa yang semakin cepat dan akurat. Salah satu teknologi yang paling umum ditemui adalah pemeriksaan radiologi seperti rontgen. Di balik citra yang terlihat sederhana, terdapat proses fisika kompleks yang melibatkan sinar-X jenis radiasi pengion yang mampu menembus sebuah jaringan tubuh.
Banyak pasien masih merasa cemas ketika harus menjalani pemeriksaan rontgen. Walaupun radiasi sering dikaitkan dengan risiko kesehatan, sangat penting untuk mengetahui bahwa penggunaan sinar-X dalam dunia medis dilakukan di bawah pengawasan ketat dan sesuai prinsip keselamatan internasional. Salah satu hal penting yang sering luput dari perhatian publik, tetapi sangat menentukan keselamatan adalah pengukuran paparan radiasi secara konsisten.
Di ruang radiologi, keselamatan pasien dan tenaga kesehatan merupakan prioritas utama. Penggunaan sinar-X tidak dapat dilakukan sembarangan. Setiap penyinaran selalu didasarkan pada kebutuhan klinis yang jelas dan dilakukan sesuai dengan prinsip ALARA (As Low As Reasonably Achievable). Artinya, dosis radiasi yang diberikan harus serendah mungkin, tetapi tetap cukup untuk mendapatkan citra medis yang berkualitas.
Proteksi terhadap pasien tidak cukup hanya dengan mengurangi durasi penyinaran. Justru, perlindungan menyeluruh dilakukan melalui pengukuran teknis terhadap sumber radiasi dan sarana pelindungnya. Radiografer sebagai petugas profesional, bertanggung jawab dalam memastikan bahwa paparan tidak keluar dari jalur yang semestinya agar paparan radiasi terhadap tetap berada dalam batas yang aman.
Salah satu pengukuran yang penting dilakukan dengan konsisten adalah pengujian kebocoran radiasi pada tabung sinar-X. Meski alat tampak normal, tabung bisa saja mengalami degradasi seiring berjalannya waktu, yang memungkinkan sinar bocor ke arah yang tidak seharusnya. Pengukuran kebocoran dilakukan menggunakan survey meter, dan hasilnya harus jauh di bawah batas ambang (biasanya 1 mGy/jam pada jarak 1 meter dari fokus tabung dalam kondisi kolimator tertutup), sesuai ketentuan BAPETEN dan IAEA. Apabila tabung sinar-X tidak secara konsisten dilakukan pengujian kebocoran, kebocoran radiasi menjadi tidak terdeteksi dan tidak dapat terkontrol yang akan menyebabkan pasien atau petugas dapat terkena dosis radiasi tambahan tanpa disadari.
Selain dari sumbernya, pengukuran juga dilakukan pada efektivitas dinding pelindung ruang radiografi. Dinding ruang radiografi biasanya diberi lapisan timbal atau bahan padat lain yang mampu menyerap radiasi. Pengujian dilakukan dengan menyinari arah tertentu dan mengukur radiasi yang menembus sisi luar. Dinding yang bocor akan meningkatkan risiko paparan silang (scatter) kepada pasien lain di ruangan terdekat, atau bahkan masyarakat umum yang berada di sekitar ruangan.
Tak kalah penting, alat pelindung fisik seperti apron, tiroid, dan gonad berbahan timbal yang digunakan untuk melindungi bagian tubuh pasien yang tidak diperiksa juga perlu diuji efektivitasnya secara berkala. Apron bisa mengalami keretakan, terutama jika sering dilipat atau digantung secara tidak tepat. Jika alat pelindung fisik tidak lagi mampu menghambat radiasi dengan optimal, pasien dapat menerima paparan yang tidak perlu pada organ-organ sensitif seperti gonad atau tiroid.
Masalahnya, dalam praktik sehari-hari, belum semua fasilitas kesehatan menjalankan pemantauan dosis pasien secara konsisten. Padahal, ketidakteraturan dalam pengukuran bisa menyebabkan pasien menerima paparan lebih dari yang seharusnya, apalagi bila prosedur dilakukan berulang kali. Selain itu, tidak adanya data dosis yang tercatat dengan baik menyulitkan evaluasi klinis apabila terjadi efek samping atau diperlukan tindakan lanjutan.
Teknologi sebenarnya telah mendukung upaya ini. Beberapa rumah sakit telah menggunakan sistem Dose Area Product (DAP) dan Automatic Exposure Control (AEC) untuk membantu menyesuaikan dosis secara otomatis dan merekamnya. Namun tanpa komitmen untuk mengukur, mencatat, dan mengevaluasi dosis secara berkelanjutan, alat-alat ini tidak akan efektif.
Seluruh pengukuran ini tidak boleh bersifat insidental. Konsistensi dan pencatatan hasil pengukuran secara berkala harus menjadi bagian dari program proteksi radiasi di sebuah fasilitas pelayanan kesehatan. Di Indonesia, pengawasan penggunaan radiasi pengion dalam dunia medis dilakukan secara ketat oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN). Dalam Peraturan BAPETEN Nomor 1 Tahun 2022, disebutkan bahwa pengujian kebocoran dan kelayakan pelindung fisik harus dilakukan minimal setahun sekali, dan hasilnya harus dievaluasi oleh Petugas Proteksi Radiasi (PPR) yang kompeten.
Pasien berhak mendapatkan jaminan bahwa setiap tindakan rontgen dilakukan dalam lingkungan yang aman. Dengan melakukan pengukuran teknis seperti kebocoran tabung, efektivitas dinding, dan pelindung fisik secara berkala, fasilitas kesehatan tidak hanya memenuhi regulasi, tetapi juga menunjukkan komitmen etis terhadap keselamatan pasien.
Peningkatan konsistensi pengukuran bukan hanya tanggung jawab seorang radiografer maupun fisikawan medis, tetapi menjadi bentuk perlindungan nyata bagi pasien. Ketika setiap prosedur terekam jelas dosisnya, maka kontrol terhadap akumulasi paparan bisa dilakukan, dan pasien pun dapat merasa lebih aman. Lebih dari itu, keterbukaan informasi mengenai dosis yang diterima juga membantu pasien memahami bahwa mereka diperlakukan dengan aman dan profesional.
Melakukan pemeriksaan rontgen seharusnya tidak perlu dijadikan sebagai sumber ketakutan, melainkan alat bantu untuk menyelamatkan nyawa. Namun agar kepercayaan itu tumbuh, dibutuhkan komitmen pada proteksi yang terukur dan terbukti. Konsistensi pengukuran radiasi bukan hanya persoalan teknis, tapi juga bentuk perlindungan hak pasien atas keselamatan.
Referensi
- BAPETEN. (2022). Peraturan BAPETEN Nomor 1 Tahun 2022 tentang Proteksi dan Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Medis Radiasi Pengion.
- International Atomic Energy Agency (IAEA). (2018). Radiation Protection and Safety of Radiation Sources: International Basic Safety Standards.
- Bushong, S. C. (2013). Radiologic Science for Technologists: Physics, Biology, and Protection (10th ed.). Elsevier Mosby.
- World Health Organization. (2020). Radiation Risk in Medical Imaging: A Guide for Health Workers.
- NCRP Report No. 160. (2009). Ionizing Radiation Exposure of the Population of the United States.
RAYSHA NADINE | 413241047 | D4 Teknologi Radiologi Pencitraan Fakultas Vokasi Universitas Airlangga
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
